Jakarta: Politikus Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi emoh dengan wacana penambahan kursi pimpinan MPR. Usulan itu dinilai tak menguntungkan publik.
"Wacana penambahan (pimpinan MPR) tidak ada kepentingannya untuk rakyat dan keterkaitannya dengan efektivitas kerja," kata Bobby kepada wartawan, Selasa, 13 Agustus 2019.
Menurut dia, Golkar tetap mendukung skema yang ada di Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). UU ini mengukuhkan formasi pimpinan tetap MPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil.
"Justru esensi dari perubahan UU MD3 tersebut merampingkan formasi pimpinan agar lebih efektif dan efisien," ujar dia.
Bobby menilai perlu ada kajian lebih matang soal wacana merevisi UU MD3 guna menambah kursi pimpinan MPR. Pasalnya, aturan ini tinggal direalisasikan. Intervensi demi kepentingan politik diharamkan.
Baca: JK Nilai Amandemen UUD 1945 Berisiko
"Masa belum dilaksanakan mau diubah lagi," ungkap dia.
Sementara itu, ia menilai perlu pula ada kajian terkait wacana amendemen terbatas UUD 1945 dan menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pembahanan harus fokus pada relevan format GBHN dalam hierarki sistem perundang-undangan di Indonesia.
"Atau perlu disesuaikan agar sejalan dengan penguatan sistem presidensial, yang berbeda dengan GBHN zaman dulu, di mana Presiden adalah mandataris MPR," ujar dia.
Jakarta: Politikus Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi emoh dengan wacana penambahan kursi pimpinan MPR. Usulan itu dinilai tak menguntungkan publik.
"Wacana penambahan (pimpinan MPR) tidak ada kepentingannya untuk rakyat dan keterkaitannya dengan efektivitas kerja," kata Bobby kepada wartawan, Selasa, 13 Agustus 2019.
Menurut dia, Golkar tetap mendukung skema yang ada di Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). UU ini mengukuhkan formasi pimpinan tetap MPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil.
"Justru esensi dari perubahan UU MD3 tersebut merampingkan formasi pimpinan agar lebih efektif dan efisien," ujar dia.
Bobby menilai perlu ada kajian lebih matang soal wacana merevisi UU MD3 guna menambah kursi pimpinan MPR. Pasalnya, aturan ini tinggal direalisasikan. Intervensi demi kepentingan politik diharamkan.
Baca: JK Nilai Amandemen UUD 1945 Berisiko
"Masa belum dilaksanakan mau diubah lagi," ungkap dia.
Sementara itu, ia menilai perlu pula ada kajian terkait wacana amendemen terbatas UUD 1945 dan menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pembahanan harus fokus pada relevan format GBHN dalam hierarki sistem perundang-undangan di Indonesia.
"Atau perlu disesuaikan agar sejalan dengan penguatan sistem presidensial, yang berbeda dengan GBHN zaman dulu, di mana Presiden adalah mandataris MPR," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)