Jakarta: Juru bicara Revisi Kita Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Albert Aries membantah tudingan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menyebut KUHP Indonesia tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab politik hukum yang terkandung dalam KUHP adalah bertujuan untuk menghormati dan menjunjung tinggi HAM sesuai dengan landasan Negara Indonesia.
"Kami tentu menghormati concern PBB terhadap isu-isu terkait masalah kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme. Atas dasar itulah, KUHP mengatur semuanya itu dengan memperhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia dan juga kewajiban asasi manusia," ujar Albert dalam keterangan tertulis, Kamis, 8 Desember 2022.
Ia menegaskan KUHP sama sekali tidak mendiskriminasi perempuan, anak, pers, dan kelompok minoritas lainnya. Sebab seluruh ketentuan terkait pasal dari KUHP sebelumnya yang sudah sedapat mungkin disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi.
Salah satu contohnya adalah diadopsinya ketentuan pasal 6 huruf d UU No 40 tahun 1999 tentang Pers ke dalam penjelasan pasal 218 KUHP. Hal ini membuat penyampaian kritik tidak dipidana. Karena kritik bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Selain itu, tidak tepat apabila dikatakan KUHP melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut kepercayaan minoritas. Sebab pengaturan tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan dalam KUHP justru telah direformulasi dengan memperhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
"Dalam penyusunan KUHP, partisipasi dalam pemenuhan hak masyarakat sipil untuk dapat didengar, dijelaskan dan dipertimbangkan masukannya sudah semaksimal mungkin diberikan," jelasnya.
Lebih lanjut, sebagai negara hukum yang berdaulat, Indonesia akan senantiasa menghormati dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil yang konon kabarnya sudah bertemu dengan utusan PBB di Eropa.
Selain itu, untuk menghormati prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku universal, KUHP bahkan telah mengadopsi substansi dari the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.
Jakarta: Juru bicara Revisi Kita Undang-Undang Hukum Pidana (
RKUHP) Albert Aries membantah tudingan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menyebut KUHP Indonesia tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab politik hukum yang terkandung dalam KUHP adalah bertujuan untuk menghormati dan menjunjung tinggi HAM sesuai dengan landasan Negara Indonesia.
"Kami tentu menghormati
concern PBB terhadap isu-isu terkait masalah kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme. Atas dasar itulah, KUHP mengatur semuanya itu dengan memperhatikan keseimbangan antara
hak asasi manusia dan juga kewajiban asasi manusia," ujar Albert dalam keterangan tertulis, Kamis, 8 Desember 2022.
Ia menegaskan
KUHP sama sekali tidak mendiskriminasi perempuan, anak, pers, dan kelompok minoritas lainnya. Sebab seluruh ketentuan terkait pasal dari KUHP sebelumnya yang sudah sedapat mungkin disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi.
Salah satu contohnya adalah diadopsinya ketentuan pasal 6 huruf d UU No 40 tahun 1999 tentang Pers ke dalam penjelasan pasal 218 KUHP. Hal ini membuat penyampaian kritik tidak dipidana. Karena kritik bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Selain itu, tidak tepat apabila dikatakan KUHP melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut kepercayaan minoritas. Sebab pengaturan tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan dalam KUHP justru telah direformulasi dengan memperhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
"Dalam penyusunan KUHP, partisipasi dalam pemenuhan hak masyarakat sipil untuk dapat didengar, dijelaskan dan dipertimbangkan masukannya sudah semaksimal mungkin diberikan," jelasnya.
Lebih lanjut, sebagai negara hukum yang berdaulat, Indonesia akan senantiasa menghormati dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil yang konon kabarnya sudah bertemu dengan utusan PBB di Eropa.
Selain itu, untuk menghormati prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku universal, KUHP bahkan telah mengadopsi substansi dari the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)