Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra menganggap Perppu Ormas merupakan sebuah kemunduran dalam demokrasi. (Foto: Antara/M Agung Rajasa).
Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra menganggap Perppu Ormas merupakan sebuah kemunduran dalam demokrasi. (Foto: Antara/M Agung Rajasa).

Yusril Menganggap Perppu Ormas Kemunduran Demokrasi

Whisnu Mardiansyah • 13 Juli 2017 05:01
medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra menilai beberapa pasal Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bias dan tumpang tindih. Yusril khawatir perppu ini dijadikan alat pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang.
 
"Dengan terbitnya perppu ini adalah kemunduran bagi demokrasi kita ini. Satu langkah mundur. Dulu itu segala sesuatunya diputuskan oleh pengadilan sekarang ini bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah," kata Yusril di markas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jalan Dr. Soepomo, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu 12 Juli 2017 malam.
 
Kata Yusril, yang paling mengkhawatirkan adalah pasal 59 ayat 4 yang menyebutkan bahwa ormas dilarang untuk menganut dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Mantan Menkumham itu menilai pasal tersebut bisa menjadi pasal karet mengingat paham yang bertentangan dengan Pancasila adalah atheisme, fasisme dan komunisme.

"Seperti kita tahu dari zaman ke zaman tafsir tentang bertentangan dengan Pancasila berbeda-beda. Dan selalu tafsir itu dimonopoli oleh pemerintah," ujarnya.
 
Kemudian untuk pasal 59 ayat 3 disebutkan larangan melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA. Sementara aturan yang sama sudah tertuang dalam pasal 126 KUHP.  Yusril menyebut aturan dalam pasal ini tumpang tindih.
 
"Sanksi hukumnya berbeda. Jadi yang mana yang mau dipakai. Jadi ini tidak menjamin adanya suatu kepastian hukum," tegasnya.
 
(Baca: Anggota Ormas Pelanggar Perppu Terancam Pidana Seumur Hidup)
 
Lanjutnya, dalam pasal 59 disebutkan yang dilarang menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila itu adalah ormas. Tapi pasal 82 justru menyebut setiap orang, baik yang menjadi pimpinan dan anggota ormas itu bisa dipidana jika melanggar pasal 59 tersebut.
 
"Ini kan jadi tidak jelas. Di satu pihak ia mengatur kejahatan korporasi, di lain pihak ia mengatur sanksi pihak bagi orang yang menjadi anggota organisasi itu. Bisa bayangkan bila ormas itu punya satu juta anggota. Ini bisa membuka peluang tindakan semena-mena di lapangan," tutupnya
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan