Jakarta: Ketua DPR Puan Maharani meminta wacana perpanjangan masa jabatan presiden dikaji ulang. Ia tak mau kebijakan itu memundurkan demokrasi.
"Ya itu kan masih wacana, tentu saja itu harus kita kaji kembali. Jangan sampai kita mundur ke belakang," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 26 November 2019.
Puan akan berkoordinasi dengan Komisi II DPR terkait wacana itu. Ia akan melihat kajian wacana itu secara mendalam. Puan menolak menjawab saat ditanya sikap PDI Perjuangan.
"Itu nanti tanya ke partai kalau sikap partai. Apa yang menjadi sikap partai tentu saja sebagai ketua DPR yang mewakili PDI Perjuangan nantinya akan saya lihat dan menilai kajiannya," pungkas dia.
Pakar tata hukum negara Refly Harun angkat bicara terkait polemik perpanjangan masa jabatan presiden. Menurutnya, perpanjangan atau pemangkasan masa jabatan presiden tak akan berpengaruh pada Presiden Joko Widodo.
"Kita harus mulai menjauhkan perdebatan desain konstitusional soal perpanjangan masa jabatan presiden dari yang sekarang menjabat. Bahwa apapun yang berubah ke depan tidak akan berpengaruh pada masa jabatan Presiden Jokowi," kata Refly dalam diskusi Crosscheck bersama Medcom.id, Jakarta Pusat, Minggu, 24 November 2019.
Ia menegaskan Jokowi tetap menjalankan tugasnya dalam lima tahun. Jika diterapkan, revisi masa jabatan presiden baru berlaku bagi presiden di periode berikutnya.
Refly juga memiliki dua formula yang bisa dikaji untuk menentukan masa jabatan presiden. Pertama, masa jabatan presiden diperpanjang menjadi enam atau tujuh tahun.
"Atau, presiden bisa dipilih berkali-kali tetapi tidak boleh berturut-turut. Ini untuk menghindari abuse of power," ujar dia.
Menurutnya, dua usulan ini akan membawa keuntungan. Presiden, kata dia, bisa berkonsentrasi tanpa terganggu persiapan pemilu.
"Kedua, kita tidak akan memiliki incumbent di dalam pemilihan presiden yang sebenarnya dalam governance pemilu kita masih banyak masalah ini, potensial terjadi abuse of power menggunakan aset aparatur dan resource negara," pungkas dia.
Jakarta: Ketua DPR Puan Maharani meminta wacana perpanjangan
masa jabatan presiden dikaji ulang. Ia tak mau kebijakan itu memundurkan demokrasi.
"Ya itu kan masih wacana, tentu saja itu harus kita kaji kembali. Jangan sampai kita mundur ke belakang," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 26 November 2019.
Puan akan berkoordinasi dengan Komisi II DPR terkait wacana itu. Ia akan melihat kajian wacana itu secara mendalam. Puan menolak menjawab saat ditanya sikap PDI Perjuangan.
"Itu nanti tanya ke partai kalau sikap partai. Apa yang menjadi sikap partai tentu saja sebagai ketua DPR yang mewakili PDI Perjuangan nantinya akan saya lihat dan menilai kajiannya," pungkas dia.
Pakar tata hukum negara Refly Harun angkat bicara terkait polemik perpanjangan masa jabatan presiden. Menurutnya, perpanjangan atau pemangkasan masa jabatan presiden tak akan berpengaruh pada
Presiden Joko Widodo.
"Kita harus mulai menjauhkan perdebatan desain konstitusional soal perpanjangan masa jabatan presiden dari yang sekarang menjabat. Bahwa apapun yang berubah ke depan tidak akan berpengaruh pada masa jabatan Presiden Jokowi," kata Refly dalam diskusi
Crosscheck bersama
Medcom.id, Jakarta Pusat, Minggu, 24 November 2019.
Ia menegaskan Jokowi tetap menjalankan tugasnya dalam lima tahun. Jika diterapkan, revisi masa jabatan presiden baru berlaku bagi presiden di periode berikutnya.
Refly juga memiliki dua formula yang bisa dikaji untuk menentukan masa jabatan presiden. Pertama, masa jabatan presiden diperpanjang menjadi enam atau tujuh tahun.
"Atau, presiden bisa dipilih berkali-kali tetapi tidak boleh berturut-turut. Ini untuk menghindari
abuse of power," ujar dia.
Menurutnya, dua usulan ini akan membawa keuntungan. Presiden, kata dia, bisa berkonsentrasi tanpa terganggu persiapan pemilu.
"Kedua, kita tidak akan memiliki
incumbent di dalam pemilihan presiden yang sebenarnya dalam
governance pemilu kita masih banyak masalah ini, potensial terjadi
abuse of power menggunakan aset aparatur dan
resource negara," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)