Jakarta: Kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB), Moeldoko, dinilai contoh tidak baik dalam skema partai politik (parpol). Sebab, Moeldoko dikukuhkan sebagai pimpinan bukan dari internal parpol.
"Ini juga bukan sesuatu hal yang sehat untuk partai politik. Regulasi kita enggak membuat adanya kesetaraan itu, ruang kompetisi yang setara di antara kader," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati, dalam diskusi virtual bertajuk Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu, 7 Maret 2021.
Khoirunnisa khawatir kondisi di Partai Demokrat berdampak pada kader. Khususnya, kader yang sudah lama berkontribusi di parpol.
Dia mencontohkan untuk menjadi ketua umum mestinya sudah menjadi kader dalam periode waktu tertentu. Mereka juga mesti ikut sekolah partai, aktif di partai, dan tidak sekadar punya kartu anggota.
(Baca: AHY: Moeldoko Musuh Kita Bersama)
"Apakah nanti tidak menimbulkan orang-orang internal partainya (misalnya) 'kita sudah berdarah-darah di partai kok yang mimpin orang dari luar gitu' ya," ujar Khoirunnisa.
Dia menyebut situasi tidak setara tersebut serupa dengan politik dinasti atau kekerabatan. Hal ini terjadi pada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sejatinya merupakan putra sulung dari mantan Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-VI RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Punya hubungan kekerabatan punya privilese (hak istimewa) dibandingkan kadernya. Karena tidak dibuat kompetisinya (menjadi) setara," ucap Khoirunnisa.
Jakarta: Kepemimpinan Ketua Umum
Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB), Moeldoko, dinilai contoh tidak baik dalam skema partai politik (parpol). Sebab, Moeldoko dikukuhkan sebagai pimpinan bukan dari internal parpol.
"Ini juga bukan sesuatu hal yang sehat untuk partai politik. Regulasi kita enggak membuat adanya kesetaraan itu, ruang kompetisi yang setara di antara kader," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati, dalam diskusi virtual bertajuk Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu, 7 Maret 2021.
Khoirunnisa khawatir kondisi di Partai Demokrat berdampak pada kader. Khususnya, kader yang sudah lama berkontribusi di parpol.
Dia mencontohkan untuk menjadi ketua umum mestinya sudah menjadi kader dalam periode waktu tertentu. Mereka juga mesti ikut sekolah partai, aktif di partai, dan tidak sekadar punya kartu anggota.
(Baca:
AHY: Moeldoko Musuh Kita Bersama)
"Apakah nanti tidak menimbulkan orang-orang internal partainya (misalnya) 'kita sudah berdarah-darah di partai kok yang mimpin orang dari luar gitu' ya," ujar Khoirunnisa.
Dia menyebut situasi tidak setara tersebut serupa dengan politik dinasti atau kekerabatan. Hal ini terjadi pada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sejatinya merupakan putra sulung dari mantan Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-VI RI Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY).
"Punya hubungan kekerabatan punya privilese (hak istimewa) dibandingkan kadernya. Karena tidak dibuat kompetisinya (menjadi) setara," ucap Khoirunnisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)