Jakarta: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menyarankan Kementerian Agama mencabut daftar 200 mubalig atau penceramah yang diterbitkan. Ace menilai rekomendasi mubalig semestinya diberikan pada organisasi keislaman.
"Sekarang sebaiknya dicabut saja. Kemudian Kemenag menyerahkan kepada organisasi-organisasi keagamaan atau organiasi keislaman," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Politikus Golkar itu menilai rekomendasi mubalig lebih baik dikeluarkan lewat organisasi keislaman yang ada lantaran bisa dianggap lebih objektif. Ia khawatir jika rekomendasi semacam itu keluar dari pemerintah, diragukan objektivitasnya.
"Menurut saya lebih objektif karena itu adalah urusan masyarakat sendiri. Kasihan nanti pemerintah disudutkan terus dan menjadi masalah," ujar dia.
(Baca juga: Rekomendasi Nama Mubalig Upaya Pemerintah Memberikan Panduan)
Ace meminta Kemenag tidak terlalu jauh ikut campur terhadap bidang-bidang yang memang bukan menjadi kewenangannya. Dia meyakini penerbitan daftar 200 mubalig bukan ranah Kementerian Agama.
"Itu kan sebetulnya domain MUI (Majelis Ulama Indonesia), domain NU (Nadhlatul Ulama), dan Muhammadiyah. Juga domain IAIN, UIN, pesantren, itu ya biar jadi domain mereka," kata Ace.
Kementerian Agama, kata Ace, cukup pada posisi menjabarkan prinsip, atau kriteria mubalig seperti apa yang direkomendasikan. Setelah itu, biarkan publik yang menilai sendiri.
"Biar masyarakat yang menilai. Karena kalau itu sudah menjadi domain Kementerian Agama, maka dikhawatirkan tidak netral. Kan negara ini harus berdiri di semua golongan," tukas dia.
(Baca juga: Rilis 200 Mubalig untuk Cegah Politisasi)
Jakarta: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menyarankan Kementerian Agama mencabut daftar 200 mubalig atau penceramah yang diterbitkan. Ace menilai rekomendasi mubalig semestinya diberikan pada organisasi keislaman.
"Sekarang sebaiknya dicabut saja. Kemudian Kemenag menyerahkan kepada organisasi-organisasi keagamaan atau organiasi keislaman," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Politikus Golkar itu menilai rekomendasi mubalig lebih baik dikeluarkan lewat organisasi keislaman yang ada lantaran bisa dianggap lebih objektif. Ia khawatir jika rekomendasi semacam itu keluar dari pemerintah, diragukan objektivitasnya.
"Menurut saya lebih objektif karena itu adalah urusan masyarakat sendiri. Kasihan nanti pemerintah disudutkan terus dan menjadi masalah," ujar dia.
(Baca juga:
Rekomendasi Nama Mubalig Upaya Pemerintah Memberikan Panduan)
Ace meminta Kemenag tidak terlalu jauh ikut campur terhadap bidang-bidang yang memang bukan menjadi kewenangannya. Dia meyakini penerbitan daftar 200 mubalig bukan ranah Kementerian Agama.
"Itu kan sebetulnya domain MUI (Majelis Ulama Indonesia), domain NU (Nadhlatul Ulama), dan Muhammadiyah. Juga domain IAIN, UIN, pesantren, itu ya biar jadi domain mereka," kata Ace.
Kementerian Agama, kata Ace, cukup pada posisi menjabarkan prinsip, atau kriteria mubalig seperti apa yang direkomendasikan. Setelah itu, biarkan publik yang menilai sendiri.
"Biar masyarakat yang menilai. Karena kalau itu sudah menjadi domain Kementerian Agama, maka dikhawatirkan tidak netral. Kan negara ini harus berdiri di semua golongan," tukas dia.
(Baca juga:
Rilis 200 Mubalig untuk Cegah Politisasi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)
