Primetime News
Surya Paloh Beberkan Kriteria Sosok yang Layak Jadi Presiden
MetroTV • 07 Juni 2022 23:32
Jakarta: Pemilihan presiden (Pilpres) akan digelar pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024. Hingar-bingar pesta demokrasi yang mulai terasa bakal menentukan arah Indonesia.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh berbicara banyak soal kontestasi yang mulai terasa. Dia juga mengungkap sejulah karakter yang harus dimiliki calon pemimpin. Berikut perbincangan jurnalis Metro TV Aviani Maliq bersama Surya Paloh dalam program Primetime News pada Selasa, 7 Juni 2022:
Pak Surya, kita lanjutkan diskusi ini. Ketika tadi bapak mengangkat bahwa harus ada kesamaan visi untuk menjaga bangsa ini, keberlangsungannya ke depan. Dan kita tahu bagaimana tokoh pemimpin menjadi tokoh yang sentral untuk membawa obor itu, tonggak itu. Seperti apa sih sebenarnya, sosok yang dibutuhkan ke depan, Pak? Dan apakah ada dalam pandangan Bapak, tokoh yang mengarah ke sana?
Ya, subjektivitas itu menyebabkan kriteria sosok seperti apa yang paling ideal tentu berbeda. Relatif sekali, dari perspektif yang berbeda-beda.
Tapi yang pasti kita sepakat, siapapun anak bangsa ini yang mempunyai dasar kepemimpinan relatif disertai dengan niat baik, ya. Berkat dan reputasi yang sudah relatif baik, ya kan.
Kemudian, dia juga mendapatkan, katakanlah dukungan masyarakat. Kita doakan supaya itulah yang bisa kita peroleh. Karena kalau kita mendefinisikan siapa dia.
Terpaku hanya pada nama?
Pada nama, saya pikir kita akan sulit, Avi.
Ya kan. Ada proses demokrasi. Ada pula proses penjaringan, ada menominasikan, proses pencalonan, baru proses yang diakhiri dengan keterpilihan. Dan proses ini terjadi interaksi, dinamika, dan macem-macem.
Tetapi satu hal yang kita harapkan, kompetisi ini harus bisa perankan dengan kompetisi yang saling membuat hati kita ini berbangga hati ikut dalam berkompetisi.
Bukan saling merusak, menjatuhkan. Kompetisi bisa juga dalam harmoni.
Nah, disinilah peran sebenarnya yang bisa kita lihat. Ketika start awal saja, sudah dimulai dengan hal yang baik. Itu harapan kita. Ya, Insya Allah mungkin hasilnya akan baik.
Baca: Surya Paloh Bicara Soal Politik Indonesia: Pemilu 2024 Hingga Iklim Demokrasi
Saya berpikir positive thinking saja ya, jadi sosok yang bagaimana? Sosok yang selalu kita bisa rasakan menawarkan pikiran-pikiran yang terbaik. Yang tidak berhenti pada selfish.
Soal ego?
Ego, ya. Pembenaran dirinya semata-mata, kepentingan partainya semata-mata. Istilahnya kita, kalau bisa kita mengharapkan mereka yang punya sarat dengan semangat kenegarawanan.
Tidak hanya berhenti sebagai politisi. Dia seorang latar belakang politisi atau non-politisi, tapi terpancar, tergetar. Ya kan. Ada tekad semangat.
Dialah, seorang negarawan. Jadi tumpuan harapan kita semua. (Tertawa lepas)
Jadi bukan hanya mencari nilai seorang pemimpin?
Bukan.
Tetapi, kedepannya sebagai seorang negarawan?
Negarawan.
Dalam sebuah kontestasi, kadang juga ada pihak yang merasa kemenangan satu-satunya tujuan. Bahkan menghalalkan segala cara. Apa esensi lebih dari sekadar menang dalam pesta demokrasi, Pak Surya?
Miskin sekali, kering sekali, sedih sekali, kita bicara kemenangan dan berhenti untuk kemenangan. Itu saya pikir tidak tepat sekali. Kemenangan diperlukan, harus diperjuangkan.
Tapi bukan hanya sekadar berhenti untuk kemenangan. Tapi kita mau kemenangan yang harus memberikan makna, memberikan arti dari menang. Untuk apa?
Untuk apa menang kemudian semua luluh lantah ya, pak?
Ya, untuk memberikan kemenangan itu kepada semua pihak. Paling tidak, menghindarkan upaya dan pikiran-pikiran yang semakin mengecilkan satu sama lain.
Yang membuat kita terbelah sebagai satu bangsa. Nggak ada arti kemenangan seperti itu. Jadi kemenangan yang harus memberikan sebuah arti.
Kemenangan yang harus memberikan sebuah arti. Pak Surya, sejauh pandangan Bapak Presiden (Joko Widodo) saat ini, sejauh mana berperan dalam menentukan keberlanjutan kepemimpinan dan juga program nasional ke depan?
Amat sangat. Beliau presiden yang efektif dan masih memiliki seluruh otoritas yang dimilikinya, dalam model dan sistem konstitusi yang presidensial. Sampai berakhirnya masa jabatan beliau nanti, dengan dilantiknya presiden baru.
Seluruh hal-hal yang mengikat atas dasar sumpah dan jabatan, itu masih efektif. Jadi tergantung kepada Bapak Presiden (Jokowi) sekarang ini. Mengambil sikap hanya melihat-lihat, siapa barangkali nanti yang akan terpilih menjadi presiden yang akan datang. Atau barangkali, beliau juga berharap bahwasanya ada presiden yang terpilih nanti, barangkali secara emosional, konsepsi, gagasan, pikiran, yang tidak terlalu jauh dengan dirinya.
Supaya bisa terestafetkan (kerjanya) ya, Pak?
Bisa terestafet, mungkin continuity pembangunan yang diharapkan. Tapi itu hal yang bagus sebenarnya, bukan hanya wajar. Menurut saya itu bagus.
Cuma di sana juga harus kita tetap ingatkan, presiden itu bukan sekadar presiden. Bukan hanya sekadar kepala pemerintahan, tetapi juga sekaligus beliau sebagai kepala negara. Apa artinya? Beda peran posisi kepala pemerintahan.
Baca: Surya Paloh: Pemilu 2024 Momentum Membangun Kesadaran Publik
Ada lah, tingkat lebih luas itu melekat sebagai kepala negara. Beliau adalah milik semua kelompok, semua golongan, semua individu yang ada di negeri ini. Baik dalam partai mendukungnya, ataupun partai tidak mendukungnya.
Beliau sebagai kepala negara. Itu kita harus ingatkan juga.
Menarik sekali Pak Surya. Kita akan bahas lebih jauh. Salah satunya adalah yang dikhawatirkan dalam pesta demokrasi di depan. Di mana pemilu biasanya menyisakan polarisasi yang ternyata kita tahu tidak berujung pada kebaikan dan produktivitas bangsa, berujung menjadi sebuah politik kebencian.
Lalu bagaimana kita mencegah ini? Dan menjaga martabat negara kita?
(Hana Nushratu)
Untuk apa menang kemudian semua luluh lantah ya, pak?
Ya, untuk memberikan kemenangan itu kepada semua pihak. Paling tidak, menghindarkan upaya dan pikiran-pikiran yang semakin mengecilkan satu sama lain.
Yang membuat kita terbelah sebagai satu bangsa. Nggak ada arti kemenangan seperti itu. Jadi kemenangan yang harus memberikan sebuah arti.
Kemenangan yang harus memberikan sebuah arti. Pak Surya, sejauh pandangan Bapak Presiden (Joko Widodo) saat ini, sejauh mana berperan dalam menentukan keberlanjutan kepemimpinan dan juga program nasional ke depan?
Amat sangat. Beliau presiden yang efektif dan masih memiliki seluruh otoritas yang dimilikinya, dalam model dan sistem konstitusi yang presidensial. Sampai berakhirnya masa jabatan beliau nanti, dengan dilantiknya presiden baru.
Seluruh hal-hal yang mengikat atas dasar sumpah dan jabatan, itu masih efektif. Jadi tergantung kepada Bapak Presiden (Jokowi) sekarang ini. Mengambil sikap hanya melihat-lihat, siapa barangkali nanti yang akan terpilih menjadi presiden yang akan datang. Atau barangkali, beliau juga berharap bahwasanya ada presiden yang terpilih nanti, barangkali secara emosional, konsepsi, gagasan, pikiran, yang tidak terlalu jauh dengan dirinya.
Supaya bisa terestafetkan (kerjanya) ya, Pak?
Bisa terestafet, mungkin continuity pembangunan yang diharapkan. Tapi itu hal yang bagus sebenarnya, bukan hanya wajar. Menurut saya itu bagus.
Cuma di sana juga harus kita tetap ingatkan, presiden itu bukan sekadar presiden. Bukan hanya sekadar kepala pemerintahan, tetapi juga sekaligus beliau sebagai kepala negara. Apa artinya? Beda peran posisi kepala pemerintahan.
Baca:
Surya Paloh: Pemilu 2024 Momentum Membangun Kesadaran Publik
Ada lah, tingkat lebih luas itu melekat sebagai kepala negara. Beliau adalah milik semua kelompok, semua golongan, semua individu yang ada di negeri ini. Baik dalam partai mendukungnya, ataupun partai tidak mendukungnya.
Beliau sebagai kepala negara. Itu kita harus ingatkan juga.
Menarik sekali Pak Surya. Kita akan bahas lebih jauh. Salah satunya adalah yang dikhawatirkan dalam pesta demokrasi di depan. Di mana pemilu biasanya menyisakan polarisasi yang ternyata kita tahu tidak berujung pada kebaikan dan produktivitas bangsa, berujung menjadi sebuah politik kebencian.
Lalu bagaimana kita mencegah ini? Dan menjaga martabat negara kita?
(Hana Nushratu) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)