Jakarta: Tarik-menarik posisi lembaga pengelola data disebut sebagai biang mandeknya pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersikukuh otoritas itu ada di bawah mereka. Sebaliknya, DPR ingin agar otoritas itu berdiri sendiri alias independen.
"Jadi posisinya saling sandera. DPR enggak mau lembaga pengelola data di bawah Kemkominfo. Masa pemain jadi wasit," kata Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg), Willy Aditya, kepada Medcom.id, baru-baru ini.
Merujuk pada Regulasi Umum Perlindungan Data Uni Eropa (EU GDPR), lembaga pengelola data idealnya bersifat independen. EU GDPR adalah regulasi dalam hukum Uni Eropa yang mengatur pelindungan data pribadi di dalam maupun di luar anggota Uni Eropa.
Baca: Kehadiran UU PDP Membentengi Kebocoran Data Penduduk
"Kita bisa seperti itu (EU GDPR) karena dia memiliki fungsi adjudikasi (penyelesaian perkara di pengadilan)," kata politisi Partai NasDem ini.
Willy berharap RUU PDP bisa selesai pada masa sidang saat ini. Paling telat, bisa disahkan pada 19 Juli 2021. Lewat dari itu, RUU PDP bisa kedaluwarsa dan dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
"Karena surpres (surat presiden) RUU ini diajukan pada Januari 2020. Artinya sudah 1,5 tahun berjalan," kata dia.
Berdasarkan tata tertib DPR, pembahasan RUU maksimal tiga kali masa sidang ditambah dua kali masa sidang. Sementara itu, masa sidang saat ini adalah perpanjangan terakhir.
"Kalau belum selesai, di-drop tuh RUU. Enggak masuk lagi tuh. Kecuali di-take over oleh DPR," ujar Willy.
Pengesahan RUU PDP menjadi mendesak dengan mencuatnya kasus kebocoran data penduduk, khususnya di bidang kesehatan. Diduga, sebanyak 279 juta data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, bocor dan diperdagangkan via online.
Informasi yang bocor didasarkan pada struktur data yang terdiri atas nomor kartu (noka), kode kantor, data keluarga/data tanggungan, dan status pembayaran. Sejumlah tautan yang teridentifikasi memungkinkan pengunduhan data sudah diblokir Kemkominfo.
Jakarta: Tarik-menarik posisi lembaga pengelola data disebut sebagai biang mandeknya pengesahan Rancangan Undang-Undang
Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersikukuh otoritas itu ada di bawah mereka. Sebaliknya, DPR ingin agar otoritas itu berdiri sendiri alias independen.
"Jadi posisinya saling sandera.
DPR enggak mau lembaga pengelola data di bawah Kemkominfo. Masa pemain jadi wasit," kata Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg), Willy Aditya, kepada
Medcom.id, baru-baru ini.
Merujuk pada Regulasi Umum Perlindungan Data Uni Eropa (EU GDPR), lembaga pengelola data idealnya bersifat independen. EU GDPR adalah regulasi dalam hukum Uni Eropa yang mengatur pelindungan data pribadi di dalam maupun di luar anggota Uni Eropa.
Baca:
Kehadiran UU PDP Membentengi Kebocoran Data Penduduk
"Kita bisa seperti itu (EU GDPR) karena dia memiliki fungsi adjudikasi (penyelesaian perkara di pengadilan)," kata politisi Partai NasDem ini.
Willy berharap RUU PDP bisa selesai pada masa sidang saat ini. Paling telat, bisa disahkan pada 19 Juli 2021. Lewat dari itu, RUU PDP bisa kedaluwarsa dan dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
"Karena surpres (surat presiden) RUU ini diajukan pada Januari 2020. Artinya sudah 1,5 tahun berjalan," kata dia.
Berdasarkan tata tertib DPR, pembahasan RUU maksimal tiga kali masa sidang ditambah dua kali masa sidang. Sementara itu, masa sidang saat ini adalah perpanjangan terakhir.
"Kalau belum selesai, di-
drop tuh RUU. Enggak masuk lagi tuh. Kecuali di-
take over oleh DPR," ujar Willy.
Pengesahan RUU PDP menjadi mendesak dengan mencuatnya kasus kebocoran data penduduk, khususnya di bidang kesehatan. Diduga, sebanyak 279 juta data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, bocor dan diperdagangkan via
online.
Informasi yang bocor didasarkan pada struktur data yang terdiri atas nomor kartu (noka), kode kantor, data keluarga/data tanggungan, dan status pembayaran. Sejumlah tautan yang teridentifikasi memungkinkan pengunduhan data sudah diblokir Kemkominfo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)