Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong. Dok. Istimewa
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong. Dok. Istimewa

Kominfo Kaji Kemungkinan Revisi UU KIP, Ini Alasannya

Achmad Zulfikar Fazli • 31 Oktober 2023 17:22
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak sejumlah pemangku kepentingan untuk mengkaji kemungkinan merevisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Implementasi UU yang telah berjalan selama 15 tahun itu dinilai masih menghadapi kendala dalam berbagai hal, seperti kelembagaan, klasifikasi informasi, pemenuhan hak dan kewajiban pemohon informasi, badan publik, serta sanksi hukum.
 
"Ini pondasi penting yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan Pemerintahan, mendukung transparasi, dan memastikan akuntabilitas pemerintah," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong, saat membuka Webinar Lokakarya bertajuk 'Kajian Revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik' dilansir pada Selasa, 31 Oktober 2023.
 
Kominfo memandang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di badan publik kepada masyarakat belum terakomodasi sepenuhnya dalam penerapan regulasi yang ada. Terkait permasalahan ini, Kominfo mengumpulkan studi kasus terkait di masyarakat dan beberapa badan publik yang akan dituangkan dalam kajian naskah akademik.  

Melalui Lokakarya ini, Kominfo juga menfasilitasi pemangku kepentingan, seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, dan akademisi untuk mengkaji kemungkinan adanya revisi terhadap UU KIP.
 
"Dari hasil kajian tersebut, harapannya dapat mengakomodasi semua kebutuhan pemangku kepentingan dan tentunya lebih tepat guna untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi publik," kata Usman.

7 Klaster Temuan Masalah

Sementara itu, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Hasyim Gautama mengungkap temuan permasalahan dalam Implementasi UU KIP. Dia menyebut temuan tersebut ada di tujuh klaster.
 
Klaster tersebut, yaitu pada pemohon dan badan publik, proses pengelolaan informasi publik, komisi informasi, informasi publik, penyelesaian sengketa, pasca keputusan komisi informasi, dan pasal-pasal spesifik yang perlu direvisi.
 
Baca Juga: Transparansi Parpol Mesti Jamin Ruang Partisipasi Seluas-luasnya

Kominfo mengajak Komisioner Komisi Informasi Pusat Samrotunnajah Ismail, praktisi keterbukaan informasi publik) Muhammad Yasin, dan Freedom of Information Network Indonesia Arbain untuk berdiskusi membahas temuan tersebut.

Peningkatan Sosialisasi UU KIP

Samrotunnajah menyebut Komisi Informasi masih dalam tahap mengkaji UU KIP. "Sudah sampai tahap lanjut kajianya, dan kami berharap kita semua di sinni (Lokakarya) bisa saling melengkapi," ungkap Samrotunnajah.
 
Menurut dia, dalam tahap kajian ini, Komisi Informasi Pusat memandang perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas sosialisasi UU KIP. "Lebih aktif menyosialisasikan dan kalau perlu edukasi secara masif," kata Samrotunnajah.

Sengketa Informasi Publik

Dia menyebut ada kasus sengketa informasi yang muncul akibat tidak ditanggapi badan publik. "Sengketa informasi bukan aib, dan bukan suatu untuk dihindari oleh badan publik," ujar dia.
 
Salah satu kasus sengketa yang ditangani KIP dan dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari kajian terhadap UU KIP, yakni seseorang yang hendak mendapatkan informasi dari sebuah rumah sakit swasta terkait kematian anggota keluarganya.
 
"Ibu itu ingin mendapatkan informasi siapa saja perawat yang bertugas saat sebelum kematian anaknya, namun karena rumah sakit tersebut tidak dibiayai APBN atau APBD, maka ia tidak mendapatkan informasi tersebut," papar Samrotunnajah.
 
Baca Juga: Dianggap Kerap Membatasi Publik, Revisi UU ITE Dinilai Mendesak

Dalam kesempatan yang sama, Muhammad Yasin menyoroti isu dasar keadilan sebagai pertimbangan penyelesaian sengketa informasi publik. "Ketertutupan bisa dijadikan upaya menutupi ketidakadilan," ungkap Yasin.
 
Selain itu, dalam kajiannya, dia menyoroti skor keterbukaan informasi publik di berbagai negara untuk dibandingkan dengan Indonesia. 

Rendahnya Pemenuhan Hak Informasi

Arbain juga memaparkan poin-poin penting terkait masalah pada penerapan UU KIP. Dia menyebut keterbukaan badan publik masih rendah, kemudian data antarsektor tidak sinkron, ruang meaningful participation belum terbuka, dan perkembangan teknologi informasi serta komunikasi semakin pesat.
 
Menurut dia, kualitas partisipasi yang rendah adalah buah keterbukaan yang rendah dan pemenuhan hak atas informasi yang rendah. "Tidak tepat bahwa keterbukaan tidak berkontribusi pada partisipasi," ujar Arbain.
 
Arbain mengutip Laporan dari Komisi Informasi Pusat RI, pada 2021 menunjukkan hanya 24,63 persen dari 337 badan publik yang diperiksa masuk kualifikasi informatif dan 2022 ada kenaikan 33 persen. Tren ini menunjukkan rata-rata persentase kenaikan status informatif badan publik hanya 7,43 persen per tahun. Capaian ini perlu ditingkatkan lagi yang dapat didukung dengan revisi UU KIP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan