Jakarta: Ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota dikritik. Sebab, berpotensi membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) di bawah 30 persen.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menjelaskan alasan keterwakilan perempuan bisa di bawah 30 persen. Karena, ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah.
"Kalau pakai pembulatan ala Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/ Tahun 2023, maka hasilnya dibulatkan jadi satu. Problemnya akan muncul sebab satu dari empat adalah hanya 25 persen, artinya kurang dari paling sedikit 30 persen," kata Titi kepada Media Indonesia, Rabu, 3 Mei 2023.
Titi menilai PKPU baru tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa, daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
"Artinya, boleh lebih dari 30 persen, tapi tidak boleh kurang dari 30 persen," tegas dia.
Menurutnya, pengaturan tersebut dinilai sebagai sikap yang disengaja. Hal tersebut menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan dan sengaja melawan perintah UU Pemilu.
"Bisa dibilang KPU sudah melanggar hukum dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu atas kesengajaannya tersebut," ujar Titi.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menegaskan keterwakilan perempuan pada pemilu bukan sebatas aturan yang harus dipenuhi semata. Penyelenggara pemilu, harus membuat kebijakan turunan yang ramah dan dapat mempermudah perempuan untuk menjadi bakal caleg.
Beberapa hambatan bagi perempuan untuk berkontestasi dalam pemilu antara lain keterbatasan informasi, ruang, serta minimnya dukungan. Bahkan, Mike mengatakan tak jarang perempuan terbentur aturan partai politik yang memberatkan.
"Misalnya harus punya uang sekian, itu yang mereka (perempuan) akhirnya berpikir ini kayaknya enggak mungkin," kata Mike.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota dikritik. Sebab, berpotensi membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) di bawah 30 persen.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menjelaskan alasan keterwakilan perempuan bisa di bawah 30 persen. Karena, ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah.
"Kalau pakai pembulatan ala Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/ Tahun 2023, maka hasilnya dibulatkan jadi satu. Problemnya akan muncul sebab satu dari empat adalah hanya 25 persen, artinya kurang dari paling sedikit 30 persen," kata Titi kepada
Media Indonesia, Rabu, 3 Mei 2023.
Titi menilai PKPU baru tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 245
Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa, daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
"Artinya, boleh lebih dari 30 persen, tapi tidak boleh kurang dari 30 persen," tegas dia.
Menurutnya, pengaturan tersebut dinilai sebagai sikap yang disengaja. Hal tersebut menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan dan sengaja melawan perintah
UU Pemilu.
"Bisa dibilang KPU sudah melanggar hukum dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu atas kesengajaannya tersebut," ujar Titi.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menegaskan keterwakilan perempuan pada pemilu bukan sebatas aturan yang harus dipenuhi semata. Penyelenggara pemilu, harus membuat kebijakan turunan yang ramah dan dapat mempermudah perempuan untuk menjadi bakal caleg.
Beberapa hambatan bagi perempuan untuk berkontestasi dalam pemilu antara lain keterbatasan informasi, ruang, serta minimnya dukungan. Bahkan, Mike mengatakan tak jarang perempuan terbentur aturan partai politik yang memberatkan.
"Misalnya harus punya uang sekian, itu yang mereka (perempuan) akhirnya berpikir ini kayaknya enggak mungkin," kata Mike.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)