Jakarta: Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin telah berjalan dua tahun. Namun, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kebijakan publik.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyampaikan permasalahan pertama, yaitu minimnya pelibatan publik. Seharusnya berbagai pihak ikut terlibat dalam membuat kebijakan.
"Ada swasta, kemudian civil society, tokoh masyarakat, agama, dan budaya untuk berpartisipasi," kata Trubus saat dihubungi, Rabu, 6 Oktober 2021.
Permasalahan kedua, yaitu lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal itu dibuktikan dengan kebijakan dijalankan setengah hati atau bahkan tak diimplementasikan.
Baca: 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Penanganan Pandemi Lebih Diutamakan Daripada Korupsi
Dia menyampaikan permasalahan ini disebabkan sanksi yang cukup lemah. Hal itu membuat pemerintah daerah (pemda) sesuka hati menyikapi kebijakan yang dibuat pemerintah pusat.
Menurut dia, pemerintah pusat seharusnya memberikan sanksi tegas bagi pemda yang abai. Ketentuan sanksi ini ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
"Pasal 79 dan 80 itu kan pemerintah punya kewenangan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang tidak melaksanakan UU atau kebijakan yang sudah ditetapkan," ungkap dia.
Trubus menyampaikan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan. Pasalnya, hal ini berpengaruh terhadap kepercayaan publik.
"Ini kan tujuan sebenarnya agar terbangun public trust," sebut dia.
Selain itu, dia memberikan catatan terkait penanganan covid-19. Dia meminta penegakan hukum terkait pengendalian covid-19 dijalankan dengan baik.
"Jadi, tidak terkesan tumpul ke atas tajam ke bawah," ujar dia.
Dia juga meminta pengawasan penerapan protokol kesehatan tetap dilakukan. Pasalnya, pemerintah sudah mulai melonggarkan kegiatan merespons penurunan kasus covid-19.
Jakarta: Pemerintahan Presiden Joko Widodo (
Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres)
Ma'ruf Amin telah berjalan
dua tahun. Namun, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kebijakan publik.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyampaikan permasalahan pertama, yaitu minimnya pelibatan publik. Seharusnya berbagai pihak ikut terlibat dalam membuat kebijakan.
"Ada swasta, kemudian
civil society, tokoh masyarakat, agama, dan budaya untuk berpartisipasi," kata Trubus saat dihubungi, Rabu, 6 Oktober 2021.
Permasalahan kedua, yaitu lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal itu dibuktikan dengan kebijakan dijalankan setengah hati atau bahkan tak diimplementasikan.
Baca:
2 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Penanganan Pandemi Lebih Diutamakan Daripada Korupsi
Dia menyampaikan permasalahan ini disebabkan sanksi yang cukup lemah. Hal itu membuat pemerintah daerah (pemda) sesuka hati menyikapi kebijakan yang dibuat pemerintah pusat.
Menurut dia, pemerintah pusat seharusnya memberikan sanksi tegas bagi pemda yang abai. Ketentuan sanksi ini ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
"Pasal 79 dan 80 itu kan pemerintah punya kewenangan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang tidak melaksanakan UU atau kebijakan yang sudah ditetapkan," ungkap dia.
Trubus menyampaikan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan. Pasalnya, hal ini berpengaruh terhadap kepercayaan publik.
"Ini kan tujuan sebenarnya agar terbangun
public trust," sebut dia.
Selain itu, dia memberikan catatan terkait penanganan covid-19. Dia meminta penegakan hukum terkait pengendalian covid-19 dijalankan dengan baik.
"Jadi, tidak terkesan tumpul ke atas tajam ke bawah," ujar dia.
Dia juga meminta pengawasan penerapan protokol kesehatan tetap dilakukan. Pasalnya, pemerintah sudah mulai melonggarkan kegiatan merespons penurunan kasus covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)