Staf Ahli Menteri Kominfo Prof. Henri Subiakto. Dok. Istimewa
Staf Ahli Menteri Kominfo Prof. Henri Subiakto. Dok. Istimewa

Kominfo Minta Masukan Perguruan Tinggi Soal Revisi UU ITE

Achmad Zulfikar Fazli • 02 Maret 2022 16:53
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai pengusul revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengajak publik mengupas persoalan di beleid itu agar dapat terselesaikan. Salah satu isu krusial dalam revisi UU ITE menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
 
Staf Ahli Menteri Kominfo Prof. Henri Subiakto mengatakan akhir-akhir ini banyak kasus terkait penyebaran kebencian berbasis SARA di Indonesia. Ada status maupun komentar di media sosial terkait SARA yang berujung dilaporkan ke polisi.
 
“Kemudian ada masalah penghinaan dan pencemaran nama baik. Semua itu adalah isu di dalam pembahasan UU ITE,” kata Henri dalam Forum Group Discussion Problema UU ITE dan Persoalan SARA di Indonesia, di Universitas Brawijaya Malang, dikutip Rabu, 2 Maret 2022.

Henri mengakui banyak pasal di UU ITE yang sering diinterpretasikan atau diimplementasikan secara berbeda-beda di lapangan. Amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut Henri, adalah agar pasal-pasal yang dianggap karet masuk dalam revisi di DPR.
 
Dalam pelaksanaan UU ITE, lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung telah membuat pedoman pelaksanaan sebagai turunan UU ITE. Pedoman pelaksanaan yang sudah pernah diterbitkan akan menjadi bahan pertimbangan untuk dimasukkan ke dalam pasal-pasal pada UU ITE nanti.
 
“Maka dari itu kita perlu membahas secara komprehensif, mengajak kampus berdiskusi, meminta masukan dari kampus, bagaimana implementasi yang ideal. Selama ini yang terjadi di masyarakat UU ITE itu dianggap sebagai undang-undang yang menakutkan bagi pelaku komunikasi di media sosial. Ini semua perlu kita luruskan dan kita bahas bersama-sama,” kata Henri.
 
Baca: Pemerintah Belum Kirim Surpres dan DIM Revisi UU ITE
 
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi menilai perlu ada Surat Keputusan Bersama (SKB) para penegak hukum untuk menyamakan interpretasi cara menangani kasus dugaan pelanggaran ITE. Sebab, pelaksanaannya cenderung sektoral, sehingga harus disatukan dalam SKB.
 
"Ke depan memang harus didorong diperkuat di level undang-undang, karena prosedur itu harusnya diatur di undang-undang bukan di peraturan internal (lembaga penegak hukum),” tegas dia.
 
Dosen FISIP Universitas Brawijaya, Rachmat Kriyantono, juga mengingatkan masyarakat agar tidak kembali ke masa lampau, di mana suku bangsa Indonesia terpecah belah oleh politik devide et impera kolonialisme. Dia menekankan bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengedepankan kesatuan dan persatuan, bukan perpecahan.
 
“Apakah kita ingin kita pecah kembali?  Ini yang saya kira perlu menjadi perhatian kita. Kita harus cegah degredasi SARA di medsos seperti fitnah, mengolok-olok, adu domba, hate speech, stereotipe, hoaks, dan fake news,” ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan