Jakarta: Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai wacana PDI Perjuangan mengamendemen terbatas UUD 1945 sarat kepentingan politik sesaat. Aksi politik ini patut ditolak.
"Saya kira ini menjadi aksi politik yang tak layak didukung," kata Lucius kepada Medcom.id, Rabu, 14 Agustus 2019.
Lucius mengendus upaya amendemen terbatas sebagai alat transaksi kursi pimpinan MPR. Buntutnya, partai menengah yang menginginkan kursi pimpinan terpaksa menyetujui amendemen. Meski, belum ada studi di internal partai terkait untung rugi amendemen.
"Aksi mengubah UUD sekadar untuk menyalurkan nafsu politik sepihak hanya akan mengancam tatanan ketatanegaraan yang sudah disepakati pada amendemen UUD terdahulu," ujarnya.
Ia menjelaskan amendemen UUD 1945 sudah sepakat memperkuat sistem presidensial dengan melucuti posisi MPR sebagai lembaga tertinggi. Makanya, presiden dipilih langsung oleh rakyat.
(Baca juga: JK Nilai Amandemen UUD 1945 Berisiko)
Dengan begitu, tak ada alasan bagi MPR memecat presiden semata pertimbangan politik atau alasan tak menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). "Karena dipilih langsung oleh rakyat, maka tanggung jawab presiden langsung kepada rakyat. Pemilu lima tahunan menjadi satu ajang evaluasi atas pelaksanaan mandat presiden itu," tutur dia.
Lucius khawatir bila MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi bakal mengancam sistem presidensial. Kewenangan lembaga tertinggi menjadi sangat liar jika amendemen tak disiapkan serius.
Dia menyarankan PDI Perjuangan lebih dulu melakukan kajian dan menyampaikan hasilnya kepada publik. "Jangan hanya karena jadi pemenang lalu sesuka hati bermanuver untuk sesuatu yang tak ada jaminan kesuksesannya," tegas dia.
Jakarta: Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai wacana PDI Perjuangan mengamendemen terbatas UUD 1945 sarat kepentingan politik sesaat. Aksi politik ini patut ditolak.
"Saya kira ini menjadi aksi politik yang tak layak didukung," kata Lucius kepada
Medcom.id, Rabu, 14 Agustus 2019.
Lucius mengendus upaya amendemen terbatas sebagai alat transaksi kursi pimpinan MPR. Buntutnya, partai menengah yang menginginkan kursi pimpinan terpaksa menyetujui amendemen. Meski, belum ada studi di internal partai terkait untung rugi amendemen.
"Aksi mengubah UUD sekadar untuk menyalurkan nafsu politik sepihak hanya akan mengancam tatanan ketatanegaraan yang sudah disepakati pada amendemen UUD terdahulu," ujarnya.
Ia menjelaskan amendemen UUD 1945 sudah sepakat memperkuat sistem presidensial dengan melucuti posisi MPR sebagai lembaga tertinggi. Makanya, presiden dipilih langsung oleh rakyat.
(Baca juga:
JK Nilai Amandemen UUD 1945 Berisiko)
Dengan begitu, tak ada alasan bagi MPR memecat presiden semata pertimbangan politik atau alasan tak menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). "Karena dipilih langsung oleh rakyat, maka tanggung jawab presiden langsung kepada rakyat. Pemilu lima tahunan menjadi satu ajang evaluasi atas pelaksanaan mandat presiden itu," tutur dia.
Lucius khawatir bila MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi bakal mengancam sistem presidensial. Kewenangan lembaga tertinggi menjadi sangat liar jika amendemen tak disiapkan serius.
Dia menyarankan PDI Perjuangan lebih dulu melakukan kajian dan menyampaikan hasilnya kepada publik. "Jangan hanya karena jadi pemenang lalu sesuka hati bermanuver untuk sesuatu yang tak ada jaminan kesuksesannya," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)