Jakarta: Pemerintah didorong melakukan pendekatan kesejahteraan menuntaskan permasalahan di Papua. Kekejaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua diyakini bakal berakhir jika strategi ini dilakukan.
"Pendekatan Negara untuk Papua, terhadap isu-isu di Papua, dengan tentunya pendekatan penanganan mengedepankan kesejahteraan,” kata Sekretaris Jenderal Persaudaraan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara Faisal Anwar dalam diskusi virtual, Kamis, 23 September 2021.
Baca: PON dan Otsus Dorong Pembangunan SDM Papua
Menurut dia, akar masalah Papua yakni kesenjangan kesejahteraan dengan wilayah lain di Indonesia. Meski ada Otonomi Khusus di Papua, namun masih butuh peningkatan.
Di sisi lain, pendekatan kesejahteraan perlu diimbangi dengan penghapusan diskriminasi ras di sana. Faisal menyebut, aspek sosial harus mendapat perhatian serius.
Dia mengingatkan sejarah kelam terkait operasi militer di sana saat Orde Baru. Faisal mengatakan stigma itu harus dihapus, untuk menghilangkan kesan diskriminasi bagi warga Papua.
“Itu menjadi stigma yang cukup negatif bagi warga sipil di Papua dan ini masih tetap membekas di sana," kata dia.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, membeberkan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah di Papua. Dia menyebut pendekatan budaya, ekonomi, hingga politik telah dilakukan.
Pemerintah, kata dia, telah membangun infrastruktur berupa jalan trans-Papua sepanjang 345 kilometer. Hal tersebut dilakukan untuk pemerataan kesejahteraan warga Papua.
"Itu semua sebagai bagian dari evaluasi pemerintah. Kenapa rakyat Papua masih tertinggal di dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, dan lain-lain? Itu yang menjadi evaluasinya," kata Syaifullah.
Di sisi lain, dia mengakui kebijakan Otonomi Khusus Papua belum efektif. Sehingga, dalam revisi aturan terakti, diputuskan bahwa kebijakan itu tidak hanya disalurkan ke pemerintah provinsi, melainkan hingga ke kabupaten melalui pengawasan Kementerian Keuangan.
Syaifullah sedikit menyinggung terkait konflik Papua yang meningkat belakangan. Kemungkinan, kata dia, karena ada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Ini karena mungkin ada sidang umum PBB, di mana pihak-pihak tertentu seolah-olah menempatkan pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran HAM berat. Padahal itu berbeda di lapangan," kata dia.
Jakarta: Pemerintah didorong melakukan pendekatan kesejahteraan menuntaskan permasalahan di Papua. Kekejaman
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)
Papua diyakini bakal berakhir jika strategi ini dilakukan.
"Pendekatan Negara untuk Papua, terhadap isu-isu di Papua, dengan tentunya pendekatan penanganan mengedepankan kesejahteraan,” kata Sekretaris Jenderal Persaudaraan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara Faisal Anwar dalam diskusi virtual, Kamis, 23 September 2021.
Baca:
PON dan Otsus Dorong Pembangunan SDM Papua
Menurut dia, akar masalah Papua yakni kesenjangan kesejahteraan dengan wilayah lain di Indonesia. Meski ada
Otonomi Khusus di Papua, namun masih butuh peningkatan.
Di sisi lain, pendekatan kesejahteraan perlu diimbangi dengan penghapusan diskriminasi ras di sana. Faisal menyebut, aspek sosial harus mendapat perhatian serius.
Dia mengingatkan sejarah kelam terkait operasi militer di sana saat Orde Baru. Faisal mengatakan stigma itu harus dihapus, untuk menghilangkan kesan diskriminasi bagi warga Papua.
“Itu menjadi stigma yang cukup negatif bagi warga sipil di Papua dan ini masih tetap membekas di sana," kata dia.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, membeberkan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah di Papua. Dia menyebut pendekatan budaya, ekonomi, hingga politik telah dilakukan.
Pemerintah, kata dia, telah membangun infrastruktur berupa jalan trans-Papua sepanjang 345 kilometer. Hal tersebut dilakukan untuk pemerataan kesejahteraan warga Papua.
"Itu semua sebagai bagian dari evaluasi pemerintah. Kenapa rakyat Papua masih tertinggal di dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, dan lain-lain? Itu yang menjadi evaluasinya," kata Syaifullah.
Di sisi lain, dia mengakui kebijakan Otonomi Khusus Papua belum efektif. Sehingga, dalam revisi aturan terakti, diputuskan bahwa kebijakan itu tidak hanya disalurkan ke pemerintah provinsi, melainkan hingga ke kabupaten melalui pengawasan Kementerian Keuangan.
Syaifullah sedikit menyinggung terkait konflik Papua yang meningkat belakangan. Kemungkinan, kata dia, karena ada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Ini karena mungkin ada sidang umum PBB, di mana pihak-pihak tertentu seolah-olah menempatkan pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran HAM berat. Padahal itu berbeda di lapangan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)