Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk, dijadikan nama jalan di DKI Jakarta. Pengusul diminta memilih tokoh Turki lainnya untuk diabadikan di Ibu Kota.
“Yaitu nama-nama tokoh Turki yang tidak kontroversial dan yang bisa hadirkan penguatan hubungan karena nama-nama itu begitu harum diterima masyarakat luas di Indonesia," kata Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid saat dihubungi, Selasa, 19 Oktober 2021.
Menurut dia, pemikiran Mustafa Kemal Attaturk tak cocok dengan warga Indonesia. Pasalnya, tokoh Turki itu disebut sebagai sosok yang antidemokrasi, islamophobia, dan dicap sebagai bapak sekulerisme Turki.
Baca: Jadi Nama Jalan di Jakarta, Ini Profil Mustafa Kemal Ataturk
Kondisi ini bertolak belakang dengan sosok Presiden Soekarno yang telah ditetapkan sebagai nama jalan di Kota Ankara, Turki. Presiden pertama Indonesia itu demokratis, religius, dan tidak sekuler.
"Meski sama-sama bergelar bapak bangsa, ada perbedaan yang mendalam antara Soekarno dan Ataturk," ungkap dia.
Eks Ketua MPR itu juga menegaskan pemberian nama hendaknya dalam rangka menghormati hubungan antara kedua negara. Langkah tersebut juga tidak harus bersifat timbal balik.
Dia mencontohkan Maroko yang telah mengabadikan Soekarno di Rabath. Hal itu dilakukan Maroko karena penghormatan atas jasa Soekarno terhadap bangsa-bangsa di Asia Afrika dan Gerakan Nonblok.
"Tanpa meminta nama Raja Maroko dijadikan sebagai nama jalan di Jakarta," ujar dia.
Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (
PKS) menolak Presiden pertama Turki,
Mustafa Kemal Ataturk, dijadikan nama jalan di DKI Jakarta. Pengusul diminta memilih tokoh Turki lainnya untuk diabadikan di Ibu Kota.
“Yaitu nama-nama tokoh
Turki yang tidak kontroversial dan yang bisa hadirkan penguatan hubungan karena nama-nama itu begitu harum diterima masyarakat luas di Indonesia," kata Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid saat dihubungi, Selasa, 19 Oktober 2021.
Menurut dia, pemikiran Mustafa Kemal Attaturk tak cocok dengan warga Indonesia. Pasalnya, tokoh Turki itu disebut sebagai sosok yang antidemokrasi, islamophobia, dan dicap sebagai bapak sekulerisme Turki.
Baca:
Jadi Nama Jalan di Jakarta, Ini Profil Mustafa Kemal Ataturk
Kondisi ini bertolak belakang dengan sosok Presiden Soekarno yang telah ditetapkan sebagai nama jalan di Kota Ankara, Turki. Presiden pertama Indonesia itu demokratis, religius, dan tidak sekuler.
"Meski sama-sama bergelar bapak bangsa, ada perbedaan yang mendalam antara Soekarno dan Ataturk," ungkap dia.
Eks Ketua MPR itu juga menegaskan pemberian nama hendaknya dalam rangka menghormati hubungan antara kedua negara. Langkah tersebut juga tidak harus bersifat timbal balik.
Dia mencontohkan Maroko yang telah mengabadikan Soekarno di Rabath. Hal itu dilakukan Maroko karena penghormatan atas jasa Soekarno terhadap bangsa-bangsa di Asia Afrika dan Gerakan Nonblok.
"Tanpa meminta nama Raja Maroko dijadikan sebagai nama jalan di Jakarta," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)