Jakarta: Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) menyebut jamu dari Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 DPR perlu dikaji secara ilmiah. Pasalnya, tiga jamu yang dibagikan secara cuma-cuma itu tidak ditujukan untuk menyembuhkan virus korona.
"Klaim jamu itu di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk stamina, daya tahan tubuh, masuk angin, belum ada spesifik untuk covid-19," kata Ketua Umum PDPOTJI, Inggrid Tania, kepada Medcom.id, Minggu, 3 Mei 2020.
Inggrid menyayangkan Satgas Lawan Covid-19 DPR membagikan jamu itu kepada sejumlah rumah sakit rujukan virus korona. Beberapa dokter mengaku dilema ketika harus memberikan jamu yang belum diketahui efeknya kepada pasien.
"Jika terjadi sesuatu kepada pasiennya, dokter harus bertanggungjawab. Ini beratnya jadi dokter," tutur dia.
Dokter yang menggeluti dunia herbal itu meminta Kementerian Kesehatan mengkaji layak atau tidak jamu itu diberikan untuk pasien covid-19. Dia juga menyoroti jamu herbavid-19 yang baru saja mendapatkan nomer izin edar (NIM) dari BPOM dalam waktu tiga hari.
"Belum diilakukan uji keamanan untuk herbavid-19, apakah ada toksisitas atau rekasi racun, uji klinik penelitian pada pasien. Itu harus diuji baru diedarkan ke rumah sakit," jelas Inggrid.
DPR membagikan tiga jamu kepada pasien positif covid-19 ke sejumlah rumah sakit rujukan. Jamu tersebut ialah herbavid-19, Linhua Qingwen Jiaonang, dan Hua Xiang Zheng Qi Kou Fu Ye.
Jamu tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Peredaran herbavid-19 sudah dilakukan sebelum mendapatkan NIE dari BPOM.
Sementara itu, dua jamu yang diimpor dari Tiongkok telah mendapatkan izin edar BPOM. Namun, jamu itu diperuntukan untuk gejala sakit diare, masuk angin, kembung, hingga tenggorokan.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Mayagustina Andarini mengatakan NIE herbavid-19 diterbitkan dengan klaim membantu memelihara daya tahan tubuh, pereda batuk, demam, dan melegakan tenggorokan. Produk itu tidak didistribusikan secara komersial.
“Jadi hanya untuk keperluan terbatas seperti donasi,” ujar Maya, kepada Medcom.id, Sabtu, 2 Mei 2020.
Penerbitan NIE untuk penanganan korona membutuhkan waktu tiga hingga delapan hari. Hal ini tergantung tingkat kesulitan, kompleksitas formula, dan metode pembuatan yang digunakan.
Baca: IDI Minta Khasiat Jamu Korona DPR Diuji
Mayagustina menyebut evaluasi penerbitan NIE dilakukan bila sudah ada data empiris. Data itu menjadi referensi penilaian sehingga memudahkan dan mempercepat proses evaluasi.
“Obat herbal Satuan Tugas Lawan Covid-19 DPR sudah memiliki data empiris sehingga mempercepat evaluasi,” tutur Mayagustina.
Jakarta: Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) menyebut jamu dari Satuan Tugas (Satgas) Lawan
Covid-19 DPR perlu dikaji secara ilmiah. Pasalnya, tiga jamu yang dibagikan secara cuma-cuma itu tidak ditujukan untuk menyembuhkan virus korona.
"Klaim jamu itu di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk stamina, daya tahan tubuh, masuk angin, belum ada spesifik untuk covid-19," kata Ketua Umum PDPOTJI, Inggrid Tania, kepada
Medcom.id, Minggu, 3 Mei 2020.
Inggrid menyayangkan Satgas Lawan Covid-19 DPR membagikan jamu itu kepada sejumlah rumah sakit rujukan virus korona. Beberapa dokter mengaku dilema ketika harus memberikan jamu yang belum diketahui efeknya kepada pasien.
"Jika terjadi sesuatu kepada pasiennya, dokter harus bertanggungjawab. Ini beratnya jadi dokter," tutur dia.
Dokter yang menggeluti dunia herbal itu meminta Kementerian Kesehatan mengkaji layak atau tidak jamu itu diberikan untuk pasien covid-19. Dia juga menyoroti jamu herbavid-19 yang baru saja mendapatkan nomer izin edar (NIM) dari BPOM dalam waktu tiga hari.
"Belum diilakukan uji keamanan untuk herbavid-19, apakah ada toksisitas atau rekasi racun, uji klinik penelitian pada pasien. Itu harus diuji baru diedarkan ke rumah sakit," jelas Inggrid.
DPR membagikan tiga jamu kepada pasien positif covid-19 ke sejumlah rumah sakit rujukan. Jamu tersebut ialah herbavid-19, Linhua Qingwen Jiaonang, dan Hua Xiang Zheng Qi Kou Fu Ye.
Jamu tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Peredaran herbavid-19 sudah dilakukan sebelum mendapatkan NIE dari BPOM.
Sementara itu, dua jamu yang diimpor dari Tiongkok telah mendapatkan izin edar BPOM. Namun, jamu itu diperuntukan untuk gejala sakit diare, masuk angin, kembung, hingga tenggorokan.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Mayagustina Andarini mengatakan NIE herbavid-19 diterbitkan dengan klaim membantu memelihara daya tahan tubuh, pereda batuk, demam, dan melegakan tenggorokan. Produk itu tidak didistribusikan secara komersial.
“Jadi hanya untuk keperluan terbatas seperti donasi,” ujar Maya, kepada Medcom.id, Sabtu, 2 Mei 2020.
Penerbitan NIE untuk penanganan korona membutuhkan waktu tiga hingga delapan hari. Hal ini tergantung tingkat kesulitan, kompleksitas formula, dan metode pembuatan yang digunakan.
Baca:
IDI Minta Khasiat Jamu Korona DPR Diuji
Mayagustina menyebut evaluasi penerbitan NIE dilakukan bila sudah ada data empiris. Data itu menjadi referensi penilaian sehingga memudahkan dan mempercepat proses evaluasi.
“Obat herbal Satuan Tugas Lawan Covid-19 DPR sudah memiliki data empiris sehingga mempercepat evaluasi,” tutur Mayagustina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)