Jayapura: Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta segera menonaktifkan Lukas Enembe dari Gubernur Papua. Hal ini agar pelayanan publik di Papua kembali berjalan maksimal dan Lukas bisa fokus menghadapi proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kementerian Dalam Negeri (disanrankan) segera menonaktifkan gubernur untuk sementara dan menggantikannya dengan pejabat gubernur agar pelayanan masyarakat tetap berjalan dengan baik," ujar tokoh intelektual muda Keerom, Michael Sineri, di Abepura, Jayapura, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Menurut dia, kasus Lukas Enembe adalah suatu fenomena baru di Papua hingga menyita semua perhatian publik. Dia menilai Lukas Enembe sebagai pemimpin seharusnya berani menghadapi proses hukum, sehingga tidak perlu ada gerakan dari oknum untuk mendukungnya melakukan penjagaan di kediaman gubernur.
Dia menegaskan tidak ada budaya di Papua yang menjadikan hanya satu orang untuk memimpin di Bumi Cenderawasih. Sebab, ada tujuh wilayah adat dan terbagi menjadi banyak suku di Papua.
"Tidak semua orang bisa mengeklaim sebagai ketua suku, kecuali anak adat," tutur sekretaris KNPI Keerom itu.
Terkait isu pelantikan ketua suku besar Papua, dia tidak mengakui adanya hal tersebut. Pasalnya, dalam prosesi pelantikan tidak semua orang Papua terwakili.
Menurut Michael, seharusnya masyarakat tidak perlu menjadi tameng untuk melindungi kasus yang menjerat Lukas Enembe. Dalam kasus Lukas Enembe, tidak bisa mengubah kasus hukum normal menjadi kasus hukum adat.
"Sementara, yang terlibat menjaga di kediaman LE (Lukas Enembe) harus bisa memilah persoalan bahwa Lukas Enembe adalah gubernur bukan kepala suku suku besar," ujar Michael.
Dia pun meminta masyarakat mengawal kasus Lukas Enembe agar pemeriksaan bersama KPK dapat berjalan lancar. "Lukas Enembe harus tunduk kepada hukum dan ikuti proses hukum yang berlaku," tegas Michael.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber APBD Provinsi Papua. Dia sudah dua kali dipanggil oleh KPK.
Pertama sebagai saksi untuk hadir pada 12 September 2022. Dia tidak hadir pada pemanggilan di Markas Brimob Jayapura tersebut dengan alasan sakit.
Pemanggilan kedua, Lukas dipanggil sebagai tersangka pada Senin, 26 September 2022. Namun Lukas kembali mangkir dengan alasan sakit.
Jayapura: Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri) diminta segera menonaktifkan
Lukas Enembe dari Gubernur
Papua. Hal ini agar pelayanan publik di Papua kembali berjalan maksimal dan Lukas bisa fokus menghadapi proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kementerian Dalam Negeri (disanrankan) segera menonaktifkan gubernur untuk sementara dan menggantikannya dengan pejabat gubernur agar pelayanan masyarakat tetap berjalan dengan baik," ujar tokoh intelektual muda Keerom, Michael Sineri, di Abepura, Jayapura, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Menurut dia, kasus Lukas Enembe adalah suatu fenomena baru di Papua hingga menyita semua perhatian publik. Dia menilai Lukas Enembe sebagai pemimpin seharusnya berani menghadapi proses hukum, sehingga tidak perlu ada gerakan dari oknum untuk mendukungnya melakukan penjagaan di kediaman gubernur.
Dia menegaskan tidak ada budaya di Papua yang menjadikan hanya satu orang untuk memimpin di Bumi Cenderawasih. Sebab, ada tujuh wilayah adat dan terbagi menjadi banyak suku di Papua.
"Tidak semua orang bisa mengeklaim sebagai ketua suku, kecuali anak adat," tutur sekretaris KNPI Keerom itu.
Terkait isu pelantikan ketua suku besar Papua, dia tidak mengakui adanya hal tersebut. Pasalnya, dalam prosesi pelantikan tidak semua orang Papua terwakili.
Menurut Michael, seharusnya masyarakat tidak perlu menjadi tameng untuk melindungi kasus yang menjerat Lukas Enembe. Dalam kasus Lukas Enembe, tidak bisa mengubah kasus hukum normal menjadi kasus hukum adat.
"Sementara, yang terlibat menjaga di kediaman LE (Lukas Enembe) harus bisa memilah persoalan bahwa Lukas Enembe adalah gubernur bukan kepala suku suku besar," ujar Michael.
Dia pun meminta masyarakat mengawal kasus Lukas Enembe agar pemeriksaan bersama KPK dapat berjalan lancar. "Lukas Enembe harus tunduk kepada hukum dan ikuti proses hukum yang berlaku," tegas Michael.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber APBD Provinsi Papua. Dia sudah dua kali dipanggil oleh KPK.
Pertama sebagai saksi untuk hadir pada 12 September 2022. Dia tidak hadir pada pemanggilan di Markas Brimob Jayapura tersebut dengan alasan sakit.
Pemanggilan kedua, Lukas dipanggil sebagai tersangka pada Senin, 26 September 2022. Namun Lukas kembali mangkir dengan alasan sakit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)