Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membangun enam fasilitas pemusnah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis. Hal itu sebagai bentuk penanganan pandemi covid-19 dalam fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
"Diserahkan kepada pemerintah daerah Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB). Serta Barito Kuala, Kalimantan Selatan," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar dalam acara Puncak Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 di Jakarta, Senin, 22 Februari 2021.
Wilayah itu dipilih karena diketahui belum memiliki alat pemusnah limbah B3 medis. Siti menilai penanganan covid-19 di daerah tersebut dapat terkendala jika tidak memiliki alat pemusnah limbah B3 medis.
Siti mengatakan salah satu limbah B3 medis saat pandemi covid-19 adalah alat pelindung diri (APD). Dalam upaya mengendalikan, mencegah dan memutus mata rantai penularan covid-19, KLHK telah menerbitkan Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19.
Baca: Pengelolaan Limbah Masker Harus Dimulai dari Rumah
Surat edaran ini merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dan fasyankes dalam melakukan tiga hal. Pertama, limbah infeksius yang berasal dari fasyankes. Kedua, limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang merupakan tempat isolasi mandiri covid-19. Ketiga, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Dia mengatakan jumlah limbah B3 medis di masa pandemi covid-19 diperkirakan meningkat 30 persen dibanding masa normal. Tercatat 2.867 rumah sakit di seluruh Indonesia menghasilkan 383.058 kilogram limbah B3 medis per hari.
Per Jumat, 19 Februari 2021, sebanyak 120 fasilitas di rumah sakit yang memiliki izin pengolahan limbah B3 hanya memiliki kapasitas 74.570 kilogram per hari. Jasa pengolah limbah B3 semakin bertambah dengan terlibatnya 20 perusahaan. Total kapasitas penanganan limbah B3 medis kini berada di 384.120 kilogram per hari.
Sebaran yang belum merata menjadi kendala bagi fasyankes, terutama di wilayah dengan keterbatasan alat pemusnah limbah B3 medis. Hadirnya enam fasilitas pemusnah tersebut diharapkan mampu melayani seluruh limbah B3 medis yang dihasilkan.
"Hingga akhir 2024, diharapkan akan terbangun (pemusnah limbah B3 medis) di 27 lokasi lainnya. Sehingga, pengelolaan limbah B3 medis dekat dengan sumbernya dan tidak menjadi hambatan dari aspek jarak dan biaya pengolahannya," ujar Siti.
Baca: SIPSN Diluncurkan, Sistem Pengelolaan Sampah se-Indonesia Terintegrasi
KLHK akan terus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan instansi, pemerintah daerah, fasyankes, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan media masa. Terutama untuk pemutakhiran data, peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi berkelanjutan tentang limbah B3 medis.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membangun enam fasilitas pemusnah
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis. Hal itu sebagai bentuk penanganan pandemi covid-19 dalam fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
"Diserahkan kepada pemerintah daerah Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB). Serta Barito Kuala, Kalimantan Selatan," kata Menteri LHK
Siti Nurbaya Bakar dalam acara Puncak Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 di Jakarta, Senin, 22 Februari 2021.
Wilayah itu dipilih karena diketahui belum memiliki alat pemusnah limbah B3 medis. Siti menilai penanganan covid-19 di daerah tersebut dapat terkendala jika tidak memiliki alat pemusnah limbah B3 medis.
Siti mengatakan salah satu limbah B3 medis saat pandemi covid-19 adalah alat pelindung diri (APD). Dalam upaya mengendalikan, mencegah dan memutus mata rantai penularan covid-19, KLHK telah menerbitkan Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19.
Baca:
Pengelolaan Limbah Masker Harus Dimulai dari Rumah
Surat edaran ini merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dan fasyankes dalam melakukan tiga hal. Pertama, limbah infeksius yang berasal dari fasyankes. Kedua, limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang merupakan tempat isolasi mandiri
covid-19. Ketiga, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Dia mengatakan jumlah limbah B3 medis di masa pandemi covid-19 diperkirakan meningkat 30 persen dibanding masa normal. Tercatat 2.867 rumah sakit di seluruh Indonesia menghasilkan 383.058 kilogram limbah B3 medis per hari.
Per Jumat, 19 Februari 2021, sebanyak 120 fasilitas di rumah sakit yang memiliki izin pengolahan limbah B3 hanya memiliki kapasitas 74.570 kilogram per hari. Jasa pengolah limbah B3 semakin bertambah dengan terlibatnya 20 perusahaan. Total kapasitas penanganan limbah B3 medis kini berada di 384.120 kilogram per hari.
Sebaran yang belum merata menjadi kendala bagi fasyankes, terutama di wilayah dengan keterbatasan alat pemusnah limbah B3 medis. Hadirnya enam fasilitas pemusnah tersebut diharapkan mampu melayani seluruh limbah B3 medis yang dihasilkan.
"Hingga akhir 2024, diharapkan akan terbangun (pemusnah limbah B3 medis) di 27 lokasi lainnya. Sehingga, pengelolaan limbah B3 medis dekat dengan sumbernya dan tidak menjadi hambatan dari aspek jarak dan biaya pengolahannya," ujar Siti.
Baca:
SIPSN Diluncurkan, Sistem Pengelolaan Sampah se-Indonesia Terintegrasi
KLHK akan terus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan instansi, pemerintah daerah, fasyankes, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan media masa. Terutama untuk pemutakhiran data, peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi berkelanjutan tentang limbah B3 medis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)