medcom.id, Jakarta: Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden kedua RI Soeharto kembali mengemuka. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyatakan menolak pemberian gelar tersebut.
"Jelas-jelas dalam satu kesepakatan institusi tertinggi negara saat itu, MPR menyatakan Soeharto harus diadili. Masa diberikan gelar," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Masinton merujuk pada Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasal 4 berbunyi
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluaga, dan kroninya maupun pihak-swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.
"TAP MPR itu lahir dari suasana kebatinan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang selama 30-an tahun dipraktikkan oleh rezim Orde Baru Soeharto," beber Masinton.
(Baca: Kontroversi Gelar Pahlawan untuk Soeharto)
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu -- ANT/Yudhi Mahatma
Di samping itu, pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto terganjal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Masinton menilai, Soeharto tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU tersebut.
Seandainya TAP MPR tersebut dicabut, Soeharto berpeluang diberikan gelar pahlawan. Namun, Masinton khawatir akan ada TAP MPR lainnya yang ikut diusulkan dicabut.
medcom.id, Jakarta: Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden kedua RI Soeharto kembali mengemuka. Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyatakan menolak pemberian gelar tersebut.
"Jelas-jelas dalam satu kesepakatan institusi tertinggi negara saat itu, MPR menyatakan Soeharto harus diadili. Masa diberikan gelar," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Masinton merujuk pada Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasal 4 berbunyi
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluaga, dan kroninya maupun pihak-swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.
"TAP MPR itu lahir dari suasana kebatinan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang selama 30-an tahun dipraktikkan oleh rezim Orde Baru Soeharto," beber Masinton.
(Baca: Kontroversi Gelar Pahlawan untuk Soeharto)
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu -- ANT/Yudhi Mahatma
Di samping itu, pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto terganjal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Masinton menilai, Soeharto tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU tersebut.
Seandainya TAP MPR tersebut dicabut, Soeharto berpeluang diberikan gelar pahlawan. Namun, Masinton khawatir akan ada TAP MPR lainnya yang ikut diusulkan dicabut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)