Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiel Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Agenda sidang ialah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden.
Perkara teregistrasi dengan nomor 89/PUU-XX/2022. Sidang dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman dan beranggotakan tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
“Frasa 'warga negara Indonesia' tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” kata anggota Komisi III Arteria Dahlan dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2022.
Arteria mengatakan Indonesia menganut asas politik bebas aktif. Hal itu merupakan salah satu wujud keikutsertaan menjaga ketertiban dunia.
“Tujuannya, yaitu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, menjaga netralitas Indonesia di kancah internasional dengan tetap aktif dalam menciptakan perdamaian dunia,” ujar dia.
Arteria mafhum para pemohon menyinggung mekanisme pelanggaran HAM berat. Meski begitu, dia menegaskan setiap negara memiliki masing-masing yurisdiksi.
“Sehingga setiap kejahatan yang terjadi di wilayah negara tersebut merupakan wewenangnya sehingga tidak dapat dipaksakan secara internasional,” ucap dia.
Menurut Arteria, hak korban pelanggaran HAM berat dijamin perundang-undangan maupun hukum HAM internasional. Ada skema bila warga negara asing (WNA) melakukan pelanggaran berat di luar negeri untuk diadili di Indonesia.
“Hal yang paling mungkin dilakukan pemerintah Indonesia adalah menangkal kedatangan pelaku pelanggaran HAM berat dengan deportasi ke negara asalnya,” jelas dia.
Selain itu, Arteria menilai para pemohon tidak mempertautkan kerugian konstitusional dengan ketentuan yang dijadikan batu uji dalam permohonannya. Sehingga para pemohon dinilai tidak memenuhi ketentuan kumulatif soal kedudukan hukum.
Sementara itu, keterangan dari Presiden yang diwakili Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) belum disampaikan. Sebab, perwakilan Presiden yang hadir eselon II lantaran seluruh eselon I dari kedua institusi itu berhalangan hadir.
“Karena sudah diatur oleh Keppres (Keputusan Presiden) bahwa untuk mewakili Presiden harus eselon I, sidang ini ditunda hari Selasa, 6 Desember 2022, pukul 11.00 WIB,” tutur Anwar.
Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengajukan uji materiel UU Pengadilan HAM. Mereka mempermasalahkan frasa 'yang dilakukan oleh warga negara Indonesia' dalam Pasal 5 UU Pengadilan HAM.
“Frasa ini sesungguhnya menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah-daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara,” kata salah satu kuasa hukum pemohon, Ferry Amsari, Senin, 26 September 2022.
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiel Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Agenda sidang ialah mendengarkan keterangan
DPR dan Presiden.
Perkara teregistrasi dengan nomor 89/PUU-XX/2022. Sidang dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman dan beranggotakan tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
“Frasa 'warga negara Indonesia' tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” kata anggota Komisi III Arteria Dahlan dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2022.
Arteria mengatakan Indonesia menganut asas politik bebas aktif. Hal itu merupakan salah satu wujud keikutsertaan menjaga ketertiban dunia.
“Tujuannya, yaitu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, menjaga netralitas Indonesia di kancah internasional dengan tetap aktif dalam menciptakan perdamaian dunia,” ujar dia.
Arteria mafhum para pemohon menyinggung mekanisme pelanggaran HAM berat. Meski begitu, dia menegaskan setiap negara memiliki masing-masing yurisdiksi.
“Sehingga setiap kejahatan yang terjadi di wilayah negara tersebut merupakan wewenangnya sehingga tidak dapat dipaksakan secara internasional,” ucap dia.
Menurut Arteria, hak korban pelanggaran HAM berat dijamin perundang-undangan maupun hukum HAM internasional. Ada skema bila warga negara asing (WNA) melakukan pelanggaran berat di luar negeri untuk diadili di Indonesia.
“Hal yang paling mungkin dilakukan pemerintah Indonesia adalah menangkal kedatangan pelaku pelanggaran HAM berat dengan deportasi ke negara asalnya,” jelas dia.
Selain itu, Arteria menilai para pemohon tidak mempertautkan kerugian konstitusional dengan ketentuan yang dijadikan batu uji dalam permohonannya. Sehingga para pemohon dinilai tidak memenuhi ketentuan kumulatif soal kedudukan hukum.
Sementara itu, keterangan dari Presiden yang diwakili Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) belum disampaikan. Sebab, perwakilan Presiden yang hadir eselon II lantaran seluruh eselon I dari kedua institusi itu berhalangan hadir.
“Karena sudah diatur oleh Keppres (Keputusan Presiden) bahwa untuk mewakili Presiden harus eselon I, sidang ini ditunda hari Selasa, 6 Desember 2022, pukul 11.00 WIB,” tutur Anwar.
Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengajukan uji materiel UU Pengadilan HAM. Mereka mempermasalahkan frasa 'yang dilakukan oleh warga negara Indonesia' dalam Pasal 5 UU Pengadilan HAM.
“Frasa ini sesungguhnya menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah-daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara,” kata salah satu kuasa hukum pemohon, Ferry Amsari, Senin, 26 September 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)