Jakarta: Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), yang memerintahkan KPU menunda Pemilu dari 2024 ke Juli 2025 dinilai harus dinyatakan batal demi hukum. Pasalnya, Mahkamah Agung telah menerbitkan aturan khusus terkait penyelesaian sengketa perbuatan melawan hukum melalui Peraturan MA (Perma) Nomor 2 Tahun 2019.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan beleid itu meminta PN untuk melimpahkan perkara perbuatan malawan hukum ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Jika PN terlanjur menyidangkan perkara perbuatan melawan hukum, putusannya harus berbunyi NO atau Niet Ontvankelijke Verklaard yang berarti tidak dapat terima karena cacat formil. Oleh karena itu, Feri heran majelis hakim PN Jakarta Pusat tetap menyidangkan gugatan Prima, bahkan menjatuhkan putusan yang salah satunya menghukum KPU.
"Kalau kewenangan absolut peradilan dilanggar, berlaku konsep bahwa itu harus dinyatakan batal demi hukum, dianggap perbutan itu tidak pernah ada," jelas Feri dalam acara Polemik bertajuk Jalan Terjal Pemilu 2024 yang digelar MNC Trijaya, Sabtu, 4 Maret 2023.
Kendati demikian, batal demi hukumnya putusan PN Jakarta Pusat yang diketok hakim ketua T Oyong bersama hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban baru bersifat teori dan pemahaman hukum semata. Feri mendukung sikap KPU yang langsung menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut agar dikoreksi pengadilan tinggi.
Sementara itu, anggota Bawaslu Totok Haryono menjelaskan sengketa Prima saat proses verifikasi calon peserta Pemilu 2024 terhadap KPU sudah dilakukan Bawaslu sampai ke tahap ajudikasi. Bawaslu, lanjut dia, memberikan kesempatan kepada Prima untuk memperbaiki syarat yang diminta KPU.
"Ternyata walaupun sudah ada perbaikan, Prima masih dianggap belum memenuhi syarat," jelas dia.
Setelah itu, Prima kembali mengajukan sengketa tersebut ke Bawaslu. Namun, Bawaslu tidak dapat memperkarakannya karena asas ne bis in idem atau objek perakra sengketa yang sama.
Menurut Totok, Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu menghormati segala proses hukum yang berlaku, baik oleh Prima yang mencari keadilan, maupun sikap KPU yang segera menyatakan banding. "Dan, kita akan menunggu konsekuensinya, kita masih mengkaji, mendalami sampai putusan akhirnya," ujar dia.
Adapun, peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Noory Okhtariza, menyinggung dugaan 'pemain liar' yang sengaja memanfaatkan isu penundan pemilu sebagai alat tawar politik. Meski pemerintah berulang kali menegaskan Pemilu 2024 berjalan sesuai tahapan, dia tidak memungkiri ada kelompok yang berupaya melobi agar pesta demokrasi itu ditunda.
Secara terpisah, anggota KPU Idham Holik enggan menanggapi lebih lanjut adanya dugaan kelompok terorganisir di balik putusan PN Jakarta Pusat. Menurut dia, KPU tidak dapat mengomentari hal yang bersifat spekulatif.
Idam mengatakan KPU hanya dapat merespons fakta hukum. Sebagai penyelenggara pemilu, Idham menyebut pihaknya memaknai gugatan atau sengketa pemilu dalam moment of truth alias momen pembuktian kebenaran.
Pihaknya menghormati hak masyarakat untuk mengajukan sengketa yang dijamin Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. "Pada saat kami mengikuti persidangan di Bawaslu maupun PTUN (atas gugatan Prima), itu pun bagian dari perintah hukum, UU Pemilu," kata Idham.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Putusan
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), yang memerintahkan KPU
menunda Pemilu dari 2024 ke Juli 2025 dinilai harus dinyatakan batal demi hukum. Pasalnya, Mahkamah Agung telah menerbitkan aturan khusus terkait penyelesaian sengketa perbuatan melawan hukum melalui Peraturan MA (Perma) Nomor 2 Tahun 2019.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan beleid itu meminta PN untuk melimpahkan perkara perbuatan malawan hukum ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Jika PN terlanjur menyidangkan perkara perbuatan melawan hukum, putusannya harus berbunyi NO atau
Niet Ontvankelijke Verklaard yang berarti tidak dapat terima karena cacat formil. Oleh karena itu, Feri heran majelis hakim PN Jakarta Pusat tetap menyidangkan gugatan Prima, bahkan menjatuhkan putusan yang salah satunya menghukum KPU.
"Kalau kewenangan absolut peradilan dilanggar, berlaku konsep bahwa itu harus dinyatakan batal demi hukum, dianggap perbutan itu tidak pernah ada," jelas Feri dalam acara Polemik bertajuk Jalan Terjal Pemilu 2024 yang digelar MNC Trijaya, Sabtu, 4 Maret 2023.
Kendati demikian, batal demi hukumnya putusan PN Jakarta Pusat yang diketok hakim ketua T Oyong bersama hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban baru bersifat teori dan pemahaman hukum semata. Feri mendukung sikap KPU yang langsung menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut agar dikoreksi pengadilan tinggi.
Sementara itu, anggota Bawaslu Totok Haryono menjelaskan sengketa Prima saat proses verifikasi calon peserta Pemilu 2024 terhadap KPU sudah dilakukan Bawaslu sampai ke tahap ajudikasi. Bawaslu, lanjut dia, memberikan kesempatan kepada Prima untuk memperbaiki syarat yang diminta KPU.
"Ternyata walaupun sudah ada perbaikan, Prima masih dianggap belum memenuhi syarat," jelas dia.
Setelah itu, Prima kembali mengajukan sengketa tersebut ke Bawaslu. Namun, Bawaslu tidak dapat memperkarakannya karena asas
ne bis in idem atau objek perakra sengketa yang sama.
Menurut Totok, Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu menghormati segala proses hukum yang berlaku, baik oleh Prima yang mencari keadilan, maupun sikap KPU yang segera menyatakan banding. "Dan, kita akan menunggu konsekuensinya, kita masih mengkaji, mendalami sampai putusan akhirnya," ujar dia.
Adapun, peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Noory Okhtariza, menyinggung dugaan 'pemain liar' yang sengaja memanfaatkan isu penundan pemilu sebagai alat tawar politik. Meski pemerintah berulang kali menegaskan
Pemilu 2024 berjalan sesuai tahapan, dia tidak memungkiri ada kelompok yang berupaya melobi agar pesta demokrasi itu ditunda.
Secara terpisah, anggota KPU Idham Holik enggan menanggapi lebih lanjut adanya dugaan kelompok terorganisir di balik putusan PN Jakarta Pusat. Menurut dia, KPU tidak dapat mengomentari hal yang bersifat spekulatif.
Idam mengatakan KPU hanya dapat merespons fakta hukum. Sebagai penyelenggara pemilu, Idham menyebut pihaknya memaknai gugatan atau sengketa pemilu dalam
moment of truth alias momen pembuktian kebenaran.
Pihaknya menghormati hak masyarakat untuk mengajukan sengketa yang dijamin Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. "Pada saat kami mengikuti persidangan di Bawaslu maupun PTUN (atas gugatan Prima), itu pun bagian dari perintah hukum, UU Pemilu," kata Idham.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)