medcom.id, Jakarta: 2016 jadi tahun luar biasa bagi Basuki Tjahaja Purnama. Polisi menetapkan Basuki sebagai tersangka dengan dugaan menistakan agama, pertengahan November.
Status Gubernur DKI Jakarta itu bikin ramai. Kasusnya bikin gusar tingkat elite hingga jadi obrolan di warung kopi.
Sebelum itu, pernyataan Ahok, sapaan Basuki, memang dikenal sering bikin heboh. Gila, nenek lu, maling, pecat, pecat, pecat....Itu antara lain ucapan Ahok yang menyita perhatian sejak awal tahun.
Selasa pagi 27 September, Ahok kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu terkait program budi daya ikan kerapu. Ia ditemani pejabat DKI dan Ketua DPD Golkar DKI Fayakhun Andriadi.
Ahok mengawali kegiatannya dengan pidato di depan warga di balai di Pulau Pramuka. Ahok memotivasi warga agar lebih giat bekerja memanfaat sumber daya alam yang ada.
Pidato Ahok beberapa kali mendapat tepuk tangan warga. Banyak juga yang tertawa. Di tengah pidato soal program kerja budi daya ikan, ia mengutip surat Al Maidah ayat 51 terkait memilih pemimpin.
Ahok mengatakan, masa kepemimpinannya di Jakarta akan berakhir Oktober 2017. Ahok meminta masyarakat Kepulauan Seribu tidak perlu khawatir. Pun kalau dirinya tidak terpilih pada Pilkada DKI Februari 2017, masyarakat masih bisa panen ikan bersama Ahok kalau program ini berhasil.
"Jadi jangan ada berpikir, nanti kalau tidak terpilih Ahok, programnya bubar. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu tidak bisa pilih saya, dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macam-macam," kata Ahok.
Ahok selesai pidato. Tak satu pun pejabat atau warga menyinggung isi pidato Ahok. Beberapa hari kemudian, pidato Ahok itu ramai di media sosial. Semakin ramai setelah seseorang bernama Buni Yani mentranskrip dan mengunggah ulang video Ahok tersebut.
Pada 6, 7, 9, dan 12 Oktober, Ahok dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal Polri. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Ari Dono mengatakan, dalam empat hari itu, pihaknya menerima 14 laporan dengan terlapor Ahok atas dugaan yang sama: menistakan agama.
Setelah itu, unjuk rasa atas nama agama dimulai. Jumat 14 Oktober, massa dari berbagai ormas unjuk rasa di depan Balai Kota. Jumat 4 November, tema aksi masih sama, namun fokus massa pindah ke depan Istana Merdeka.
Peserta unjuk rasa lebih banyak dari aksi 14 Oktober, mendesak penegak hukum menindaklanjuti laporan kasus dugaan Ahok menistakan agama. Arus lalu lintas di kawasan Jakarta Pusat macet. Hari itu, tempat publik banyak yang tutup.
Unjuk rasa yang dijanjikan damai berakhir ricuh. Sejumlah kendaraan di sekitar Monumen Nasional dibakar. Di Jakarta Utara, malam itu, warga yang disebut di luar massa unjuk rasa bentrok dengan polisi.
Tengah malam, Presiden Joko Widodo muncul di publik menanggapi aksi itu. Di sisi kanan Presiden, berdiri Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Di sisi kiri ada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Kepala Badan Intelijen Budi Gunawan, dan Menteri Agama Lukman Hakim.
Presiden Joko Widodo (keempat kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kedua kanan), Menko Polhukam Wiranto (ketiga kiri) dan Menag Lukman Hakim Saifuddin (kiri) menghadiri salat Jumat saat Aksi Bela Islam III di kawasan silang Monas, Jakarta, Jumat (2/12). ANT/M Agung Rajasa
Ia menyesalkan unjuk rasa berakhir rusuh. "Dan ini kita lihat telah ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," kata Presiden. Isu penistaan agama jadi liar.
Politikus di Senayan cepat merespons pernyataan Presiden tersebut. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang ikut unjuk rasa 4 November meminta Presiden mengungkap aktor politik yang ia sebut menunggangi.
"Siapa dia? Di mana rapatnya? Siapa koordinatornya? Dapat uang dari mana? Mohon ditampilkan semua," ujar Fahri.
"Sebagai Presiden seharusnya tegas saja. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya. Ini malah jadi mencurigai, kan. Banyak tokoh politik yang saling curiga," anggota Komisi I DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menanggapi pidato Jokowi.
Tidak sampai dua pekan setelah unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Rabu 16 November, Komjen Ari Dono mengumumkan status Ahok sebagai tersangka.
2 Desember, massa dipimpin tokoh Front Pembela Islam Rizieq Shihab menggelar aksi damai di lapangan Monas. Lalu lintas lumpuh. Perusahaan di pusat kota banyak yang meliburkan karyawan.
Massa aksi Super Damai 212 melaksanakan salat Jumat di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (2/12).MI/Galih Pradipta
Peserta aksi 2 Desember atau disebut aksi Bela Islam jilid III mendengarkan ceramah agama, berdoa bersama, dan salat Jumat. Di sela-sela acara ada saja peserta yang menyinggung kasus penistaan agama.
Perbincangan masyarakat hari itu tidak hanya soal aksi Bela Islam jilid III. Sebab hari itu, saat matahari belum terbit sempurna, polisi menangkap 10 orang, yakni Rahmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas, Adityawarman, Jamran, Eko, Rizal Khobar, Firza Huzein, Ahmad Dhani, dan Ratna Sarumpaet.
Mereka diduga merencanakan makar dengan memanfaatkan massa aksi Bela Islam. Dua hari sebelum penangkapan, Rachmawati mengadakan konsolidasi bertajuk Resolusi Jihad Mahasiswa dan Pemuda Islam untuk Menyelamatkan Agama dan Bangsa Indonesia di Kampus Bung Karno. Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet hadir.
Rachmawati menyatakan, tuntutan aksi 2 Desember pada pokoknya mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut dia, UUD 1945 yang sudah diamandemen empat kali membuat negara ke luar dari kiblatnya.
Kembali ke perkara dugaan penistaan Agama. Basuki Tjahaja Purnama sudah menghadapi jaksa dan hakim di pengadilan. Ia didakwa melanggar Pasal 156 KUHP. Selasa pekan depan, ia kembali ke pengadilan.
Kasus dugaan penistaan agama tidak menguntungkan Ahok yang sekarang berjuang memenangkan Pilkada DKI 2017. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia misalnya, menyebutkan elektabilitas Ahok usai tersangkut kasus dugaan penistaan agama anjlok.
Bagi Ahok, semua yang ia lalui pada 2016 ada hikmahnya. "Kalau kamu jadi pohon lurus itu banyak yang mau menebang kamu."
medcom.id, Jakarta: 2016 jadi tahun luar biasa bagi Basuki Tjahaja Purnama. Polisi menetapkan Basuki sebagai tersangka dengan dugaan menistakan agama, pertengahan November.
Status Gubernur DKI Jakarta itu bikin ramai. Kasusnya bikin gusar tingkat elite hingga jadi obrolan di warung kopi.
Sebelum itu,
pernyataan Ahok, sapaan Basuki, memang dikenal sering bikin heboh. Gila, nenek lu, maling, pecat, pecat, pecat....Itu antara lain ucapan Ahok yang menyita perhatian sejak awal tahun.
Selasa pagi 27 September, Ahok kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu terkait program budi daya ikan kerapu. Ia ditemani pejabat DKI dan Ketua DPD Golkar DKI Fayakhun Andriadi.
Ahok mengawali kegiatannya dengan pidato di depan warga di balai di Pulau Pramuka. Ahok memotivasi warga agar lebih giat bekerja memanfaat sumber daya alam yang ada.
Pidato Ahok beberapa kali mendapat tepuk tangan warga. Banyak juga yang tertawa. Di tengah pidato soal program kerja budi daya ikan, ia mengutip surat
Al Maidah ayat 51 terkait memilih pemimpin.
Ahok mengatakan, masa kepemimpinannya di Jakarta akan berakhir Oktober 2017. Ahok meminta masyarakat Kepulauan Seribu tidak perlu khawatir. Pun kalau dirinya tidak terpilih pada Pilkada DKI Februari 2017, masyarakat masih bisa panen ikan bersama Ahok kalau program ini berhasil.
"Jadi jangan ada berpikir, nanti kalau tidak terpilih Ahok, programnya bubar. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu tidak bisa pilih saya, dibohongi pakai surat
Al Maidah 51 macam-macam," kata Ahok.
Ahok selesai pidato. Tak satu pun pejabat atau warga menyinggung isi pidato Ahok. Beberapa hari kemudian, pidato Ahok itu ramai di media sosial. Semakin ramai setelah seseorang bernama Buni Yani mentranskrip dan mengunggah ulang video Ahok tersebut.
Pada 6, 7, 9, dan 12 Oktober, Ahok dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal Polri. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Ari Dono mengatakan, dalam empat hari itu,
pihaknya menerima 14 laporan dengan terlapor Ahok atas dugaan yang sama: menistakan agama.
Setelah itu, unjuk rasa atas nama agama dimulai. Jumat 14 Oktober, massa dari berbagai ormas unjuk rasa di depan Balai Kota. Jumat 4 November, tema aksi masih sama, namun fokus massa pindah ke depan Istana Merdeka.
Peserta unjuk rasa lebih banyak dari aksi 14 Oktober, mendesak penegak hukum menindaklanjuti laporan kasus dugaan Ahok menistakan agama. Arus lalu lintas di kawasan Jakarta Pusat macet. Hari itu, tempat publik banyak yang tutup.
Unjuk rasa yang dijanjikan damai berakhir ricuh. Sejumlah kendaraan di sekitar Monumen Nasional dibakar. Di Jakarta Utara, malam itu, warga yang disebut di luar massa unjuk rasa bentrok dengan polisi.
Tengah malam, Presiden Joko Widodo muncul di publik menanggapi aksi itu. Di sisi kanan Presiden, berdiri Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Di sisi kiri ada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Kepala Badan Intelijen Budi Gunawan, dan Menteri Agama Lukman Hakim.
Presiden Joko Widodo (keempat kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kedua kanan), Menko Polhukam Wiranto (ketiga kiri) dan Menag Lukman Hakim Saifuddin (kiri) menghadiri salat Jumat saat Aksi Bela Islam III di kawasan silang Monas, Jakarta, Jumat (2/12). ANT/M Agung Rajasa
Ia menyesalkan unjuk rasa berakhir rusuh. "Dan ini kita lihat telah ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," kata Presiden. Isu penistaan agama jadi liar.
Politikus di Senayan cepat merespons pernyataan Presiden tersebut. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang ikut unjuk rasa 4 November meminta Presiden mengungkap aktor politik yang ia sebut menunggangi.
"Siapa dia? Di mana rapatnya? Siapa koordinatornya? Dapat uang dari mana? Mohon ditampilkan semua," ujar Fahri.
"Sebagai Presiden seharusnya tegas saja. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya. Ini malah jadi mencurigai, kan. Banyak tokoh politik yang saling curiga," anggota Komisi I DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menanggapi pidato Jokowi.
Tidak sampai dua pekan setelah unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Rabu 16 November, Komjen Ari Dono mengumumkan status Ahok sebagai tersangka.
2 Desember, massa dipimpin tokoh Front Pembela Islam Rizieq Shihab menggelar aksi damai di lapangan Monas. Lalu lintas lumpuh. Perusahaan di pusat kota banyak yang meliburkan karyawan.
Massa aksi Super Damai 212 melaksanakan salat Jumat di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (2/12).MI/Galih Pradipta
Peserta aksi 2 Desember atau disebut aksi Bela Islam jilid III mendengarkan ceramah agama, berdoa bersama, dan salat Jumat. Di sela-sela acara ada saja peserta yang menyinggung kasus penistaan agama.
Perbincangan masyarakat hari itu tidak hanya soal aksi Bela Islam jilid III. Sebab hari itu, saat matahari belum terbit sempurna, polisi menangkap 10 orang, yakni Rahmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas, Adityawarman, Jamran, Eko, Rizal Khobar, Firza Huzein, Ahmad Dhani, dan Ratna Sarumpaet.
Mereka diduga merencanakan makar dengan memanfaatkan massa aksi Bela Islam. Dua hari sebelum penangkapan, Rachmawati mengadakan konsolidasi bertajuk Resolusi Jihad Mahasiswa dan Pemuda Islam untuk Menyelamatkan Agama dan Bangsa Indonesia di Kampus Bung Karno. Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet hadir.
Rachmawati menyatakan, tuntutan aksi 2 Desember pada pokoknya mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut dia, UUD 1945 yang sudah diamandemen empat kali membuat negara ke luar dari kiblatnya.
Kembali ke perkara dugaan penistaan Agama. Basuki Tjahaja Purnama sudah menghadapi jaksa dan hakim di pengadilan. Ia didakwa melanggar Pasal 156 KUHP. Selasa pekan depan, ia kembali ke pengadilan.
Kasus dugaan penistaan agama tidak menguntungkan Ahok yang sekarang berjuang memenangkan Pilkada DKI 2017. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia misalnya, menyebutkan elektabilitas Ahok usai tersangkut kasus dugaan penistaan agama anjlok.
Bagi Ahok, semua yang ia lalui pada 2016 ada hikmahnya. "Kalau kamu jadi pohon lurus itu banyak yang mau menebang kamu."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)