Jakarta: Guru Besar Perbandingan Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menilai menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memiliki pengetahuan yang memumpuni di dunia demokrasi. Diperlukan sosok yang dapat mengungguli kompentensi dari jajaran penyelenggara pemilu.
"Supaya dia (anggota DKPP) dihormati dia harus punya pengalaman dan pengetahuan yang lebih tinggi dari penyelenggara pemilu," ujar Ramlan dalam diskusi virtual, Minggu, 9 Agustus 2020.
Ia menyebut evaluasi itu menjadi keharusan. Supaya DKPP punya dasar yang jelas dalam memutus perkara etik.
Baca: DKPP Serahkan Nasib Evi kepada Presiden
Ramlan khawatir sanksi yang DKPP terhadap komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting terulang. Menurut dia, putusan DKPP tersebut tidak menjelaskan secara terang kode etik yang dilanggar Evi.
"Enggak dijelaskan melanggar kode etik apa dan tidak ada dalam (surat keputusan) SKnya itu," tuturnya.
DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Komisioner KPU, Evi Novida Ginting. Evi dianggap mengintervensi jajaran Komisioner KPU Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) pada penetapan calon legislatif DPRD Kalbar.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu tujuh Evi Novida Ginting selaku anggota KPU RI sejak keputusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan di Jakarta, 18 Maret 2020.
Jakarta: Guru Besar Perbandingan Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menilai menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memiliki pengetahuan yang memumpuni di dunia demokrasi. Diperlukan sosok yang dapat mengungguli kompentensi dari jajaran penyelenggara pemilu.
"Supaya dia (anggota DKPP) dihormati dia harus punya pengalaman dan pengetahuan yang lebih tinggi dari penyelenggara pemilu," ujar Ramlan dalam diskusi virtual, Minggu, 9 Agustus 2020.
Ia menyebut evaluasi itu menjadi keharusan. Supaya DKPP punya dasar yang jelas dalam memutus perkara etik.
Baca: DKPP Serahkan Nasib Evi kepada Presiden
Ramlan khawatir sanksi yang DKPP terhadap komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting terulang. Menurut dia, putusan DKPP tersebut tidak menjelaskan secara terang kode etik yang dilanggar Evi.
"Enggak dijelaskan melanggar kode etik apa dan tidak ada dalam (surat keputusan) SKnya itu," tuturnya.
DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Komisioner KPU, Evi Novida Ginting. Evi dianggap mengintervensi jajaran Komisioner KPU Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) pada penetapan calon legislatif DPRD Kalbar.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu tujuh Evi Novida Ginting selaku anggota KPU RI sejak keputusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan di Jakarta, 18 Maret 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)