Jakarta: Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah diputuskan menjadi prioritas pembahasan DPR. RUU PKS dinilai harus terdapat enam elemen kunci.
Hal tersebut Komisioner Komisi Nasional Anti-kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherwati, saat acara Media Talk, Jumat, 22 Februari 2019.
Dari enam elemen kunci tersebut yang pertama mencegah kekerasan seksual agar kekerasan seksual tidak terjadi.
“Kedua menindak pelaku kekerasan seksual, termasuk yang disebut dengan rehabnya. Jenis tindak pidananya. Hukum acara yang tidak memadai,” ujar Nur di Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Ia juga menambahkan bahwa selama ini KUHAP, yang ada masih melindungi tersangka maupun terdakwa. Belum mengakomodir korban. "KUHAP yang kita punya untuk memberikan jaminan kepada tersangka, terdakwa. Untuk korban tidak ada pengaturan perlindungannya,” terangnya.
Baca: RUU PKS Tak Akan Bertentangan dengan Agama
Kemudian yang ketiga memulihkan korbannya. Keempat, meletakkan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Peran masyarakat dan tokoh menjadi penting, lanjutnya, terkait apa saja yang harus dilakukan. Untuk bisa mengedukasi masyarakat soal kekerasan seksual. "Kekerasan seksual tidak boleh dilakukan, kalau sudah terjadi langkahnya apa,” kata Sri.
Sebelumnya Sri mengatakan RUU PKS menjadi darurat, bukan karena sekadar angka. Melainkan layanan terhadap korban kekerasan seksual itu juga tidak cukup memadai.
"Dari sekian ratus kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan hanya 10 persen, yang masuk ke persidangan jadi 5 persen, yang divonis dengan hukuman, mungkin sekitar 2-3 persen,” ujarnya.
Jakarta: Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah diputuskan menjadi prioritas pembahasan DPR. RUU PKS dinilai harus terdapat enam elemen kunci.
Hal tersebut Komisioner Komisi Nasional Anti-kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherwati, saat acara Media Talk, Jumat, 22 Februari 2019.
Dari enam elemen kunci tersebut yang pertama mencegah kekerasan seksual agar kekerasan seksual tidak terjadi.
“Kedua menindak pelaku kekerasan seksual, termasuk yang disebut dengan rehabnya. Jenis tindak pidananya. Hukum acara yang tidak memadai,” ujar Nur di Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Ia juga menambahkan bahwa selama ini KUHAP, yang ada masih melindungi tersangka maupun terdakwa. Belum mengakomodir korban. "KUHAP yang kita punya untuk memberikan jaminan kepada tersangka, terdakwa. Untuk korban tidak ada pengaturan perlindungannya,” terangnya.
Baca: RUU PKS Tak Akan Bertentangan dengan Agama
Kemudian yang ketiga memulihkan korbannya. Keempat, meletakkan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Peran masyarakat dan tokoh menjadi penting, lanjutnya, terkait apa saja yang harus dilakukan. Untuk bisa mengedukasi masyarakat soal kekerasan seksual. "Kekerasan seksual tidak boleh dilakukan, kalau sudah terjadi langkahnya apa,” kata Sri.
Sebelumnya Sri mengatakan RUU PKS menjadi darurat, bukan karena sekadar angka. Melainkan layanan terhadap korban kekerasan seksual itu juga tidak cukup memadai.
"Dari sekian ratus kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan hanya 10 persen, yang masuk ke persidangan jadi 5 persen, yang divonis dengan hukuman, mungkin sekitar 2-3 persen,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)