medcom.id, Rembang: Ribuan buruh bongkar muat ikan di Pelabuhan Tasik Agung, Rembang, Jawa Tengah, menanti kejelasan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang. Bila dilarang, buruh yang rata-rata ibu-ibu itu bakal kehilangan mata pencaharian utamanya.
Suminah salah satunya. Ibu empat anak ini mengaku kehidupan ekonominya lancar. Per hari, dia bisa mendapat upah sekitar Rp70 ribu hingga Rp75 ribu.
"Sekarang kehidupan keluarga saya masih baik, enggak tahu besok-besok seperti apa karena katanya cantrang mau dilarang. Sekarang bisa menyekolahkan anak, beli motor karena ada nelayan cantrang," ujar Suminah di Pelabuhan Tasik Agung, Rembang, Jawa Tengah, Jumat 3 November 2017.
Upah buruh bongkar muat di Pelabuhan Tasik Agung berbeda-beda, tergantung besar kecilnya kapal cantrang. Untuk kapal kecil berukuran 30 hinga 49 gross ton (GT), upahnya berkisar Rp50 ribu per hari. Sementara itu, kapal ukuran 90-100 GT sebesar Rp70 ribu sampai Rp75 ribu.
Anggota Aliansi Nelayan Indonesia (ANI) Lestari Priyanto mengatakan, di Rembang, ada sebanyak 330 kapal cantrang. Setiap kapalnya terdiri dari 50-100 buruh bongkar muat ikan.
"Kalau cantrang dilarang, misalnya per kapalnya 70 orang rata-ratanya, itu sudah ada 23 ribu buruh yang kena imbasnya. Belum lagi anak-anaknya yang secara tidak langsung juga bakal kena dampak ekonominya," kata Lestari yang juga berprofesi sebagai pemilik keranjang bongkar muat ikan.
Menurut dia, pelarangan cantrang berdampak besar pada kondisi sosial dan ekonomi nelayan. Bila cantrang disebut merusak lingkungan, Lestari meminta Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) ikut melakukan uji petik bersama nelayan dan para ahli.
Pemilik pabrik pengolahan ikan, Yoyok, senada. Dia tak bisa membayangkan bila cantrang dilarang. Pasalnya, ratusan pekerjanya juga bakal kehilangan pekerjaan.
Baca: ?Cantrang Dilarang, PAD Rembang Melorot
"Kalau dilarang ya enggak ada yang bisa kerja, karena enggak ada yang bisa diproses. Seluruh ikan yang diolah di sini pakai ikan-ikan cantrang semuanya," papar dia.
Yoyok setuju dilakukan uji petik. Dia menyebut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan kebijakan berdasarkan hasil kajian sendiri, tidak melibatkan ahli dan nelayan.
"Jangan suka-sukanya sendiri mengeluarkan peraturan. Saya setuju dilarang, tapi juga dikasih solusi," pungkas Yoyok.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GbmJ6RLk" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Rembang: Ribuan buruh bongkar muat ikan di Pelabuhan Tasik Agung, Rembang, Jawa Tengah, menanti kejelasan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang. Bila dilarang, buruh yang rata-rata ibu-ibu itu bakal kehilangan mata pencaharian utamanya.
Suminah salah satunya. Ibu empat anak ini mengaku kehidupan ekonominya lancar. Per hari, dia bisa mendapat upah sekitar Rp70 ribu hingga Rp75 ribu.
"Sekarang kehidupan keluarga saya masih baik, enggak tahu besok-besok seperti apa karena katanya cantrang mau dilarang. Sekarang bisa menyekolahkan anak, beli motor karena ada nelayan cantrang," ujar Suminah di Pelabuhan Tasik Agung, Rembang, Jawa Tengah, Jumat 3 November 2017.
Upah buruh bongkar muat di Pelabuhan Tasik Agung berbeda-beda, tergantung besar kecilnya kapal cantrang. Untuk kapal kecil berukuran 30 hinga 49 gross ton (GT), upahnya berkisar Rp50 ribu per hari. Sementara itu, kapal ukuran 90-100 GT sebesar Rp70 ribu sampai Rp75 ribu.
Anggota Aliansi Nelayan Indonesia (ANI) Lestari Priyanto mengatakan, di Rembang, ada sebanyak 330 kapal cantrang. Setiap kapalnya terdiri dari 50-100 buruh bongkar muat ikan.
"Kalau cantrang dilarang, misalnya per kapalnya 70 orang rata-ratanya, itu sudah ada 23 ribu buruh yang kena imbasnya. Belum lagi anak-anaknya yang secara tidak langsung juga bakal kena dampak ekonominya," kata Lestari yang juga berprofesi sebagai pemilik keranjang bongkar muat ikan.
Menurut dia, pelarangan cantrang berdampak besar pada kondisi sosial dan ekonomi nelayan. Bila cantrang disebut merusak lingkungan, Lestari meminta Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) ikut melakukan uji petik bersama nelayan dan para ahli.
Pemilik pabrik pengolahan ikan, Yoyok, senada. Dia tak bisa membayangkan bila cantrang dilarang. Pasalnya, ratusan pekerjanya juga bakal kehilangan pekerjaan.
Baca: ?Cantrang Dilarang, PAD Rembang Melorot
"Kalau dilarang ya enggak ada yang bisa kerja, karena enggak ada yang bisa diproses. Seluruh ikan yang diolah di sini pakai ikan-ikan cantrang semuanya," papar dia.
Yoyok setuju dilakukan uji petik. Dia menyebut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan kebijakan berdasarkan hasil kajian sendiri, tidak melibatkan ahli dan nelayan.
"Jangan suka-sukanya sendiri mengeluarkan peraturan. Saya setuju dilarang, tapi juga dikasih solusi," pungkas Yoyok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)