Jakarta: Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berupaya menjadikan DPR sebagai lembaga yang bersih dari korupsi. Salah satu caranya dengan mendesak pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Perjalanan Dinas Anggota DPR. Aturan itu harus sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 113 tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas Pejabat Negara.
"Kami akan mendesak pemerintah merevisi PP No. 61/90 sehingga isinya sejalan dengan PMK 113/2012, yaitu pertanggungjawaban biaya perjalanan harus berdasarkan biaya riil," ucap salah satu calon legislatif PSI, Dini Shanti Purwono, di DPP PSI, Jakarta, Minggu, 5 Agustus 2018.
Dini menambahkan, PSI juga mengupayakan terbangunnya mekanisme yang mewajibkan anggota DPR memberikan laporan secara langsung. Para kader PSI yang nantinya menjadi anggota legislatif juga harus bisa mempertanggungjawabkan laporan reses dan kunjungan kerja kepada publik secara online.
Tidak hanya itu, PSI juga mendesak agar sistem penggajian anggota DPR diubah dari multi pay menjadi single pay. "Kita juga akan mengupayakan agar anggota DPR melepaskan fungsi teknis seperti BURT kepada Sekretariat Jenderal," imbuhnya.
Dini melanjutkan, PSI juga akan mendorong transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran oleh DPR.
PSI sejak awal berkomitmen untuk membuat DPR bersih dari korupsi. Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebanyak 144 dari 739 orang yang ditahan karena kasus korupsi merupakan anggota DPR dan DPRD.
Baca: Transparansi DPR Bertumpu pada Partai
Sementara itu, penyalahgunaan wewenang yang seringkali menjadi mayoritas dilakukannya korupsi adalah penyuapan dengan jumlah 396 kasus.
Sedangkan dari data Indonesian Corruption Watch (ICW), Survei Global Corruption Barometer (GCB), dan Transparency International 2016, menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga yang dianggap korup. Sudah ada 64 anggota DPR dan DPRD yang menjadi pesakitan di KPK, termasuk di antaranya mantan ketua DPR Setya Novanto.
Jakarta: Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berupaya menjadikan DPR sebagai lembaga yang bersih dari korupsi. Salah satu caranya dengan mendesak pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Perjalanan Dinas Anggota DPR. Aturan itu harus sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 113 tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas Pejabat Negara.
"Kami akan mendesak pemerintah merevisi PP No. 61/90 sehingga isinya sejalan dengan PMK 113/2012, yaitu pertanggungjawaban biaya perjalanan harus berdasarkan biaya riil," ucap salah satu calon legislatif PSI, Dini Shanti Purwono, di DPP PSI, Jakarta, Minggu, 5 Agustus 2018.
Dini menambahkan, PSI juga mengupayakan terbangunnya mekanisme yang mewajibkan anggota DPR memberikan laporan secara langsung. Para kader PSI yang nantinya menjadi anggota legislatif juga harus bisa mempertanggungjawabkan laporan reses dan kunjungan kerja kepada publik secara online.
Tidak hanya itu, PSI juga mendesak agar sistem penggajian anggota DPR diubah dari multi pay menjadi single pay. "Kita juga akan mengupayakan agar anggota DPR melepaskan fungsi teknis seperti BURT kepada Sekretariat Jenderal," imbuhnya.
Dini melanjutkan, PSI juga akan mendorong transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran oleh DPR.
PSI sejak awal berkomitmen untuk membuat DPR bersih dari korupsi. Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebanyak 144 dari 739 orang yang ditahan karena kasus korupsi merupakan anggota DPR dan DPRD.
Baca: Transparansi DPR Bertumpu pada Partai
Sementara itu, penyalahgunaan wewenang yang seringkali menjadi mayoritas dilakukannya korupsi adalah penyuapan dengan jumlah 396 kasus.
Sedangkan dari data Indonesian Corruption Watch (ICW), Survei Global Corruption Barometer (GCB), dan Transparency International 2016, menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga yang dianggap korup. Sudah ada 64 anggota DPR dan DPRD yang menjadi pesakitan di KPK, termasuk di antaranya mantan ketua DPR Setya Novanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)