Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki semangat yang tinggi namun minim hasil. Pasalnya, sepanjang Masa Sidang IV 2014-2018 DPR tidak berhasil menyelesaikan satu pun dari 48 Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas yang tersisa.
Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan DPR selalu memperpanjang masa sidang jika RUU prioritas tidak selesai dalam waktu tiga kali masa sidang. Hal ini dapat membuat DPR memiliki kebiasaan yang kurang baik untuk ditradisikan.
Maka itu, ia ingin ada sanksi bagi DPR jika tidak menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai jadwal. Sebab, ia menilai, dengan tidak adanya sanksi, kinerja DPR makin buruk di mata publik.
"Tak ada sanksi itu membuat DPR menjadi sangat santai dalam bekerja menyelesaikan pembahasan RUU dan tampak seolah-olah tanpa target," kata I Made Leo Wiratma dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Selasa, 22 Mei 2018.
Ia mengatakan, sejak masa sidang I hingga III, DPR hanya mampu mengesahkan dua RUU daftar kumulatif terbuka yakni, RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan; dan RUU ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS).
(Baca juga: Fatamorgana Kinerja DPR)
"Selebihnya DPR masih saja berkutat dengan pembahasan dalam berbagai tingkatan dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan," pungkas dia.
Semestinya, kata dia, DPR diberikan sanksi administratif dan pengurangan anggaran bila tak menyelesaikan pembahasan. Selama ini, anggota dewan selalu mendapatkan tunjangan setiap sidang.
"Sanksinya misal bisa berupa administratif (penggantian orang dalam sidang RUU) dan pengurangan anggaran. Anggaran ini berupa tunjangan-tunjangan yang harus diberikan, jadi tidak diberikan. Kalau mereka sidang kan dapat reward gitu, ya ada uang sidang dan uang tunjangan sebagainya. Nah kalau mereka sidang terus, tapi tidak ada hasil kan mestinya bisa ditarik kembali uang tunjanganya," tandas dia.
I Made menambahkan, jika memang perlu diperpanjang sidang, maka diperpanjang dalam satu hari penuh. Hal itu bisa membuat pembahasan lebih efektif.
"Sidang itu jika dilakukan perpanjangan bagusnya dilakukan dalam satu hari, bisa dari pagi hingga malam. Jadi, bukan masa sidangnya yang diperpanjang, sehingga pembahasan itu efektif," tukas dia.
(Baca juga: Presiden Ancam Terbitkan Perppu bila RUU Terorisme Mandek)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/9K5RyjlN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki semangat yang tinggi namun minim hasil. Pasalnya, sepanjang Masa Sidang IV 2014-2018 DPR tidak berhasil menyelesaikan satu pun dari 48 Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas yang tersisa.
Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan DPR selalu memperpanjang masa sidang jika RUU prioritas tidak selesai dalam waktu tiga kali masa sidang. Hal ini dapat membuat DPR memiliki kebiasaan yang kurang baik untuk ditradisikan.
Maka itu, ia ingin ada sanksi bagi DPR jika tidak menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai jadwal. Sebab, ia menilai, dengan tidak adanya sanksi, kinerja DPR makin buruk di mata publik.
"Tak ada sanksi itu membuat DPR menjadi sangat santai dalam bekerja menyelesaikan pembahasan RUU dan tampak seolah-olah tanpa target," kata I Made Leo Wiratma dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Selasa, 22 Mei 2018.
Ia mengatakan, sejak masa sidang I hingga III, DPR hanya mampu mengesahkan dua RUU daftar kumulatif terbuka yakni, RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan; dan RUU ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS).
(Baca juga:
Fatamorgana Kinerja DPR)
"Selebihnya DPR masih saja berkutat dengan pembahasan dalam berbagai tingkatan dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan," pungkas dia.
Semestinya, kata dia, DPR diberikan sanksi administratif dan pengurangan anggaran bila tak menyelesaikan pembahasan. Selama ini, anggota dewan selalu mendapatkan tunjangan setiap sidang.
"Sanksinya misal bisa berupa administratif (penggantian orang dalam sidang RUU) dan pengurangan anggaran. Anggaran ini berupa tunjangan-tunjangan yang harus diberikan, jadi tidak diberikan. Kalau mereka sidang kan dapat reward gitu, ya ada uang sidang dan uang tunjangan sebagainya. Nah kalau mereka sidang terus, tapi tidak ada hasil kan mestinya bisa ditarik kembali uang tunjanganya," tandas dia.
I Made menambahkan, jika memang perlu diperpanjang sidang, maka diperpanjang dalam satu hari penuh. Hal itu bisa membuat pembahasan lebih efektif.
"Sidang itu jika dilakukan perpanjangan bagusnya dilakukan dalam satu hari, bisa dari pagi hingga malam. Jadi, bukan masa sidangnya yang diperpanjang, sehingga pembahasan itu efektif," tukas dia.
(Baca juga:
Presiden Ancam Terbitkan Perppu bila RUU Terorisme Mandek)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)