Jakarta: Dewan Pakar Partai NasDem mencermati klaster riset dan inovasi dalam UU Cipta Kerja. NasDem memandang klaster ini memberi kepastian akan perlunya pengembangan riset dan inovasi.
"Namun, harus dielaborasi dan dipertajam serta diperjelas lebih detail dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP). Agar ada pemahaman yang komprehensif dan kemudian ada link and match dengan dunia usaha," kata Wakil Ketua Dewan Pakar NasDem, Peter F Gontha, dalam sesi terakhir diskusi terfokus (FGD) pembahasan UU Cipta Kerja, Jumat, 24 Oktober 2020.
Menurut Peter, riset dan inovasi dibutuhkan seiring terus bertambahnya penduduk Indonesia. Semakin bertambahnya penduduk, maka semakin beragam pula problem yang dihadapi.
"Kita harus mampu memecahkan masalah hingga 50-80 tahun ke depan. Ini bisa dilakukan jika kita menguatkan riset dan mengembangkan inovasi tiada henti," kata dia.
FGD Dewan Pakar NasDem memandang riset dan inovasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kemajuan suatu bangsa. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju dan mandiri, maka penguatan riset dan pengembangan inovasi berbagai produk dan teknologi merupakan suatu keharusan.
Peter mengatakan Indonesia harus segera memulai berbagai riset dan inovasi teknologi di bidang-bidang strategis yang selama ini belum mampu diproduksi sendiri. Karena itu, klaster riset dan inovasi di UU Cipta Kerja bisa memberi kepastian akan perlunya pengembangan riset dan inovasi.
Dewan Pakar NasDem menyimpulkan kebutuhan akan energi yang besar bisa dipenuhi dengan membangun reaktor nuklir untuk kepentingan energi. Energi listrik dari nuklir dan berbagai energi terbarukan akan membuat industri semakin berkembang. Selain lebih murah dan aman, energi nuklir dapat menghasilkan listrik dalam 24 jam.
"Sosialisasi pentingnya energi nuklir sangat dibutuhkan mengingat kegagalan membangun energi nuklir pada masa lalu. Ini disebabkan karena indoktrinasi yang keliru dari segelintir pakar bahwa nuklir itu berbahaya," kata Dubes RI untuk Polandia periode 2014-2018 itu.
Selama sepekan Dewan Pakar NasDem melakukan FGD. Semalam adalah sesi keenam pembahasan atau sesi terakhir. Bahan dari diskusi ini nantinya akan diserahkan ke Partai NasDem untuk menjadi masukan bagi pemerintah.
Di hari terakhir FGD, selain Peter F Gonta, hadir Anggota Dewan Pakar NasDem yang juga pengamat pertahanan, Connie Rakahundini Bakrie. FGD ini dipimpin Sekretaris Dewan Pakar NasDem Hayono Isman. Bertindak sebagai penanggap adalah pakar energi Kurtubi dan Dubes RI untuk Tanzania Ratlan Pardede. Ratlan pernah bekerja 20 tahun di lembaga bidang energi nuklir.
Connie meyakini keberadaan klaster riset dan inovasi pada UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi. Dengan begitu, kata dia, pemerintah bisa menugaskan BUMN untuk melakukan hilirisasi tersebut.
"Tinggal nanti, dalam penyusunan RPP-nya, harus jelas dan tegas menyebutkan prioritas riset dan inovasi agak lebih efektif dan bermanfaat," kata Connie.
Energi nuklir
Dalam diskusi FGD ini juga muncul usulan agar Indonesia segera mendeklarasikan perlunya segera membangun reaktor nuklir khusus untuk kebutuhan energi. Sebab, energi nuklir terbukti aman dan murah. Indonesia juga berpotensi besar membangun reaktor nuklir karena menjadi salah satu negara yang memiliki kandungan uranium terbesar.
FGD menginginkan agar pemerintah meyakinkan publik bahwa energi nuklir sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik industri dan berbagai kebutuhan lain yang bebas polusi dan berkesinambungan.
