Jakarta: Legislator milenial dari Golkar, Puteri Anetta Komarudin, berambisi duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan. Dia ingin menggodok aturan yang mengatur bisnis peminjaman uang dengan imbalan bunga.
"Soalnya basis aku pernah di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Aku ingin dorong rancangan undang-undang (RUU) untuk rentenir," kata Puteri saat berbincang di ruang Fraksi Golkar, Kamis, 3 Oktober 2019.
Menurut Puteri, selama ini belum ada regulasi yang mengatur praktik rentenir. Sementara itu, praktik lintah darat itu masih jadi masalah di daerah pemilihannya (dapil) Jawa Barat VII yang meliputi Purwakarta, Karawang, dan Kabupaten Bekasi.
"Dapil aku di semua titik yang aku kunjungi masalahnya sama yaitu praktik rentenir yang mengatasnamakan dirinya Bank Emo," ucap perempuan berusia 26 tahun itu.
Lulusan University of Melbourne, Australia, itu juga pernah meriset soal praktik rentenir di Bandung dan Jakarta. Ia menemukan praktik rentenir bernama Bank Kelek di Bandung dan Bank Joko di Jakarta.
"Itu masalah yang ada di setiap daerah, aku yakin di seluruh Indonesia ada, cuma memang belum ada jalur hukumnya," ungkap anak dari eks Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) itu.
Dia menilai banyak masyarakat, terutama di pelosok, belum punya akses terhadap produk keuangan legal. Mereka juga tidak punya agunan untuk dijual ke bank yang legal. Meminjam uang ke rentenir menjadi pilihan satu-satunya.
"Akhirnya mereka ambil jalan pintas sementara rentenir itu charge-nya 30 persen per minggu. Jadi banyak warga yang tidak bisa bayar, diusir dari rumah sama suaminya," ujar dia.
Puteri ingin mengangkat isu ini di Komisi XI. Ia pun berharap komisi XI bisa lebih sensitif pula terhadap gender. Bagi Puteri, perempuan rentan jadi korban sekaligus sasaran empuk rentenir.
Ancaman bagi perempuan muncul mengingat para lintah darat tak sungkan jemput bola hingga ke wilayah terpencil. "Karena selain mereka pengetahuannya rendah, mereka juga gampang tergiur dengan tawaran seperti itu," ungkap dia.
Ia menilai perlu ada regulasi yang mengatur praktik dan edukasi keuangan tentang rentenir. Komisi XI jadi tempat yang pas lantaran bermitra dengan OJK dan Bank Indonesia. "Apalagi OJK itu kan kenapa didirikan biar ada edukasi dan perlindungan konsumen juga," jelas dia.
Puteri mengaku ingin mendorong OJK lebih masif lagi dalam sosialisasi. Pasalnya, ia menilai pergerakan rentenir lebih cepat ketimbang OJK yang memunculkan banyak korban.
Dia juga ingin membereskan regulasi mengenai bisnis financial dan technology (fintech). Ia melihat belakangan banyak masyarakat yang menjadi korban dari industri ini.
"Kalian pasti sering mendapatkan SMS yang nawarin fintech, padahal itu kan nomor pribadi kita tapi dijual sama provider kita, itu kan jadi masalah. Hal-hal seperti itu nanti akan aku dorong juga di Komisi XI," pungkas dia.
Jakarta: Legislator milenial dari Golkar, Puteri Anetta Komarudin, berambisi duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan. Dia ingin menggodok aturan yang mengatur bisnis peminjaman uang dengan imbalan bunga.
"Soalnya basis aku pernah di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Aku ingin dorong rancangan undang-undang (RUU) untuk rentenir," kata Puteri saat berbincang di ruang Fraksi Golkar, Kamis, 3 Oktober 2019.
Menurut Puteri, selama ini belum ada regulasi yang mengatur praktik rentenir. Sementara itu, praktik lintah darat itu masih jadi masalah di daerah pemilihannya (dapil) Jawa Barat VII yang meliputi Purwakarta, Karawang, dan Kabupaten Bekasi.
"Dapil aku di semua titik yang aku kunjungi masalahnya sama yaitu praktik rentenir yang mengatasnamakan dirinya Bank Emo," ucap perempuan berusia 26 tahun itu.
Lulusan University of Melbourne, Australia, itu juga pernah meriset soal praktik rentenir di Bandung dan Jakarta. Ia menemukan praktik rentenir bernama Bank Kelek di Bandung dan Bank Joko di Jakarta.
"Itu masalah yang ada di setiap daerah, aku yakin di seluruh Indonesia ada, cuma memang belum ada jalur hukumnya," ungkap anak dari eks Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) itu.
Dia menilai banyak masyarakat, terutama di pelosok, belum punya akses terhadap produk keuangan legal. Mereka juga tidak punya agunan untuk dijual ke bank yang legal. Meminjam uang ke rentenir menjadi pilihan satu-satunya.
"Akhirnya mereka ambil jalan pintas sementara rentenir itu
charge-nya 30 persen per minggu. Jadi banyak warga yang tidak bisa bayar, diusir dari rumah sama suaminya," ujar dia.
Puteri ingin mengangkat isu ini di Komisi XI. Ia pun berharap komisi XI bisa lebih sensitif pula terhadap gender. Bagi Puteri, perempuan rentan jadi korban sekaligus sasaran empuk rentenir.
Ancaman bagi perempuan muncul mengingat para lintah darat tak sungkan jemput bola hingga ke wilayah terpencil. "Karena selain mereka pengetahuannya rendah, mereka juga gampang tergiur dengan tawaran seperti itu," ungkap dia.
Ia menilai perlu ada regulasi yang mengatur praktik dan edukasi keuangan tentang rentenir. Komisi XI jadi tempat yang pas lantaran bermitra dengan OJK dan Bank Indonesia. "Apalagi OJK itu kan kenapa didirikan biar ada edukasi dan perlindungan konsumen juga," jelas dia.
Puteri mengaku ingin mendorong OJK lebih masif lagi dalam sosialisasi. Pasalnya, ia menilai pergerakan rentenir lebih cepat ketimbang OJK yang memunculkan banyak korban.
Dia juga ingin membereskan regulasi mengenai bisnis
financial dan technology (
fintech). Ia melihat belakangan banyak masyarakat yang menjadi korban dari industri ini.
"Kalian pasti sering mendapatkan SMS yang nawarin
fintech, padahal itu kan nomor pribadi kita tapi dijual sama provider kita, itu kan jadi masalah. Hal-hal seperti itu nanti akan aku dorong juga di Komisi XI," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)