Jakarta: Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyayangkan aksi anarkistis pelajar saat demo Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dia pun menyinggung soal sistem pendidikan yang memerdekakan siswa.
Demo yang mengakibatkan banyak fasilitas publik rusak ini membuat para pelajar dibekuk polisi. Benny menyebut keterlibatan para pelajar dalam aksi unjuk rasa hingga terjadinya perusakan fasilitas publik hasil dari sistem pendidikan yang bermasalah.
"Jika pendidikan mereka terasupi dengan baik, tak akan ada perbuatan yang melanggar adab dan etika meski mereka turut langsung dalam sebuah demo," jelas Benny dalam keterangan tertulis, Minggu, 18 Oktober 2020.
Menurut dia, kondisi ini bentuk kegagalan pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan sehingga anak-anak akhirnya menjadi objek dari eksploitasi. Anak-anak ini, kata dia, sebetulnya kurang memahami masalah dan realita tapi lebih digerakkan emosi dan solidaritas.
Pria yang akrab disapa Romo Benny menjelaskan tindakan anarkistis menjadi pelanggaran terhadap hak publik yang mengakibatkan rasa aman dan damai terancam. Hak ini justru berkebalikan dengan perbuatan sejumlah pelajar pada aksi demo.
Pelajar yang terdidik dengan baik, kata Benny, tak akan mungkin berbuat anarkistis. Jika hal itu ternyata terjadi, yang sesungguhnya terjadi ada pada pendidikan yang mereka dapatkan.
Dia menerangkan anak-anak pelajar sangat mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme ketika sebuah peristiwa besar, seperti demonstrasi, memancing emosi mereka. Meski begitu, Benny mengingatkan kepolisian agar tidak menggunakan kekerasan dalam menindak pelajar.
Peristiwa vandalisme dari aksi unjuk rasa kemarin hingga penangkapan sejumlah pelajar STM dan SMK dianggap menjadi pekerjaan besar bagi Menteri Pendidikan Nadiem Makari. Nadiem harus berani mengoreksi sistem pendidikan.
"Pendidikan seharusnya menghasilkan transformasi sosial yang dapat memperkuat karakter anak-anak dalam mengenal baik dan buruknya suatu perbuatan. Dampak besar pendidikan juga akan menghasilkan tumbuh kembangnya kesadaran umat dalam suatu bangsa," jelas dia.
Fakta yang terjadi yakni di setiap era penguasa, pendidikan seperti kehilangan makna hakikinya. Pendidikan bukan menjadi alat transformasi dari kegelapan menuju pencerahan. Dalam berbagai kebijakan pendidikan terselip proyek yang sering hanya berujung pada uang dan keuntungan penguasa, pemenangan ideologi, dan kepentingan kelompok di atas kelompok yang lain.
"Sampai pencampuradukan antara kepentingan pemenangan agama yang simbolistik dan ketidakjelasan arah visi yang dituju," jelas Benny.
Benny menekankan pemerintah harus mencarikan solusi agar anak-anak sekolah mempunyai harapan untuk masa depannya. Energi mereka harus diarahkan untuk menambah keterampilan, bukan untuk brutalisme.
”Kalau anak-anak itu mampu kreatif dan inovatif serta berpikir kritis maka mereka tidak akan mudah terjebak ke dalam vandalisme itu,” kata dia.
Ke depan, Benny berharap pelajar yang terlibat vandalisme ditangani dengan terapi khusus. Salah satu upaya itu, kata Benny, anak-anak pelajar didorong serta diberi peran di publik atas bakat dan minat mereka masing-masing. Seiring dengan itu, bakat dan potensi mereka pun harus tetap dikembangkan.
Baca: Pembahasan Materi UU Cipta Kerja Dikalahkan Berita Aksi Massa
Pendidikan yang memerdekakan pun bakal mampu menjadikan pelajar menjadi diri sendiri. Mereka bisa bergantung pada potensi yang dimiliki.
"Menggali potensi bakat dan minat yang mereka miliki adalah proses pendidikan yang memerdekakan dengan pengakuan kesuksesan, bukan hanya kemampuan akademis semata. Seseorang memiliki makna hidup ketika ia menjadi dirinya sendiri," jelas Benny.
Jakarta: Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyayangkan aksi anarkistis pelajar saat demo Undang-Undang Cipta Kerja (
UU Ciptaker). Dia pun menyinggung soal sistem pendidikan yang memerdekakan siswa.
Demo yang mengakibatkan banyak fasilitas publik rusak ini membuat para pelajar dibekuk polisi. Benny menyebut keterlibatan para pelajar dalam aksi unjuk rasa hingga terjadinya perusakan fasilitas publik hasil dari sistem pendidikan yang bermasalah.
"Jika pendidikan mereka terasupi dengan baik, tak akan ada perbuatan yang melanggar adab dan etika meski mereka turut langsung dalam sebuah demo," jelas Benny dalam keterangan tertulis, Minggu, 18 Oktober 2020.
Menurut dia, kondisi ini bentuk kegagalan pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan sehingga anak-anak akhirnya menjadi objek dari eksploitasi. Anak-anak ini, kata dia, sebetulnya kurang memahami masalah dan realita tapi lebih digerakkan emosi dan solidaritas.
Pria yang akrab disapa Romo Benny menjelaskan tindakan anarkistis menjadi pelanggaran terhadap hak publik yang mengakibatkan rasa aman dan damai terancam. Hak ini justru berkebalikan dengan perbuatan sejumlah pelajar pada aksi demo.
Pelajar yang terdidik dengan baik, kata Benny, tak akan mungkin berbuat anarkistis. Jika hal itu ternyata terjadi, yang sesungguhnya terjadi ada pada pendidikan yang mereka dapatkan.
Dia menerangkan anak-anak pelajar sangat mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme ketika sebuah peristiwa besar, seperti demonstrasi, memancing emosi mereka. Meski begitu, Benny mengingatkan kepolisian agar tidak menggunakan kekerasan dalam menindak pelajar.
Peristiwa vandalisme dari aksi unjuk rasa kemarin hingga penangkapan sejumlah pelajar STM dan SMK dianggap menjadi pekerjaan besar bagi Menteri Pendidikan Nadiem Makari. Nadiem harus berani mengoreksi sistem pendidikan.