Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

6 Alasan IDI Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Sri Yanti Nainggolan • 28 November 2022 19:36
Jakarta: Lima organisasi kesehatan (OP) menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Ada berbagai alasan. 
 
Lima OP tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Kemuadian Persatuan Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
 
Pengurus PB IDI, Iqbal Mochtar, mengungkapkan enam alasan pihaknya menolak RUU Kesehatan Omnibus Law: 

1. RUU Kesehatan Omnibus Law minim transparansi

Iqbal mengungkapkan RUU Kesehatan Omnibus Law dibuat diam-diam karena tak jelas siapa pembuatnya. DPR dan Kementerian Kesehatan saling tunjuk.

"Di draf RUU sendiri tertulis catatan ‘confidential’; artinya rahasia. Ini aneh, masak RUU sifatnya rahasia. Mestinya RUU justru disebar luas dari awal agar masyarakat tahu dan bisa memberi masukan," kata Iqbal dikutip dari website IDI, Senin, 28 November 2022. 
 

2. RUU Kesehatan Omnibus Law minim representasi

Tidak terlibatnya OP dalam pembuatan RUU Kesehatan Omnibus Law melahirkan spekulasi pengkerdilan. Iqbal menilai ada upaya marginalisasi profesi. 
 
"Pelibatan OP formal sangat krusial, agar suara tenaga profesional terdengar. Jangan sampai RUU ini menggunakan model cherry picking; mengundang orang-orang tertentu yang seide dengan konten RUU dan mencatatnya sebagai perwakilan suara OP," tutur Iqbal. 
 
Baca: Soal Omnibus Law RUU Kesehatan, Pemerintah Masih Tunggu Penjelasan DPR
 

3. RUU Kesehatan Omnibus Law minim kejelasan

Iqbal mengungkapkan 12 UU bidang kesehatan akan dihapus dan diganti oleh UU Omnibus Law. Namun, belum ada transaparasi terkait alasan penggantian UU lama. 
 
"Apakah UU lama sudah tidak relevan atau mengandung konflik satu dengan lainnya? Mesti ada penjelasan dan telaah ilmiah terkait aspek filosofis, yuridis dan sosial penggantian UU ini. Sehingga ada alasan substansial dan relevan penggantian UU," ucap Iqbal. 
 

4. RUU Kesehatan Omnibus Law minim urgensi

IDI tak melihat adanya urgensi dalam penggantian UU bidang kesehatan. Masih ada UU di bidang lain yang perlu disahkan segera, seperti UU Telemedicine, UU Meta-Data Penduduk atau UU Pembuatan Obat dan Vaksin Wabah. 
 
"UU yang mau diganti saja masih banyak yang lawas, seperti UU Kebidanan yang dibuat tahun 2019. Juga tidak ada urgensi penggabungan UU karena tidak ada konflik signifikan antar UU," terang Iqbal. 
 
Baca: Omnibus Law RUU Kesehatan Dinilai Minim Kejelasan dan Urgensi
 

5. RUU Kesehatan Omnibus Law minim kualitas

Draf RUU Kesehatan Omnibus Law dinilai menimbulkan pertanyaan terkait kualitas isinya. Antara pasal satu dengan pasal lain ada yang tabrakan. 
 
"Pasal 268 menyebutkan pasien berhak menolak usulan penatalaksanaan dari tenaga kesehatan sementara pasal 269 menyatakan pasien wajib mematuhi nasihat tenaga kesehatan," Iqbal memberi satu contoh. 
 

6. RUU Kesehatan Omnibus Law minim pembagian peran

IDI melihat adanya monopoli peran dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Menteri Kesehatan menjadi super body, penentu dari semua persoalan kesehatan dari hulu ke hilir. 
 
"Menteri akan menjadi atasan KKI, BPJS dan berbagai institusi lain. Padahal sebelumnya strukturnya tidak demikian. Menteri menjadi penentu utama standar-standar pendidikan kedokteran, pelayanan kedokteran dan standar profesi dokter," beber Iqbal. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SYN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan