Ilustrasi. Foto: MI/Bary Fathahillah
Ilustrasi. Foto: MI/Bary Fathahillah

Istilah Cleansing dalam Pemecatan Guru Honorer Dinilai Sadis

Fachri Audhia Hafiez • 21 Juli 2024 09:53
Jakarta: Komisi X DPR mengkritik kebijakan pemecatan seratusan guru honorer di Jakarta secara sepihak melalui sistem ‘cleansing’ atau ‘pembersihan’. Istilah cleansing dinilai sadis.
 
"Cleansing itu kata yang terlalu sadis, cleansing itu kan pembersihan atau seperti membasmi. Itu tidak boleh," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf melalui keterangan tertulis, Minggu, 21 Juli 2024.
 
Dia menuturkan pemecatan guru honorer tidak sesuai dengan semangat yang tengah dilakukan negara terkait perbaikan nasib guru honorer. Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan penataan tenaga nonASN paling lambat Desember 2024.

"Artinya seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran," ujar dia.
 
Baca juga: Pemberhentian Guru Honorer, DPR Minta Solusi Adil Pemerintah

Dede mengatakan Dinas Pendidikan Jakarta juga harus mengetahui alasan sejumlah sekolah menerima guru honorer. Dia yakin hal itu berkaitan dengan kurangnya tenaga pengajar.
 
"Seharusnya Disdik juga bisa mencari tahu kenapa sekolah-sekolah mengangkat para guru honorer ini. Mungkin karena beban sekolah yang sudah terlalu besar sehingga membutuhkan tambahan guru yang belum bisa diakomodasi oleh pemerintah," ucap Dede.
 
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu menekankan bahwa pemecatan guru honorer menyebabkan dampak negatif. Sekolah akan kekurangan guru dan kegiatan belajar mengajar terganggu.
 
"Pada akhirnya anak-anak yang akan dirugikan. Apalagi ini baru memasuki tahun ajaran baru sekolah," ujar Dede.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan