Jakarta: Pengamat politik dari Paramadina Public Policy Insititute (PPPI) Septa Dinata menilai penunjukan ratusan penjabat (pj) kepala daerah berpotensi sarat kepentingan politik politik jangka pendek dan transaksional. Ia meminta masyarakat mengawasi proses penunjukan pj.
"Dalam waktu yang cukup lama, posisi penjabat ini akan menjadi incaran banyak orang. Dengan ongkos yang kecil, bisa menjadi pj dalam waktu cukup lama. Ini berpotensi menjadi politik transaksional,” ujar Septa dalam keterangan tertulis, Kamis, 13 Januari 2022.
Septa menyebut para pj yang ditunjuk kemungkinan besar tidak menguasai daerah yang akan dipimpin. Sebab, pj berasal dari pusat untuk yang eselon I dan dari provinsi untuk eselon II.
"Selain kemungkinan tidak menguasai permasalahan di daerah, ada potensi rangkap jabatan seperti kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. Ini pasti akan buruk untuk jangka waktu yang lama karena tidak bisa fokus dan harus berbagi waktu," jelasnya.
Baca: Gerindra Prediksi Penjabat Kepala Daerah DKI Tidak dari Kemendagri
Ia mengaitkan dengan peran penting kepala daerah dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Menurutnya, kepemimpinan para penjabat berpotensi menghambat program pemulihan ekonomi.
“Ini tentu juga akan berimplikasi pada upaya pemulihan ekonomi. Dengan kewenangan yang terbatas, penjabat kepala daerah sudah pasti tidak akan bisa maksimal untuk waktu yang cukup lama,” ujarnya.
Dengan dimundurkannya Pilkada serentak 2022 menjadi 2024, ratusan daerah akan dipimpin oleh pj gubernur, bupati, dan wali kota. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri, terdapat 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022.
Jakarta: Pengamat politik dari Paramadina Public Policy Insititute (PPPI) Septa Dinata menilai penunjukan ratusan penjabat
(pj) kepala daerah berpotensi sarat kepentingan politik politik jangka pendek dan transaksional. Ia meminta masyarakat mengawasi proses penunjukan pj.
"Dalam waktu yang cukup lama, posisi penjabat ini akan menjadi incaran banyak orang. Dengan ongkos yang kecil, bisa menjadi pj dalam waktu cukup lama. Ini berpotensi menjadi
politik transaksional,” ujar Septa dalam keterangan tertulis, Kamis, 13 Januari 2022.
Septa menyebut para pj yang ditunjuk kemungkinan besar tidak menguasai daerah yang akan dipimpin. Sebab, pj berasal dari pusat untuk yang eselon I dan dari provinsi untuk eselon II.
"Selain kemungkinan tidak menguasai permasalahan di daerah, ada potensi rangkap jabatan seperti kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. Ini pasti akan buruk untuk jangka waktu yang lama karena tidak bisa fokus dan harus berbagi waktu," jelasnya.
Baca:
Gerindra Prediksi Penjabat Kepala Daerah DKI Tidak dari Kemendagri
Ia mengaitkan dengan peran penting kepala daerah dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Menurutnya, kepemimpinan para penjabat berpotensi menghambat program pemulihan ekonomi.
“Ini tentu juga akan berimplikasi pada upaya pemulihan ekonomi. Dengan kewenangan yang terbatas, penjabat kepala daerah sudah pasti tidak akan bisa maksimal untuk waktu yang cukup lama,” ujarnya.
Dengan dimundurkannya Pilkada serentak 2022 menjadi 2024, ratusan daerah akan dipimpin oleh pj gubernur, bupati, dan wali kota. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri, terdapat 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)