Jakarta: Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2020. Peraturan itu menyebut dana desa bisa digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT) saat wabah korona (covid-19).
"Yang boleh menerima ini pastinya kelompok miskin. Lalu, orang yang belum terdaftar, orang yang kehilangan mata pencaharian atau orang yang miskin mendadak karena wabah korona, belum mendapatkan bantuan pangan nontonai atau kartu prakerja," kata Abdul di Jakarta, Selasa 14 April 2020.
Abdul mengatakan izin pengubahan dana desa menjadi BLT itu atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi tak ingin ada masyarakat terdampak wabah korona terlupakan pemerintah.
"Jangan sampai ada warga masyarakat yang terdampak korona secara ekonomi tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah," ujar Abdul.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (kanan) berbincang dengan Menteri KKP Edhy Prabowo sebelum mengikuti rapat terbatas. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
Untuk mengurangi hal itu kementerian desa perlu bergerak. Penyisiran masyarakat terdampak harus dilakukan sampai ke tingkat desa.
Pendataan akan dilakukan oleh Relawan Desa Melawan Covid-19. Relawan desa bakal dibantu dengan kepala RT, RW, atau Kepala Desa setempat untuk mendata warga yang terdampak wabah korona.
Prosedur dana desa jadi BLT
Pendataan penerima bantuan lewat musyawarah desa secara khusus. Setelah itu, kepala RT maupun RW setempat baru bisa mengisi dokumen yang diberikan relawan desa. Data ini akan diteruskan ke bupati atau wali kota melalui camat setempat.
"Durasi waktu yang cukup dan tidak terlalu mepet juga kita berikan waktu lima hari kerja, pemerintah kabupaten atau kota sudah harus memutuskan untuk menetapkan pengesahan calon penerima manfaat BLT tersebut," tutur Abdul.
Pencairan uang tidak akan langsung diberikan secara fisik. Abdul ingin pemberian uang diberikan dengan cara transfer untuk meminimalisir pemotongan dana dari pihak manapun.
Dia juga sudah bekerja sama dengan beberapa bank terkait untuk menjamin warga terdampak yang ingin membuat rekening bank terlebih dahulu. Pembuatan rekening untuk menerima BLT dana desa dijamin bisa dilakukan di tengah wabah korona.
"Kita sudah sampaikan ke BNI, BRI, Mandiri. Ini ada kebijakan ini, silahkan direspons dan dibantu agar masyarakat desa bisa dipermudah membuat rekening di sana," ucap Abdul.
Baca: Sri Mulyani Potong Rp94 Triliun Anggaran Transfer Daerah dan Dana Desa
Untuk desa yang terpencil dan jauh dari perbankan Abdul sedang meracik strategi lain. Pemberian dana akan dilakukan secara tunai bagi desa yang jauh dari akses perbankan. Namun, harus dipastikan tidak ada pemotongan dari pihak manapun.
Pemberian BLT dana desa ini akan berlangsung selama tiga bulan terhitung sejak April 2020. Besaran dana yang diterima mencapai Rp600 ribu per keluarga.
Besaran maksimal penerima BLT per desa pun berbeda. Untuk desa yang menerima anggaran Rp800 juta hanya boleh mengalokasikan 25 persennya, desa penerima dana Rp800 juta sampai Rp1,2 miliar hanya boleh mengalokasikan 30 persennya, dan desa penerima dana di atas Rp1,2 miliar hanya boleh mengalokasikan 35 persennya.
Jakarta: Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2020. Peraturan itu menyebut dana desa bisa digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT) saat wabah korona (covid-19).
"Yang boleh menerima ini pastinya kelompok miskin. Lalu, orang yang belum terdaftar, orang yang kehilangan mata pencaharian atau orang yang miskin mendadak karena wabah korona, belum mendapatkan bantuan pangan nontonai atau kartu prakerja," kata Abdul di Jakarta, Selasa 14 April 2020.
Abdul mengatakan izin pengubahan dana desa menjadi BLT itu atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi tak ingin ada masyarakat terdampak wabah korona terlupakan pemerintah.
"Jangan sampai ada warga masyarakat yang terdampak korona secara ekonomi tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah," ujar Abdul.

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (kanan) berbincang dengan Menteri KKP Edhy Prabowo sebelum mengikuti rapat terbatas. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
Untuk mengurangi hal itu kementerian desa perlu bergerak. Penyisiran masyarakat terdampak harus dilakukan sampai ke tingkat desa.
Pendataan akan dilakukan oleh Relawan Desa Melawan Covid-19. Relawan desa bakal dibantu dengan kepala RT, RW, atau Kepala Desa setempat untuk mendata warga yang terdampak wabah korona.
Prosedur dana desa jadi BLT
Pendataan penerima bantuan lewat musyawarah desa secara khusus. Setelah itu, kepala RT maupun RW setempat baru bisa mengisi dokumen yang diberikan relawan desa. Data ini akan diteruskan ke bupati atau wali kota melalui camat setempat.
"Durasi waktu yang cukup dan tidak terlalu mepet juga kita berikan waktu lima hari kerja, pemerintah kabupaten atau kota sudah harus memutuskan untuk menetapkan pengesahan calon penerima manfaat BLT tersebut," tutur Abdul.
Pencairan uang tidak akan langsung diberikan secara fisik. Abdul ingin pemberian uang diberikan dengan cara transfer untuk meminimalisir pemotongan dana dari pihak manapun.
Dia juga sudah bekerja sama dengan beberapa bank terkait untuk menjamin warga terdampak yang ingin membuat rekening bank terlebih dahulu. Pembuatan rekening untuk menerima BLT dana desa dijamin bisa dilakukan di tengah wabah korona.
"Kita sudah sampaikan ke BNI, BRI, Mandiri. Ini ada kebijakan ini, silahkan direspons dan dibantu agar masyarakat desa bisa dipermudah membuat rekening di sana," ucap Abdul.
Baca:
Sri Mulyani Potong Rp94 Triliun Anggaran Transfer Daerah dan Dana Desa
Untuk desa yang terpencil dan jauh dari perbankan Abdul sedang meracik strategi lain. Pemberian dana akan dilakukan secara tunai bagi desa yang jauh dari akses perbankan. Namun, harus dipastikan tidak ada pemotongan dari pihak manapun.
Pemberian BLT dana desa ini akan berlangsung selama tiga bulan terhitung sejak April 2020. Besaran dana yang diterima mencapai Rp600 ribu per keluarga.
Besaran maksimal penerima BLT per desa pun berbeda. Untuk desa yang menerima anggaran Rp800 juta hanya boleh mengalokasikan 25 persennya, desa penerima dana Rp800 juta sampai Rp1,2 miliar hanya boleh mengalokasikan 30 persennya, dan desa penerima dana di atas Rp1,2 miliar hanya boleh mengalokasikan 35 persennya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)