"Membangun energi nuklir menjadi suatu keharusan jika kita ingin menjadi negara maju seperti AS, Rusia, Tiongkok, Jepang, Korsel, dan negara-negara Eropa. Mereka menggunakan energi nuklir untuk mendukung kemajuan industrinya," kata Kurtubi.
Ratlan Pardede mengatakan Indonesia sesungguhnya mampu membangun reaktor nuklir untuk kebutuhan energi listrik yang besar. "Tetapi, selama ini selau saja ada polemik yang didasarkan atas ketidakharmonisan dan disinkronisasi antarlembaga. Sehingga, pembangunan itu selalu mandek," kata dia.
Anggota Dewan Pakar NasDem Ibrahim Hasyim melihat mandeknya pembangunan reaktor nuklir karena terkendala aturan. UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menyebutkan bahwa pembangunan dan pengunaan energi nuklir merupakan opsi terakhir dari beragam energi fosil dan nonfosil.
Ketua Dewan Pakar Partai NasDem Siti Nurbaya mengatakan tim kecil Dewan Pakar NasDem segera mengompilasi hasil usulan ini. Selanjutnya, usulan akan diserahkan kepada Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh untuk diteruskan kepada Pemerintah.
Di hari terakhir FGD, selain Peter F Gonta, hadir Anggota Dewan Pakar NasDem yang juga pengamat pertahanan, Connie Rakahundini Bakrie. FGD ini dipimpin Sekretaris Dewan Pakar NasDem Hayono Isman. Bertindak sebagai penanggap adalah pakar energi Kurtubi dan Dubes RI untuk Tanzania Ratlan Pardede. Ratlan pernah bekerja 20 tahun di lembaga bidang energi nuklir.
Connie meyakini keberadaan klaster riset dan inovasi pada UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi. Dengan begitu, kata dia, pemerintah bisa menugaskan BUMN untuk melakukan hilirisasi tersebut.
"Tinggal nanti, dalam penyusunan RPP-nya, harus jelas dan tegas menyebutkan prioritas riset dan inovasi agak lebih efektif dan bermanfaat," kata Connie.
Energi nuklir
Dalam diskusi FGD ini juga muncul usulan agar Indonesia segera mendeklarasikan perlunya segera membangun reaktor nuklir khusus untuk kebutuhan energi. Sebab, energi nuklir terbukti aman dan murah. Indonesia juga berpotensi besar membangun reaktor nuklir karena menjadi salah satu negara yang memiliki kandungan uranium terbesar.
FGD menginginkan agar pemerintah meyakinkan publik bahwa energi nuklir sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik industri dan berbagai kebutuhan lain yang bebas polusi dan berkesinambungan.
"Membangun energi nuklir menjadi suatu keharusan jika kita ingin menjadi negara maju seperti AS, Rusia, Tiongkok, Jepang, Korsel, dan negara-negara Eropa. Mereka menggunakan energi nuklir untuk mendukung kemajuan industrinya," kata Kurtubi.
Ratlan Pardede mengatakan Indonesia sesungguhnya mampu membangun reaktor nuklir untuk kebutuhan energi listrik yang besar. "Tetapi, selama ini selau saja ada polemik yang didasarkan atas ketidakharmonisan dan disinkronisasi antarlembaga. Sehingga, pembangunan itu selalu mandek," kata dia.
Anggota Dewan Pakar NasDem Ibrahim Hasyim melihat mandeknya pembangunan reaktor nuklir karena terkendala aturan. UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menyebutkan bahwa pembangunan dan pengunaan energi nuklir merupakan opsi terakhir dari beragam energi fosil dan nonfosil.
Ketua Dewan Pakar Partai NasDem Siti Nurbaya mengatakan tim kecil Dewan Pakar NasDem segera mengompilasi hasil usulan ini. Selanjutnya, usulan akan diserahkan kepada Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh untuk diteruskan kepada Pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)