Jakarta: Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak menyebut secara tegas Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membeberkan isu kudeta kepemimpinannya di partai. AHY disebut menghormati Moeldoko sebagai senior di TNI.
"Ketum memilih tidak mengumumkan, tapi menyampaikan dalam bentuk surat kepada Presiden, karena ingin menghormati seniornya. Bagaimana pun Pak Moeldoko adalah seniornya," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Demokrat Tomi Satryatomo dalam diskusi virtual yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES), Minggu, 7 Februari 2021.
Baca: Elektabilitas AHY dan Demokrat Diyakini Moncer Akibat Isu Kudeta
Tomi mengatakan sikap menghormati ini sempat membuat dilema AHY saat akan menyampaikan isu kudeta. AHY memilih meminta klarifikasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui surat, terkait hal tersebut.
"Jadi beliau Ketum (AHY) memutuskan untuk tidak meneruskan namanya, tapi minta klarifikasi dari Presiden Jokowi," ujar Tomi.
Menurut Tomi, surat permintaan klarifikasi ke Kepala Negara bukan untuk menyeret Jokowi ke persoalan itu. Partai berlambang Mercy minta penjelasan mengenai dugaan Jokowi merestui gangguan ke Demokrat.
Tomi juga menjelaskan upaya AHY itu didasari laporan kader Demokrat yang tidak nyaman ketika pertemuan dengan Moeldoko berujung pada topik pencapresan. Awalnya pertemuan itu diagendakan membahas dana tanggap bencana.
"Karena mereka sama sekali tidak nyaman dengan situasinya, kemudian mereka melaporkan ke DPP. Kemudian DPP melakukan investigasi, verifikasi, dan validasi," ujar Tomi.
Demokrat memilih mengungkap persoalan itu ke publik karena mengeklaim sebagai hal luar biasa. Tomi mengatakan Demokrat tak ingin peristiwa ini berulang di partai politik lain.
"Ini ada upaya extraordinary yang dilakukan oleh pihak eksternal untuk melakukan pengambilalihan paksa, ini yang ingin kami highlight," ucap Tomi.
Jakarta: Ketua Umum Partai
Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak menyebut secara tegas Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membeberkan isu kudeta kepemimpinannya di
partai. AHY disebut menghormati Moeldoko sebagai senior di TNI.
"Ketum memilih tidak mengumumkan, tapi menyampaikan dalam bentuk surat kepada Presiden, karena ingin menghormati seniornya. Bagaimana pun Pak Moeldoko adalah seniornya," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Demokrat Tomi Satryatomo dalam diskusi virtual yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES), Minggu, 7 Februari 2021.
Baca: Elektabilitas AHY dan Demokrat Diyakini Moncer Akibat Isu Kudeta
Tomi mengatakan sikap menghormati ini sempat membuat dilema AHY saat akan menyampaikan isu kudeta. AHY memilih meminta klarifikasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui surat, terkait hal tersebut.
"Jadi beliau Ketum (AHY) memutuskan untuk tidak meneruskan namanya, tapi minta klarifikasi dari Presiden Jokowi," ujar Tomi.
Menurut Tomi, surat permintaan klarifikasi ke Kepala Negara bukan untuk menyeret Jokowi ke persoalan itu. Partai berlambang Mercy minta penjelasan mengenai dugaan Jokowi merestui gangguan ke Demokrat.
Tomi juga menjelaskan upaya AHY itu didasari laporan kader Demokrat yang tidak nyaman ketika pertemuan dengan Moeldoko berujung pada topik pencapresan. Awalnya pertemuan itu diagendakan membahas dana tanggap bencana.
"Karena mereka sama sekali tidak nyaman dengan situasinya, kemudian mereka melaporkan ke DPP. Kemudian DPP melakukan investigasi, verifikasi, dan validasi," ujar Tomi.
Demokrat memilih mengungkap persoalan itu ke publik karena mengeklaim sebagai hal luar biasa. Tomi mengatakan Demokrat tak ingin peristiwa ini berulang di partai politik lain.
"Ini ada upaya
extraordinary yang dilakukan oleh pihak eksternal untuk melakukan pengambilalihan paksa, ini yang ingin kami highlight," ucap Tomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)