Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

Kementerian PPPA: Penghapusan Kekerasan Anak Tidak Boleh Ditunda

Antara • 03 November 2021 01:48
Jakarta: Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ciput Eka Purwianti menegaskan penghapusan kekerasan anak tidak boleh ditunda. Perlindungan anak membutuhkan sinergi semua pihak.
 
"Untuk memastikan tidak adanya anak yang tertinggal atau leaving no child behind dan mencapai target 16.2 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dibutuhkan terkoordinasi dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan dalam menjalankan sistem perlindungan anak yang terintegrasi," kata Ciput dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, 2 November 2021.
 
Menurut dia, sistem perlindungan terintegrasi dapat mengidentifikasi risiko dan kerentanan anak serta orang tua/ wali. Kerentanan tersebut akan direspons melalui layanan multisektor yang terintegrasi dan dapat diakses semua pihak.

Dia mengingatkan pandemi covid-19 telah meningkatkan risiko anak mengalami berbagai tindak kekerasan, baik fisik, psikis, hingga seksual. Di bidang pendidikan, kebijakan belajar dari rumah meningkatkan risiko anak mengalami kekerasan dan eksploitasi. 
 
Baca: Eksploitasi Anak dan Perdagangan Orang Meningkat Selama Pandemi
 
Dampak terekstrem, anak dapat berakhir di jalanan, diperdagangkan, berkonflik dengan hukum, atau dipaksa menikah di usia dini, terutama pada anak perempuan. Di sisi lain, kekerasan dialami anak di sekolah, seperti perundungan dan hukuman fisik yang memengaruhi kesehatan mental.
 
Ciput menekankan pentingnya mewujudkan sekolah maupun lingkungan pendidikan lain yang aman dan nyaman. Hal ini diperlukan guna memastikan anak terlindungi, dapat belajar dengan optimal, bermimpi dan percaya diri mengejar mimpinya.
 
Dia menegaskan anak ialah agen perubahan yang berperan penting memutus siklus kekerasan. Namun, hal tersebut hanya bisa terwujud jika semua pemangku kepentingan bekerja sama, mulai dari lingkungan rumah.
 
"Anak-anak perlu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya, berani mengatakan tidak dalam kondisi yang membahayakan dirinya, didengarkan suaranya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait hal-hal yang berdampak pada kehidupannya, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat," jelas Ciput.
 
Pemerintah Indonesia telah menetapkan penguatan sistem perlindungan anak sebagai strategi utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kebijakan ini bertujuan menurunkan kekerasan terhadap anak dan angka perkawinan anak.
 
Pada 2020, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui telah memperluas mandat Kementerian PPPA untuk menyediakan layanan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, dari 514 kabupaten dan kota, belum semuanya memiliki layanan yang berkualitas. 
 
"Oleh karena itu, perlu ada penetapan standar layanan yang menerapkan sistem perlindungan anak terpadu dengan melibatkan sektor-sektor utama seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan penegak hukum di semua tingkatan," terang Ciput.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan