Jakarta: Ekonom Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara Samsul Arifin memprediksi ada empat ancaman yang berpotensi melanda bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja tidak kunjung disahkan. Masalah ini berimbas pada ketenagakerjaan dan ekonomi Indonesia.
"Ada empat permasalahan nyata yang bisa terjadi. Lapangan kerja jelas akan pindah ke negara yang lebih kompetitif," kata Samsul dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 September 2020.
Menurut dia, masalah lain yakni daya saing pekerja Indonesia akan relatif lebih rendah. Selain itu, jumlah pengangguran berpotensi menjadi semakin banyak. Per Februari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 6,88 juta jiwa.
Masalah selanjutnya yakni Indonesia bisa terus terjerumus jebakan pendapatan menengah atau middle income trap. Samsul menekankan Indonesia memiliki tujuan besar menjadi negara maju di 2045. Untuk itu, langkah-langkah strategis harus dibuat.
Regulasi dan perizinan harus diharmonisasi dan disederhanakan melalui omnibus law. Investasi yang berkualitas, lanjut dia, perlu diciptakan beriringan dengan penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan.
"Ini harus dicapai pada 2024. Kalau regulasi yang ada tidak simpel dan tidak mendukung pengembangan dunia usaha, ini tentunya akan berdampak pada pengembangan ekonomi ke depan," ungkap Samsul.
Dia menambahkan perubahan perspektif investor dalam memilah target investasi pascapandemi covid-19 harus direspons dengan tepat. Regulasi mempermudah investasi masuk bakal menjadi magnet untuk menarik modal kembali masuk ke Indonesia.
Baca: RUU Ciptaker Bukan Ancaman Bagi Pesantren
"Dunia semakin berkembang dan saling sodok, kalau kita tidak siap dan masih bicara soal regulasi yang bertele-tele kita pasti akan ketinggalan," kata Samsul.
Sampai saat ini, pemerintah dan DPR masih membahas beleid RUU Cipta Kerja. Berbagai masukan dari elemen-elemen seperti serikat pekerja dan pengusaha terus diakomodasi agar RUU ini bisa segera disahkan.
Jakarta: Ekonom Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara Samsul Arifin memprediksi ada empat ancaman yang berpotensi melanda bila Rancangan Undang-Undang (
RUU) Cipta Kerja tidak kunjung disahkan. Masalah ini berimbas pada ketenagakerjaan dan ekonomi Indonesia.
"Ada empat permasalahan nyata yang bisa terjadi. Lapangan kerja jelas akan pindah ke negara yang lebih kompetitif," kata Samsul dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 September 2020.
Menurut dia, masalah lain yakni daya saing pekerja Indonesia akan relatif lebih rendah. Selain itu, jumlah pengangguran berpotensi menjadi semakin banyak. Per Februari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 6,88 juta jiwa.
Masalah selanjutnya yakni Indonesia bisa terus terjerumus jebakan pendapatan menengah atau
middle income trap. Samsul menekankan Indonesia memiliki tujuan besar menjadi negara maju di 2045. Untuk itu, langkah-langkah strategis harus dibuat.
Regulasi dan perizinan harus diharmonisasi dan disederhanakan melalui
omnibus law. Investasi yang berkualitas, lanjut dia, perlu diciptakan beriringan dengan penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan.
"Ini harus dicapai pada 2024. Kalau regulasi yang ada tidak simpel dan tidak mendukung pengembangan dunia usaha, ini tentunya akan berdampak pada pengembangan ekonomi ke depan," ungkap Samsul.
Dia menambahkan perubahan perspektif investor dalam memilah target investasi pascapandemi covid-19 harus direspons dengan tepat. Regulasi mempermudah investasi masuk bakal menjadi magnet untuk menarik modal kembali masuk ke Indonesia.
Baca:
RUU Ciptaker Bukan Ancaman Bagi Pesantren
"Dunia semakin berkembang dan saling sodok, kalau kita tidak siap dan masih bicara soal regulasi yang bertele-tele kita pasti akan ketinggalan," kata Samsul.
Sampai saat ini, pemerintah dan DPR masih membahas beleid RUU Cipta Kerja. Berbagai masukan dari elemen-elemen seperti serikat pekerja dan pengusaha terus diakomodasi agar RUU ini bisa segera disahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)