Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. MI/Susanto
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. MI/Susanto

Kenaikan Harga Minyak Goreng Tak Bisa Dipersepsikan Hanya Akibat Pencabutan HET

Achmad Zulfikar Fazli • 21 Maret 2022 10:52
Jakarta: Sejumlah masyarakat mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng usai pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) Budi Gunawan mengatakan masyarakat membutuhkan waktu untuk memahami kebijakan pemerintah mencabut HET.
 
“Saat ini yang terjadi adalah turbulensi pasar dan akan menemukan keseimbangan setelah pasokan dan permintaan stabil berdasarkan realitas objektif komoditas dan kebutuhan masyarakat,” kata Budi, Jakarta, Senin, 21 Maret 2022.
 
Budi mengatakan harga yang dikeluhkan tinggi saat ini tidak bisa dipersepsikan semata karena kebijakan pencabutan HET. Menurut dia, kenaikan harga minyak goreng telah terjadi jauh sebelumnya. Kenaikan harga juga dipengaruhi kondisi umum industri minyak nabati dunia.

Dia menyampaikan ada masalah pada rantai pasokan karena pandemi covid-19, perubahan cuaca yang menekan produksi, naiknya permintaaan lantaran kebutuhan biodiesel dan minyak nabati, hingga konflik Rusia-Ukraina yang signifikan memangkas produksi. Saat kondisi itu coba dikendalikan dengan mekanisme HET melalui Permendang Nomor 06 Tahun 2022 pada Januari 2022, ternyata terjadi distorsi pasar.
 
Produsen memilih menahan produksi atau menjualnya ke luar negeri karena kelayakan usaha. Akibatnya, minyak goreng langka, masyarakat antre panjang.
 
“Pemerintah tidak mungkin membiarkan fenomena itu. Maka kebijakan koreksi diambil. HET minyak kemasan dicabut, tapi minyak curah untuk masyarakat bawah tetap dipastikan terjangkau dengan HET Rp14 ribu per liter,” kata Budi.
 
Baca: Konflik Ukraina-Rusia Diyakini Penyebab Minyak Goreng Mahal
 
Budi menjelaskan langkah pencabutan HET juga disertai kebijakan menaikkan pungutan ekspor kelapa sawit mentah dan produk turunannya. Aturan ini akan menambah dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk menyubsidi minyak goreng curah, dan membuat eksportir memilih menjual CPO di dalam negeri daripada ke luar negeri. Hal ini juga akan mendorong keseimbangan harga dalam beberapa waktu ke depan.
 
“Asas keadilan ditegakkan di sini. Pemerintah menarik keuntungan ekspor untuk didistribusikan dalam bentuk subsidi minyak curah untuk masyarakat bawah dan industri kecil-menengah. Dan, yang tak kalah penting, kebijakan ini sebenarnya memotong insentif ekspor komoditi ini," jelas dia.
 
Menurut dia, insentif yang terlalu besar ini yang mendistorsi pelaksanaan kebijakan sebelumnya. "Dengan pengawasan yang baik dan penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar, kebijakan baru ini bisa mengurai kisruh minyak goreng di Tanah Air,” ujar Budi.
 
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan keadaan ini lebih baik ketimbang sebelum pemerintah mencabut HET Rp14 ribu per liter untuk minyak goreng kemasan. Menurut dia, Permendag Nomor 11 Tahun 2022 mendorong produsen membuka stok.
 
"Jadi saat ada HET, mereka tidak mengeluarkan stok. Saat HET dihentikan, stok pun dikeluarkan. Jadi memang pembentukan harga keekonomian migor (minyak goreng) ini selain dipengaruhi harga CPO dunia, juga karena hitung-hitungan korporasi. Untuk cegah kelangkaan stok, kami setuju HET dicabut. Kami ingin ada stok melimpah," kata Abdullah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan