Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan klausul pemilihan gubernur Jakarta oleh presiden problematik. Suara rakyat Jakarta berpotensi tidak didengar karena kepala daerah tidak dipilih masyarakat.
"Ada logika hukum dan demokrasi yang sangat bermasalah sangat fatal ketika menjadikan pemilihan gubernur oleh presiden," kata pembina Perludem Titi Anggraini dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Gubernur Jakarta Dipilih Presiden? Karpet Merah Gibran Jika Kalah Pilpres?' Minggu, 10 Desember 2023.
Titi mengatakan praktik demokrasi elektoral di Jakarta membuat delapan juta lebih orang terwakili secara politik. Baik di DPRD provinsi maupun pemilihan gubernur.
"Ketika dihilangkan, logikanya sama sekali tidak ditopang argumen kuat walau ada dewan kota disebut. Tapi terlihat sekali pemaksaannya," ujar dia.
Titi menyebut selama ini kepala daerah yang ditunjuk presiden berupa penjabat (pj). Kehadiran pj kerap berjarak dengan masyarakat sekitar.
"Kita seperti orang asing di daerah sendiri. Saya di Banten sejak 2022 dipimpin pj, sama sekali tidak bisa mengakses bagaimana Pj dipilih dan atas pertimbangan apa," ucap dia.
Titi juga tidak tahu apakah usulan DPRD dipertimbangkan atau tidak. Termasuk, sistem evaluasi yang gelap.
"Pj durasinya hanya satu tahun dan bisa diangkat kembali satu tahun berikutnya. Apalagi kalau bicara ini (gubernur) dilanggengkan selama lima tahun," jelas dia.
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan klausul pemilihan gubernur
Jakarta oleh presiden problematik. Suara rakyat Jakarta berpotensi tidak didengar karena kepala daerah tidak dipilih masyarakat.
"Ada logika hukum dan demokrasi yang sangat bermasalah sangat fatal ketika menjadikan pemilihan gubernur oleh presiden," kata pembina Perludem Titi Anggraini dalam diskusi virtual
Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk 'Gubernur Jakarta Dipilih Presiden? Karpet Merah Gibran Jika Kalah Pilpres?' Minggu, 10 Desember 2023.
Titi mengatakan praktik demokrasi elektoral di Jakarta membuat delapan juta lebih orang terwakili secara politik. Baik di DPRD provinsi maupun pemilihan gubernur.
"Ketika dihilangkan, logikanya sama sekali tidak ditopang argumen kuat walau ada dewan kota disebut. Tapi terlihat sekali pemaksaannya," ujar dia.
Titi menyebut selama ini kepala daerah yang ditunjuk presiden berupa penjabat (pj). Kehadiran pj kerap berjarak dengan masyarakat sekitar.
"Kita seperti orang asing di daerah sendiri. Saya di Banten sejak 2022 dipimpin pj, sama sekali tidak bisa mengakses bagaimana Pj dipilih dan atas pertimbangan apa," ucap dia.
Titi juga tidak tahu apakah usulan
DPRD dipertimbangkan atau tidak. Termasuk, sistem evaluasi yang gelap.
"Pj durasinya hanya satu tahun dan bisa diangkat kembali satu tahun berikutnya. Apalagi kalau bicara ini (gubernur) dilanggengkan selama lima tahun," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)