medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan, pihaknya bakal mengajukan uji materi atau judicial review Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gerindra memandang UU Pemilu yang disahkan itu melanggar konstitusi.
"Kita kan justru mengacu kepada keputusan konstitusi sendiri bahwa keputusan itu jelas mengatakan pemilu itu serentak dan keserantakan itu tidak ada lagi presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden)," ujar Fadli seraya meninggalkan Ruang Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 21 Juli 2017.
Menurut dia, ambang batas pencalonan presiden yang disahkan sebesar 20 persen dalam UU Pemilu terlalu dipaksakan pemerintah. Apalagi, banyak negara yang menggunakan ambang batas pencalonan presiden di bawah 10 persen bahkan nol persen alias dihapuskan.
"Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang memakai presidential threshold sampai 20 persen. Pada umumnya di bawah 10 persen dan itu pun memakai pemilu yang tidak serentak," ungkap dia.
Gerindra tegas untuk mengambil langkah hukum terhadap keputusan DPR yang mengesahkan UU Pemilu. "Saya kira sudah cukup banyak juga pihak-pihak yang melakukan hal yang sama," tegas Fadli.
Fadli yang juga wakil ketua DPR menyebut, UU Pemilu saat ini melemahkan demokrasi. Pasalnya, pemerintah terlalu ikut campur dalam mengedepankan persoalan-persoalan taktis pada pileg dan pilpres.
"Saya kira secara akal sehat tidak mungkin dilakukan kalau kita mengingat seharusnya memberikan keleluasaan yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini, yang mau dipilih maupun memilih (seharusnya) sesuai dengan konstitusi kita," pungkas Fadli.
Baca: Novanto Gantikan Fadli Zon Pimpin Pengesahan RUU Pemilu
Undang Undang Pemilu baru saja disahkan DPR. Dari 538 anggota fraksi yang menghadiri sidang paripurna, 322 di antaranya sepakat dengan opsi A. Opsi A meliputi presidential threshold 20-25 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, dapil magnitude DPR 3-10, dan metode konversi suara sainte-lague murni.
Opsi ini disetujui secara aklamasi lantaran fraksi yang menyepakati opsi B batal mengikuti mekanisme voting. Seluruh fraksi yang tidak sepakat memilih aksi walk out. Mereka adalah Fraksi PAN, PKS, Gerindra, dan Demokrat.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/dN6g6Apb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan, pihaknya bakal mengajukan uji materi atau
judicial review Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gerindra memandang UU Pemilu yang disahkan itu melanggar konstitusi.
"Kita kan justru mengacu kepada keputusan konstitusi sendiri bahwa keputusan itu jelas mengatakan pemilu itu serentak dan keserantakan itu tidak ada lagi
presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden)," ujar Fadli seraya meninggalkan Ruang Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 21 Juli 2017.
Menurut dia, ambang batas pencalonan presiden yang disahkan sebesar 20 persen dalam UU Pemilu terlalu dipaksakan pemerintah. Apalagi, banyak negara yang menggunakan ambang batas pencalonan presiden di bawah 10 persen bahkan nol persen alias dihapuskan.
"Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang memakai
presidential threshold sampai 20 persen. Pada umumnya di bawah 10 persen dan itu pun memakai pemilu yang tidak serentak," ungkap dia.
Gerindra tegas untuk mengambil langkah hukum terhadap keputusan DPR yang mengesahkan UU Pemilu. "Saya kira sudah cukup banyak juga pihak-pihak yang melakukan hal yang sama," tegas Fadli.
Fadli yang juga wakil ketua DPR menyebut, UU Pemilu saat ini melemahkan demokrasi. Pasalnya, pemerintah terlalu ikut campur dalam mengedepankan persoalan-persoalan taktis pada pileg dan pilpres.
"Saya kira secara akal sehat tidak mungkin dilakukan kalau kita mengingat seharusnya memberikan keleluasaan yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini, yang mau dipilih maupun memilih (seharusnya) sesuai dengan konstitusi kita," pungkas Fadli.
Baca: Novanto Gantikan Fadli Zon Pimpin Pengesahan RUU Pemilu
Undang Undang Pemilu baru saja disahkan DPR. Dari 538 anggota fraksi yang menghadiri sidang paripurna, 322 di antaranya sepakat dengan opsi A. Opsi A meliputi
presidential threshold 20-25 persen,
parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, dapil
magnitude DPR 3-10, dan metode konversi suara sainte-lague murni.
Opsi ini disetujui secara aklamasi lantaran fraksi yang menyepakati opsi B batal mengikuti mekanisme
voting. Seluruh fraksi yang tidak sepakat memilih aksi
walk out. Mereka adalah Fraksi PAN, PKS, Gerindra, dan Demokrat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)