Jakarta: Dosen komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad melihat adanya keengganan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berbagi kekuasaan dalam pemerintahan Joko Widodo periode kedua ini. Mega memperlihatkannya secara gamblang dengan gaya kultural.
Nyarwi mengakui, isu sharing power dalam politik adalah kuncian luar biasa, terutama menyangkut pemilihan kabinet. Ia melihat posisi Megawati yang mencalonkan Jokowi sebagai presiden memberi arti besar, apalagi ini kali kedua Jokowi menjabat.
Kondisi tersebut memunculkan berbagai pertanyaan bagaimana cara Mega mengunci jatah menteri untuk PDIP. Mega pun menyiratkan keinginannya secara gamblang dalam pidato pada Kamis, 8 Agustus 2019. Ia bilang emoh (tak mau) bila tak dapat jatah menteri yang banyak.
"Ini style orang Jawa, emoh. Menolak dengan tegas, tak ada kompromi. Pilihannya ini atau tak sama sekali," Nyarwi menjabarkan dalam diskusi Populi Center, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Ketegasan tampak jelas dalam pernyataan tersebut. Apalagi, tambah dia, bila dibandingkan dengan 2014 di mana PDIP saat itu tak ngotot minta jatah kabinet secara terbuka pada Jokowi. Pernyataan tersebut memperjelas bagaimana partai pemenang seharusnya mendapat porsi menteri terbanyak.
Baca: Pernyataan Mega Mengancam Jokowi
Selain itu, keinginan Mega untuk mendapat jatah menteri yang banyak juga berhubungan dengan mata rantai agenda politik di masa depan. Di antaranya untuk pemilihan kepada daerah atau pemilihan umum 2024 kelak.
Selain tegas dalam menolak, Nyarwi juga melihat Mega juga sudah tak irit bicara lagi bila ada konflik politik. Perubahan tersebut terlihat sejak 2015. Menurutnya, itu adalah bentuk pola adaptasi dari pimpinan.
Jakarta: Dosen komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad melihat adanya keengganan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berbagi kekuasaan dalam pemerintahan Joko Widodo periode kedua ini. Mega memperlihatkannya secara gamblang dengan gaya kultural.
Nyarwi mengakui, isu
sharing power dalam politik adalah kuncian luar biasa, terutama menyangkut pemilihan kabinet. Ia melihat posisi Megawati yang mencalonkan Jokowi sebagai presiden memberi arti besar, apalagi ini kali kedua Jokowi menjabat.
Kondisi tersebut memunculkan berbagai pertanyaan bagaimana cara Mega mengunci jatah menteri untuk PDIP. Mega pun menyiratkan keinginannya secara gamblang dalam pidato pada Kamis, 8 Agustus 2019. Ia bilang emoh (tak mau) bila tak dapat jatah menteri yang banyak.
"Ini
style orang Jawa,
emoh. Menolak dengan tegas, tak ada kompromi. Pilihannya ini atau tak sama sekali," Nyarwi menjabarkan dalam diskusi Populi Center, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Ketegasan tampak jelas dalam pernyataan tersebut. Apalagi, tambah dia, bila dibandingkan dengan 2014 di mana PDIP saat itu tak ngotot minta jatah kabinet secara terbuka pada Jokowi. Pernyataan tersebut memperjelas bagaimana partai pemenang seharusnya mendapat porsi menteri terbanyak.
Baca: Pernyataan Mega Mengancam Jokowi
Selain itu, keinginan Mega untuk mendapat jatah menteri yang banyak juga berhubungan dengan mata rantai agenda politik di masa depan. Di antaranya untuk pemilihan kepada daerah atau pemilihan umum 2024 kelak.
Selain tegas dalam menolak, Nyarwi juga melihat Mega juga sudah tak irit bicara lagi bila ada konflik politik. Perubahan tersebut terlihat sejak 2015. Menurutnya, itu adalah bentuk pola adaptasi dari pimpinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)