Jakarta: Fraksi-fraksi di DPR terbelah menyikapi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam Revisi Undang Undang (RUU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Setidaknya ada tiga alternatif sebuah partai peserta Pemilu bisa masuk parlemen.
Pertama, parliamentary threshold tujuh persen. Opsi ini ditawarkan NasDem dan Golkar.
"Sebagai gambaran saja dan belum menjadi sikap resmi fraksi tapi masih secara verbal. Kalau tujuh tadi NasDem dan Golkar," kata Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Perludem, Jakarta, Minggu, 7 Juni 2020.
Politikus NasDem itu mengungkapkan, ambang batas parlemen sebesar tujuh persen ini bersifat nasional. Artinya, nasib partai di pemilihan legislatif (pileg) tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota mengacu perolehan suara nasional.
"Jadi di nasional misalnya lolos tujuh persen maka otomatis di daerah (DPRD provinsi dan kabupaten/kota) yang lolos yang partai yang tujuh persen di nasional tersebut," ungkap dia.
Baca: PPP Kukuh Ambang Batas Parlemen Tak Perlu Dinaikkan
Alternatif kedua, ambang batas parlemen dibuat berjenjang. Untuk DPR diajukan sebesar lima persen. Sementara, DPRD provinsi sebesar empat persen, dan kabupaten/kota minimal 3 persen.
"Jadi berjenjang di nasional provinsi dan kabupaten kota ambang batasnya berbeda-beda ini diajukan oleh PDIP," ungkap dia.
Alternatif ketiga, ambang batas hanya berlaku untuk perwakilan di parlemen. Opsi yang dijakukan yakni empat persen untuk DPR dan nol persen untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Alternatif ini keluar dari Partai Demokrat, PPP, PAN dan PKS.
"Nah ini 3 alternatif yang ada di Komisi II DPR. Nah kalau kita (NasDem lihat untuk ambang batas parlemen empat sampai tujuh persen," sebut dia.
Saan menyampaikan, angka-angka dan ketentuan terkait ambang batas parlemen masih berupa usulan. Dia belum bisa memastikan alternatif mana yang akan ditentukan dalam regulasi Pemilu 2024 nanti.
"Nanti ketika pembahasan akan ada dinamika nanti tentu saya yakin akan ada titik temu. Di mana titik temunya nanti kita akan lihat," ujar dia.
Jakarta: Fraksi-fraksi di DPR terbelah menyikapi ambang batas parlemen (
parliamentary threshold) dalam Revisi Undang Undang (RUU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Setidaknya ada tiga alternatif sebuah partai peserta Pemilu bisa masuk parlemen.
Pertama, parliamentary threshold tujuh persen. Opsi ini ditawarkan NasDem dan Golkar.
"Sebagai gambaran saja dan belum menjadi sikap resmi fraksi tapi masih secara verbal. Kalau tujuh tadi NasDem dan Golkar," kata Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Perludem, Jakarta, Minggu, 7 Juni 2020.
Politikus NasDem itu mengungkapkan, ambang batas parlemen sebesar tujuh persen ini bersifat nasional. Artinya, nasib partai di pemilihan legislatif (pileg) tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota mengacu perolehan suara nasional.
"Jadi di nasional misalnya lolos tujuh persen maka otomatis di daerah (DPRD provinsi dan kabupaten/kota) yang lolos yang partai yang tujuh persen di nasional tersebut," ungkap dia.
Baca:
PPP Kukuh Ambang Batas Parlemen Tak Perlu Dinaikkan
Alternatif kedua, ambang batas parlemen dibuat berjenjang. Untuk DPR diajukan sebesar lima persen. Sementara, DPRD provinsi sebesar empat persen, dan kabupaten/kota minimal 3 persen.
"Jadi berjenjang di nasional provinsi dan kabupaten kota ambang batasnya berbeda-beda ini diajukan oleh PDIP," ungkap dia.
Alternatif ketiga, ambang batas hanya berlaku untuk perwakilan di parlemen. Opsi yang dijakukan yakni empat persen untuk DPR dan nol persen untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Alternatif ini keluar dari Partai Demokrat, PPP, PAN dan PKS.
"Nah ini 3 alternatif yang ada di Komisi II DPR. Nah kalau kita (NasDem lihat untuk ambang batas parlemen empat sampai tujuh persen," sebut dia.
Saan menyampaikan, angka-angka dan ketentuan terkait ambang batas parlemen masih berupa usulan. Dia belum bisa memastikan alternatif mana yang akan ditentukan dalam regulasi Pemilu 2024 nanti.
"Nanti ketika pembahasan akan ada dinamika nanti tentu saya yakin akan ada titik temu. Di mana titik temunya nanti kita akan lihat," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)