Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengevaluasi perwira TNI di jabatan sipil buntut penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai diperlukan sinkronisasi aturan dalam menyikapi perwira yang tersangkut masalah hukum.
"Ya evaluasi soal penanganan bila ada perbuatan melawan hukumnya, hal-hal teknis karena belum sinkronnya Pasal 65 Undang-Undang (UU) 34 Tahun 2004 tentang TNI dengan UU 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer," kata Bobby saat dihubungi Medcom.id, Rabu, 2 Agustus 2023.
Politikus Partai Golkar itu menyampaikan dasar hukum perwira angkatan bersenjata Indonesia menduduki jabatan sipil terdapat di Pasal 47 ayat 2 UU tentang TNI. Namun, pengaturan tersebut hanya mengatur 10 jabatan sipil yang bisa diisi perwira TNI aktif.
"Pada saat UU ini dibuat tahun 2004, belum ada badan-badan seperti BNPB (2007), BNPT (2010) Bakamla (2014), BNPP (2008), dan BSSN (2017)," ungkap dia.
Maka, evaluasi UU TNI dan UU Peradilan Militer diperlukan. Sehingga, penempatan perwira TNI lebih jelas ke depannya.
"Oleh karenanya perlu adanya revisi UU TNI untuk menyesuaikan dengan lembaga negara nonmiliter yang memiliki aspek pertahanan," ujar Bobby.
Selain itu, politikus Partai Golkar itu mengatakan soal evaluasi perwira TNI itu merupakan kebijakan politik. Kepala Negara harus bisa menyeimbangkan peran prajurit dengan fungsi lembaga negara.
"Ini kebijakan politik, bagaimana Presiden menyeimbangkan kekuatan hard power lembaga yang bersifat koersif ini, aparat penegak hukum dan militer," ucap Bobby.
Presiden Jokowi merespons soal penetapan tersangka Henri Alfandi. Dia menegaskan akan mengevaluasi penempatan perwira tinggi yang menduduki jabatan sipil.
"Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu, semuanya," ujar Jokowi, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Jakarta:
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengevaluasi perwira TNI di jabatan sipil buntut penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfandi oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai diperlukan sinkronisasi aturan dalam menyikapi perwira yang tersangkut masalah hukum.
"Ya evaluasi soal penanganan bila ada perbuatan melawan hukumnya, hal-hal teknis karena belum sinkronnya Pasal 65 Undang-Undang (UU) 34 Tahun 2004 tentang TNI dengan UU 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer," kata Bobby saat dihubungi
Medcom.id, Rabu, 2 Agustus 2023.
Politikus
Partai Golkar itu menyampaikan dasar hukum perwira angkatan bersenjata Indonesia menduduki jabatan sipil terdapat di Pasal 47 ayat 2 UU tentang
TNI. Namun, pengaturan tersebut hanya mengatur 10 jabatan sipil yang bisa diisi perwira TNI aktif.
"Pada saat UU ini dibuat tahun 2004, belum ada badan-badan seperti BNPB (2007), BNPT (2010) Bakamla (2014), BNPP (2008), dan BSSN (2017)," ungkap dia.
Maka, evaluasi UU TNI dan UU Peradilan Militer diperlukan. Sehingga, penempatan perwira TNI lebih jelas ke depannya.
"Oleh karenanya perlu adanya revisi UU TNI untuk menyesuaikan dengan lembaga negara nonmiliter yang memiliki aspek pertahanan," ujar Bobby.
Selain itu, politikus Partai Golkar itu mengatakan soal evaluasi perwira TNI itu merupakan kebijakan politik. Kepala Negara harus bisa menyeimbangkan peran prajurit dengan fungsi lembaga negara.
"Ini kebijakan politik, bagaimana Presiden menyeimbangkan kekuatan
hard power lembaga yang bersifat koersif ini, aparat penegak hukum dan militer," ucap Bobby.
Presiden Jokowi merespons soal penetapan tersangka Henri Alfandi. Dia menegaskan akan mengevaluasi penempatan perwira tinggi yang menduduki jabatan sipil.
"Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu, semuanya," ujar Jokowi, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)