Jakarta: Kehadiran staf khusus dalam struktur organisasi teranyar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai beragam kritik. Jabatan tersebut tak pernah ada dalam kepemimpinan Lembaga Antikorupsi selama ini.
"Karena gaya KPK dari dahulu adalah kepemimpinan yang bersifat kolektif kolegial," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, kepada Medcom.id, Senin, 23 November 2020.
Metode kepemimpinan kolektif kolegial dinilai sudah tepat diterapkan di KPK. Staf khusus dikhawatirkan merusak hal tersebut.
"Justru itu berbahaya jika staf khusus nanti akan memengaruhi pimpinan KPK," ucap dia.
Baca: Struktur Baru di Tubuh KPK
Zaenur menilai kehadiran staf khusus membuktikan kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri membawa gaya struktur kepolisian. Selain itu, efektivitas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) staf khusus juga dipertanyakan.
"Karena yang dikerjakan oleh staf khusus itu sebenarnya sudah dikerjakan, misalnya oleh sekretariat pimpinan, fungsi di direktorat eselon 1 maupun eselon 2," ujar Zaenur.
Jabatan staf khusus termuat dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Staf khusus merupakan pegawai yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan.
Staf khusus berjumlah paling banyak lima orang. Keahlian staf khusus meliputi beberapa bidang, seperti teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, dan hukum korporasi dan kejahatan transnasional. Kemudian manajemen dan sumber daya manusia, serta ekonomi dan bisnis.
KPK tidak mempekerjakan lima staf khusus sekaligus. Penunjukan staf menyesuaikan kebutuhan arah penindakan dan pencegahan korupsi yang dibutuhkan Komisi Antirasuah. Selain itu, seleksi staf khusus bakal transparan dan bukan dari kalangan aparatur sipil negara (ASN).
"Mungkin tenaga kontrak atau lainnya. Karena periodik saja yang kita butuhkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 19 November 2020.
Jakarta: Kehadiran staf khusus dalam struktur organisasi teranyar Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menuai beragam kritik. Jabatan tersebut tak pernah ada dalam
kepemimpinan Lembaga Antikorupsi selama ini.
"Karena gaya KPK dari dahulu adalah kepemimpinan yang bersifat kolektif kolegial," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, kepada
Medcom.id, Senin, 23 November 2020.
Metode kepemimpinan kolektif kolegial dinilai sudah tepat diterapkan di KPK. Staf khusus dikhawatirkan merusak hal tersebut.
"Justru itu berbahaya jika staf khusus nanti akan memengaruhi pimpinan KPK," ucap dia.
Baca: Struktur Baru di Tubuh KPK
Zaenur menilai kehadiran staf khusus membuktikan kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri membawa gaya struktur kepolisian. Selain itu, efektivitas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) staf khusus juga dipertanyakan.
"Karena yang dikerjakan oleh staf khusus itu sebenarnya sudah dikerjakan, misalnya oleh sekretariat pimpinan, fungsi di direktorat eselon 1 maupun eselon 2," ujar Zaenur.
Jabatan staf khusus termuat dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Staf khusus merupakan pegawai yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan.
Staf khusus berjumlah paling banyak lima orang. Keahlian staf khusus meliputi beberapa bidang, seperti teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, dan hukum korporasi dan kejahatan transnasional. Kemudian manajemen dan sumber daya manusia, serta ekonomi dan bisnis.
KPK tidak mempekerjakan lima staf khusus sekaligus. Penunjukan staf menyesuaikan kebutuhan arah penindakan dan pencegahan korupsi yang dibutuhkan Komisi Antirasuah. Selain itu, seleksi staf khusus bakal transparan dan bukan dari kalangan aparatur sipil negara (ASN).
"Mungkin tenaga kontrak atau lainnya. Karena periodik saja yang kita butuhkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 19 November 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)