Pengamat anggaran politik dan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi--Antara/Yudhi Mahatma
Pengamat anggaran politik dan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi--Antara/Yudhi Mahatma

Pengamat Minta PP Nomor 18 Tahun 2017 Dicabut

Intan fauzi • 12 Juli 2017 12:42
medcom.id, Jakarta: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 menuai kritik. PP tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dianggap tak perlu.
 
"Cabut PP Nomor 18 tahun 2017," tegas pengamat anggaran politik dan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi saat dihubungi Metrotvnews.com, Rabu 12 Juli 2017.
 
PP itu dianggap menjadi dasar DPRD DKI menyusun Raperda kenaikan tunjangan. Sementara itu, kenaikan tunjangan anggota DPRD se-Indonesia dianggap belum diperlukan.

Baca: Keraguan di Balik Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD
 
Dalam PP tersebut, pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah tinggi bisa diberikan sampai tujuh kali lipat dari uang representasi Ketua DPRD dan anggota DPRD. Kemampuan anggaran Jakarta termasuk dalam kemampuan keuangan daerah tinggi.
 
"Padahal dalam peraturan terdahulu atau PP Nomor 21 tahun 2007 pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah tinggi (kaya) diberikan paling banyak tiga kali, bagi pimpinan dan anggota DPRD," jelas Uchok.
 
Baca: Anggota Dewan Diminta Produktif Bila Tunjangan Naik
 
Uchok menilai PP lama yang mengatur besaran tunjangan dewan lebih efektif. Sementara dalam PP Nomor 18 tahun 2017, pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah sedang paling banyak lima kali, dan pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah rendah paling banyak tiga kali.
 
Dalam peraturan terdahulu atau PP Nomor 21 tahun 2007 mencatat pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah sedang diberikan paling banyak dua kali bagi pimpinan dan anggota DPRD. "Pemberian tunjangan komunikasi intensif bagi kemampuan keuangan daerah rendah atau miskin, diberikan paling banyak sekali kali bagi pimpinan dan anggota DPRD," paparnya.
 
Uchok menilai, PP Nomor 18 Tahun 2017 menjadi cara bagi Presiden Joko Widodo untuk menaikan pendapatan dewan tanpa dikritik publik. Sebab Jokowi tidak menaikan pendapatan pribadi dewan lewat gaji.
 
"Hal ini sangat memanjakan anggota DPRD saja yang kerjanya hanya 'main-main' proyek saja dalam APBD," ungkap Uchok.
 
Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian, mulai Juli tahun ini, tunjangan anggota DPRD mencapai Rp30 juta per bulan.
 
Anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, saat ini tunjangan anggota DPRD Rp20 juta per bulan. Antara lain:
 
- tunjangan representasi Rp2,4 juta,
- tunjangan keluarga Rp336 ribu,
- uang parkir Rp240 ribu,
- tunjangan badan legislatif Rp130 ribu,
- tunjangan badan anggaran Rp217.500,
- tunjangan badan musyawarah Rp217.500, dan
- tunjangan representasi mencapai Rp15 juta.
 
Rincian yang disampaikan Taufik belum mencakup tunjangan perumahan Rp20 juta bagi pimpinan dan Rp15 juta bagi anggota DPRD. Dalam peraturan sebelumnya, tunjangan jabatan bagi ketua DPRD Rp4,35 juta, wakil ketua Rp3,48 juta, dan anggota Rp3,26 juta. Ditambah tunjangan komunikasi Rp9 juta per bulan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan