Jakarta: DPR diminta bijak menyikapi aspirasi penggunaan ganja untuk medis. Lembaga legislatif diminta terbuka menyikapi aspirasi legalisasi penggunaan ganja untuk obat.
"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," kata anggota Komisi III DPR Taufik Basari melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Juli 2022.
Ketua DPP NasDem itu menyampaikan penyusun kebijakan harus objektif. Respons terkait penggunaan ganja untuk medis harus berdasarkan kajian.
"Selama ini ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," ungkap dia.
Taufik menyampaikan tak sedikit masyarakat yang sangat membutuhkan ganja untuk medis. Seperti Santi dan Dwi Pertiwi yang memperjuangkan penggunaan ganja untuk pengobatan anaknya.
"Ada juga Fidelis yang membantu pengobatan istrinya yang harus berhadapan dengan hukum. Ini merupakan masalah kemanusiaan yang harus dicarikan jalan keluarnya," sebut dia.
Upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meneliti penggunaan ganja untuk obat harus didukung. Guna mempersingkat waktu, penelitian tidak harus dilakukan dari awal.
"Karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan," ujar Taufik.
Hasil penelitian dari Kemenkes sangat dibutuhkan. Hal itu tentunya menjadi pertimbangan Komisi III dalam merumuskan ganja dalam revisi UU Narkotika.
Dalam UU Narkotika, ganja masuk golongan I. Hal itu membuat ganja tidak diperkenankan digunakan sama sekali, termasuk untuk medis.
"Revisi UU Narkotika ini diharapkan juga dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika selama ini yang selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata, padahal justru yang harus dikedepankan adalah penanganan kebijakan kesehatannya," ujar Taufik.
Jakarta: DPR diminta bijak menyikapi aspirasi
penggunaan ganja untuk medis. Lembaga legislatif diminta terbuka menyikapi aspirasi legalisasi penggunaan ganja untuk obat.
"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," kata anggota Komisi III
DPR Taufik Basari melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Juli 2022.
Ketua DPP NasDem itu menyampaikan penyusun kebijakan harus objektif. Respons terkait penggunaan
ganja untuk medis harus berdasarkan kajian.
"Selama ini ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," ungkap dia.
Taufik menyampaikan tak sedikit masyarakat yang sangat membutuhkan ganja untuk medis. Seperti Santi dan Dwi Pertiwi yang memperjuangkan penggunaan ganja untuk pengobatan anaknya.
"Ada juga Fidelis yang membantu pengobatan istrinya yang harus berhadapan dengan hukum. Ini merupakan masalah kemanusiaan yang harus dicarikan jalan keluarnya," sebut dia.
Upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meneliti penggunaan ganja untuk obat harus didukung. Guna mempersingkat waktu, penelitian tidak harus dilakukan dari awal.
"Karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan," ujar Taufik.
Hasil penelitian dari Kemenkes sangat dibutuhkan. Hal itu tentunya menjadi pertimbangan Komisi III dalam merumuskan ganja dalam revisi UU Narkotika.
Dalam UU Narkotika, ganja masuk golongan I. Hal itu membuat ganja tidak diperkenankan digunakan sama sekali, termasuk untuk medis.
"Revisi UU Narkotika ini diharapkan juga dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika selama ini yang selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata, padahal justru yang harus dikedepankan adalah penanganan kebijakan kesehatannya," ujar Taufik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)