Jakarta: Radikalisme dan intoleransi mau tak mau menjadi pekerjaan rumah besar Menteri Agama Fachrul Razi. Dua 'penyakit kronis' itu sudah masuk ke semua aspek. Ancaman terang di depan mata.
Fachrul Razi mengklaim bergerak cepat berkoordinasi dengan kementerian terkait. Ia berjanji tindakan tegas mengancam mereka yang coba-coba mendekati dua musuh besar bangsa itu.
Metro TV berkesempatan mewawancarai purnawirawan jenderal TNI ini melalui sambungan telepon, Rabu, 23 Oktober 2019 malam. Bertindak sebagai pewawancara adalah presenter Zilvia Iskandar.
Apa langkah konkret Bapak melaksanakan program deradikaliasi dan intoleransi selain memasukkannya dalam kurikulum dan terjun ke lapangan? Apalagi, radikalisme menyebar ke hampir semua sektor, baik instansi pemerintah, pendidikan, hingga kegiatan keagamaan.
Kita jalan di semua lini. Saya sudah bicara dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, kemudian bidang pendidikan, semuanya kita adakan pendekatan. Begitu juga ke TNI dan Polri, saya sudah koordinasi semua, sehingga langkah-langkah kita simultan.
Misalnya PNS (aparatur sipil negara), yang harus kita tingkatkan lagi nasionalismenya. Mohon maaf, kalau PNS bisa dicopot sebenarnya bila menyalahi ketentuan-ketentuan yang digariskan sebagai aparat negara. Mungkin kita perlu setegas itu kalau mereka melakukan hal-hal yang bersifat membangkang. Jadi simultan di semua lini.
Sebanyak 573 dari 2.975 (data Setara Instutute) kasus intoleransi ialah gangguan terhadap rumah ibadah. Bagaimana Anda melihat persoalan ini?
Kita harus melihat dengan sangat hati-hati. Jangan sampai mengambil langkah yang justru menyebabkan intoleransi meningkat. Kita coba kasus per kasus. Ada kasus yang sebetulnya bisa diklarifikasi, ada juga yang harus sangat hati-hati.
Kalau bicara tentang kegiatan agama, intolerasnsi agama, kita semua mempunya tekad yang sama untuk membenahinya. Tapi kembali dengan sangat hati-hati, agar tidak terjadi justru membangkitkan kebencian atau intoleransi yang kualitasnya menjadi lebih tinggi.
Berdasarkan data 2018, dari 202 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia ternyata 72 tindakan dilakukan penyelanggara negara. Bagaimana mencegahnya?
Kita harus duduk bersama membahas kasus per kasus, karena ini paling efektif. Jadi betul-betul kita sangat takut kalau kita mengambil tindakan gegabah justru menimbulkan intoleransi yang lebih besar.
Tapi percayalah, saya ini Menteri Agama Republik Indoensia, saya bukan menteri agama Islam. Itu perlu saya pegang teguh. Tinggal langkah-langkah dan kebijakan yang saya ambil harus betul-betul bisa mewadahi atau mengatasi masalah-masalah berkaitan intoleransi.
Lalu bagaimana dengan pelibatan ormas-ormas keagamaan untuk bersama- sama mencegah radikalisme dan intoleransi di Indonesia?
Harus kita lakukan. Katakan tadi menyinggung masalah NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah adalah organisasi islam terbesar. Saya harus banyak konsultasi dengan beliau-beliau itu.
Alhamdulillah di Kementerian Agama ini banyak teman NU maupun Muhamadiyah. Mereka juga bagian pasukan-pasukan saya yang akan turun ke lapangan dalam mengatasi masalah-masalah radikalisme. (Nuansa Islami)
Jakarta: Radikalisme dan intoleransi mau tak mau menjadi pekerjaan rumah besar Menteri Agama Fachrul Razi. Dua 'penyakit kronis' itu sudah masuk ke semua aspek. Ancaman terang di depan mata.
Fachrul Razi mengklaim bergerak cepat berkoordinasi dengan kementerian terkait. Ia berjanji
tindakan tegas mengancam mereka yang coba-coba mendekati dua musuh besar bangsa itu.
Metro TV berkesempatan mewawancarai purnawirawan jenderal TNI ini melalui sambungan telepon, Rabu, 23 Oktober 2019 malam. Bertindak sebagai pewawancara adalah presenter
Zilvia Iskandar.
Apa langkah konkret Bapak melaksanakan program deradikaliasi dan intoleransi selain memasukkannya dalam kurikulum dan terjun ke lapangan? Apalagi, radikalisme menyebar ke hampir semua sektor, baik instansi pemerintah, pendidikan, hingga kegiatan keagamaan.
Kita jalan di semua lini. Saya sudah bicara dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, kemudian bidang pendidikan, semuanya kita adakan pendekatan. Begitu juga ke TNI dan Polri, saya sudah koordinasi semua, sehingga langkah-langkah kita simultan.
Misalnya PNS (aparatur sipil negara), yang harus kita tingkatkan lagi nasionalismenya. Mohon maaf, kalau PNS bisa dicopot sebenarnya bila menyalahi ketentuan-ketentuan yang digariskan sebagai aparat negara. Mungkin kita perlu setegas itu kalau mereka melakukan hal-hal yang bersifat membangkang. Jadi simultan di semua lini.
Sebanyak 573 dari 2.975 (data Setara Instutute) kasus intoleransi ialah gangguan terhadap rumah ibadah. Bagaimana Anda melihat persoalan ini?
Kita harus melihat dengan sangat hati-hati. Jangan sampai mengambil langkah yang justru menyebabkan intoleransi meningkat. Kita coba kasus per kasus. Ada kasus yang sebetulnya bisa diklarifikasi, ada juga yang harus sangat hati-hati.
Kalau bicara tentang kegiatan agama, intolerasnsi agama, kita semua mempunya tekad yang sama untuk membenahinya. Tapi kembali dengan sangat hati-hati, agar tidak terjadi justru membangkitkan kebencian atau intoleransi yang kualitasnya menjadi lebih tinggi.
Berdasarkan data 2018, dari 202 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia ternyata 72 tindakan dilakukan penyelanggara negara. Bagaimana mencegahnya?
Kita harus duduk bersama membahas kasus per kasus, karena ini paling efektif. Jadi betul-betul kita sangat takut kalau kita mengambil tindakan gegabah justru menimbulkan intoleransi yang lebih besar.
Tapi percayalah, saya ini Menteri Agama Republik Indoensia, saya bukan menteri agama Islam. Itu perlu saya pegang teguh. Tinggal langkah-langkah dan kebijakan yang saya ambil harus betul-betul bisa mewadahi atau mengatasi masalah-masalah berkaitan intoleransi.
Lalu bagaimana dengan pelibatan ormas-ormas keagamaan untuk bersama- sama mencegah radikalisme dan intoleransi di Indonesia?
Harus kita lakukan. Katakan tadi menyinggung masalah NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah adalah organisasi islam terbesar. Saya harus banyak konsultasi dengan beliau-beliau itu.
Alhamdulillah di Kementerian Agama ini banyak teman NU maupun Muhamadiyah. Mereka juga bagian pasukan-pasukan saya yang akan turun ke lapangan dalam mengatasi masalah-masalah radikalisme. (
Nuansa Islami)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)