Jakarta: Pemerintah akan meratifikasi perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) dengan Singapura melalui peraturan presiden (Perpres). Anggota Komisi I Sukamta mengatakan perjanjian FIR dengan Singapura harus diatur undang-undang (UU).
"Setidaknya ada tiga alasan, soal kedaulatan wilayah, amanat UUD NRI (Negara Republik Indonesia) tahun 1945, dan amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Sukamta di Jakarta, Kamis, 17 Februari 2022.
Ia menjelaskan FIR merupakan kontrol wilayah udara yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sukamta menilai hal itu merupakan urusan strategis karena menyangkut kedaulatan wilayah.
"Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya. Kita ingin Indonesia terus berdaulat untuk mengontrol wilayahnya," tegas dia.
Ia mengatakan Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Amanat itu tegas mengatur perjanjian Indonesia dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR. Tidak terkecuali perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura.
Baca: Perjanjian Ekstradisi Dinilai Kuatkan Penegakan Hukum Lintas Negara
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yakni Pasal 10 sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2018. MK mengabulkan gugatan tersebut.
MK menegaskan norma hukum Pasal 10 UU tentang Perjanjian Internasional bertentangan dengan UUD 1945. Aturan itu dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ditafsirkan hanya jenis-jenis perjanjian internasional sebagaimana pasal 10 huruf a-f. Kebijakan di bidang kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara, harus mendapat persetujuan DPR.
Menurut dia, perjanjian FIR perlu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan UU. Ia khawatir apabila pemerintah membuat peraturan presiden tanpa berkonsultasi dengan DPR, akan menimbulkan persoalan.
"Kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," tutur Sukamta.
Jakarta: Pemerintah akan meratifikasi perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi
Penerbangan atau
Flight Information Region (FIR) dengan Singapura melalui peraturan presiden (Perpres). Anggota Komisi I Sukamta mengatakan perjanjian FIR dengan Singapura harus diatur
undang-undang (UU).
"Setidaknya ada tiga alasan, soal
kedaulatan wilayah, amanat UUD NRI (Negara Republik Indonesia) tahun 1945, dan amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Sukamta di Jakarta, Kamis, 17 Februari 2022.
Ia menjelaskan FIR merupakan kontrol wilayah udara yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sukamta menilai hal itu merupakan urusan strategis karena menyangkut kedaulatan wilayah.
"Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya. Kita ingin Indonesia terus berdaulat untuk mengontrol wilayahnya," tegas dia.
Ia mengatakan Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Amanat itu tegas mengatur perjanjian Indonesia dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR. Tidak terkecuali perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura.
Baca:
Perjanjian Ekstradisi Dinilai Kuatkan Penegakan Hukum Lintas Negara
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yakni Pasal 10 sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2018. MK mengabulkan gugatan tersebut.
MK menegaskan norma hukum Pasal 10 UU tentang Perjanjian Internasional bertentangan dengan UUD 1945. Aturan itu dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ditafsirkan hanya jenis-jenis perjanjian internasional sebagaimana pasal 10 huruf a-f. Kebijakan di bidang kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara, harus mendapat persetujuan DPR.
Menurut dia, perjanjian FIR perlu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan UU. Ia khawatir apabila pemerintah membuat peraturan presiden tanpa berkonsultasi dengan DPR, akan menimbulkan persoalan.
"Kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," tutur Sukamta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)