Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Medcom.id/Githa Farahdina
Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Medcom.id/Githa Farahdina

DPR Pertanyakan Keseriusan KY Seleksi Hakim Ad Hoc HAM

Yakub Pryatama Wijayaatmaja • 22 Maret 2023 19:37
Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mempertanyakan keseriusan Komisi Yudisial (KY) dalam menyeleksi hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM). Anggota DPR RI Trimedya Panjaitan mempertanyakan tes atau seleksi yang dilakukan KY memiliki tes tambahan atau tidak.
 
Trimedya pun menanyakan soal kelayakan para calon hakim yang namanya dibawa oleh KY. Pasalnya, DPR turut bertanggung jawab untuk melakukan fit and proper test dan mengusulkan nama calon hakim ad hoc HAM kepada Presiden.
 
Hal itu diungkapkan Trimedya ketika Komisi III DPR mendengarkan penjelasan KY soal calon-calon hakim agung yang diloloskan, Selasa, 21 Maret 2023.

Tak hanya Trimedya, anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani membutuhkan klarifikasi alasan KY yang hanya membawa tiga calon hakim ad hoc HAM dan enam calon hakim agung ke DPR. Pasalnya, hakim agung yang dibutuhkan sebanyak 11 dan tiga untuk hakim ad hoc HAM.
 
“Yang dibutuhkan 11 hakim agung dan tiga hakim ad hoc HAM. (KY bawa calon hakim kurang dari kuota) Ini bentuk kepelitan KY atau kehati-hatian? Untuk mengirim ke sini (DPR)?,” ujar Arsul.
 
Tak hanya itu, Arsul juga mengingatkan KY agar mempertimbangkan usulan dari koalisi masyarakat terkait kebutuhan hakim ad hoc ham di MA untuk kasasi Paniai.
 
Menanggapi itu, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata mengemukakan bahwa pihaknya melakukan seleksi secara independen. Mukti menjamin metodologi yang digunakan KY dalam menguji kualitas dan integritas calon hakim agung bisa dipertanggungjawabkan.
 
“Jadi kalau merekomendasi orang tertentu untuk jadi hakim itu tidak ada, kita menjaga jarak dan independensi. Apa yang kita lakukan seleksi pada calon hakim ini kita ada standar dan ada penilaiannya. Kita lakukan rekam jejak, serta penelusuran, dari hasil proses tersebut,” ungkapnya.
 
Mukti pun mengklaim salah satu calon hakim ad hoc Harnoto yang merupakan anggota bisa lolos karena memang memenuhi standar kelulusan KY.
 
“Metode penilaian dari KY, kami punya standar, pedoman, indiKator, dan kami punya beberapa tes dan itu ada semua penilaiannya sehingga apa yang kita lakukan seleksi ini ada hasilnya per tesnya,” ujar Mukti.
 
Adapun rencananya fit and proper test akan dilakukan DPR pada Senin 27 Maret 2023 mendatang. Setelah itu, pada Kamis, 30 Maret 2023, DPR akan mengumumkan hasil seleksi hakim ad hoc.
 
Baca juga: Belum Puas, Legislator Minta Ketua PPATK Jujur dan Terbuka

 
Terpisah, anggota Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jane Rosalina Rumpia, meminta DPR tetap menjadikan tahapan uji kelayakan seleksi Hakim ad hoc HAM sebagai ajang untuk menggali visi-misi, pengetahuan dan kompetensi masing-masing calon.
 
Pasalnya, pengadilan HAM Paniai merupakan pengadilan HAM pertama dalam 18 tahun setelah terakhir Pengadilan HAM Abepura yang dilangsungkan pada tahun 2004.
 
Maka dari itu, setiap tahapan pengadilan HAM untuk tragedi Paniai sangat penting bagi perkembangan upaya penuntasan pelanggaran HAM Berat di Indonesia.
 
“Diharapkan proses uji kepatutan dan kelayakan calon hakim ad hoc HAM yang akan dilaksanakan oleh DPR-RI Komisi III dilangsungkan secara terbuka serta melibatkan dan mendengarkan masukan masyarakat sesuai dengan prinsip meaningful participation dalam pembuatan kebijakan,” tutur Jane kepada Media Indonesia.
 
“Kami berharap agar hakim ad hoc yang kali ini terpilih melalui putusan yang dihasilkannya bisa menjawab kebutuhan keadilan dan pengungkapan kebenaran yang selama ini gagal dilakukan oleh tiga pengadilan HAM yang telah berjalan (Tanjung Priok, Timor Timur, Abepura),” ungkapnya.
 
Jane menilai jika DPR RI bersikukuh meloloskan ketiga calon hakim ad hoc HAM berdasarkan hasil seleksi KY, pihaknya meragukan proses pengungkapan kebenaran dan keadilan substantif bagi korban dapat terpenuhi. Keraguan tersebut, lanjut dia, didasarkan pada latar belakang salah seorang calon yang merupakan anggota Polri aktif.
 
“Yang bersangkutan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sangat minim terhadap proses persidangan di pengadilan, tidak memahami konsep HAM secara umum, tidak menguasai pelanggaran HAM berat di Indonesia bahkan pada tahapan seleksi gagal menyebutkan tiga pelanggaran HAM Berat yang telah diadili oleh pengadilan HAM,” ungkap dia.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan