Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu di Indonesia tetap menggunakan proporsional terbuka. Meski masih banyak kelemahan, sistem proporsional terbuka dinilai paling relevan diterapkan di tengah situasi partai politik (parpol) di Tanah Air.
"Bagi saya, putusan ini adalah yang paling tepat jika melihat kondisi partai yang cenderung mengutamakan perolehan suara rakyat," ujar Pakar Hukum Tata Negara Dri Utari Christina Prameswari kepada Media Indonesia, Kamis, 15 Juni 2023.
Ia menilai sitem pemilu proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama punya kekurangan dan kelebihan. Pada sistem proporsional terbuka yang sudah dijalankan dalam beberapa pemilu, membuka ruang kader menjadi lawan bagi koleganya sendiri di internal parpol. Selain itu, pilihan rakyat terkadang didasarkan sebatas popularitas calon anggota legislatif (caleg), bukan kualitas.
"Kita bisa melihat banyaknya artis yang terpilih dan saat ini parpol juga semakin mendorong caleg dari artis hanya untuk meningkatkan vote gater," ungkapnya.
Utari mengatakan tidak ada yang salah dengan pendapat untuk mengembalikan pada proporsional tertutup. Tetapi, harus dipahami bahwa sistem tersebut tidak bisa diberlakukan saat ini. Apalagi, tahapan pemilu sedang berlangsung.
Menurut dia, parpol harus bisa berbenah lebih dulu agar bisa menerapkan sistem proporsional tertutup. Utamanya, terkait proses berdemokrasi di internal parpol yang dinilai belum maksimal selama ini.
Pembenahan yang perlu dilakukan bisa dimulai dari undang-undang (UU) parpol dengan mekanisme rekrutmen kader, jangan hanya instan mencari kader dengan popularitas tinggi. Kemudian, pengawas pemilu juga harus lebih efektif.
Terkait potensi politik uang, Utari menilai kedua sistem pemilu itu juga memiliki kemungkinan yang sama. Edukasi dan pengawasan menjadi faktor penting yang harus diperkuat.
"Saya rasa, pilihan proporsional tertutup juga tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya money politic," tegasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem
pemilu di Indonesia tetap menggunakan proporsional terbuka. Meski masih banyak kelemahan, sistem proporsional terbuka dinilai paling relevan diterapkan di tengah situasi partai politik (parpol) di Tanah Air.
"Bagi saya, putusan ini adalah yang paling tepat jika melihat kondisi partai yang cenderung mengutamakan perolehan suara rakyat," ujar Pakar Hukum Tata Negara Dri Utari Christina Prameswari kepada Media Indonesia, Kamis, 15 Juni 2023.
Ia menilai sitem pemilu proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama punya kekurangan dan kelebihan. Pada sistem proporsional terbuka yang sudah dijalankan dalam beberapa pemilu, membuka ruang kader menjadi lawan bagi koleganya sendiri di internal parpol. Selain itu, pilihan rakyat terkadang didasarkan sebatas popularitas calon anggota legislatif (caleg), bukan kualitas.
"Kita bisa melihat banyaknya artis yang terpilih dan saat ini parpol juga semakin mendorong caleg dari artis hanya untuk meningkatkan vote gater," ungkapnya.
Utari mengatakan tidak ada yang salah dengan pendapat untuk mengembalikan pada proporsional tertutup. Tetapi, harus dipahami bahwa sistem tersebut tidak bisa diberlakukan saat ini. Apalagi, tahapan pemilu sedang berlangsung.
Menurut dia,
parpol harus bisa berbenah lebih dulu agar bisa menerapkan sistem proporsional tertutup. Utamanya, terkait proses berdemokrasi di internal parpol yang dinilai belum maksimal selama ini.
Pembenahan yang perlu dilakukan bisa dimulai dari undang-undang (UU) parpol dengan mekanisme rekrutmen kader, jangan hanya instan mencari kader dengan popularitas tinggi. Kemudian, pengawas pemilu juga harus lebih efektif.
Terkait potensi politik uang, Utari menilai kedua sistem pemilu itu juga memiliki kemungkinan yang sama. Edukasi dan pengawasan menjadi faktor penting yang harus diperkuat.
"Saya rasa, pilihan proporsional tertutup juga tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
money politic," tegasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)